- Kementerian Pertahanan menandatangani kontrak perjanjian bagi ongkos (cost share agreement) dengan Korea Aerospace Industries (KAI), Korea Selatan, di Jakarta, Kamis, 7/1/2016.
Perjanjian tahap dua proyek pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X ini, mewajibkan pemerintah Indonesia mengucurkan dana Rp18 triliun untuk membangun lima prototipe pesawat.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menjelaskan Indonesia sudah sepatutnya mengeluarkan dana sebesar itu untuk memperkuat pertahanan udara nasional. “Kalau beli pesawat tempur, semua negara bisa. Tapi kalau membuat, tidak semua bisa,” ujarnya.
Pembuatan lima prototipe KF-X/IF-X segera dimulai usai penandatangan perjanjian bagi ongkos. Kementerian Pertahanan dan KAI menargetkan kelima prototype selesai pada tahun 2020.
Empat prototipe akan dirakit di Korsel, sementara sisanya bakal dikembangkan di Indonesia. Ryamizard berkata, meskipun rancangan empat pesawat dikembangkan di Korsel, insinyur Indonesia tetap akan terlibat.
Menteri Pertahanan Bidang Pengadaan Korsel, Chang Myoungjin, mengatakan proyek KF-X/IF-X ini metupakan proyek dengan dana terbesar yang pernah ditangani Korea Selatan.
“Proyek KFX-IFX ini memakan biaya terbesar dari apa yang pernah Korsel lalukan selama ini. Oleh karena itu kami tidak menghemat kapasitas kami, baik secara lembaga maupun akademik untuk menyukseskan proyek ini,” ujarnya.
Ryamizard menyampaikan setelah pengembangan rancangan selesai, Kemhan berharap produksi dua skadron KF-X/IF-X dapat segera dikebut. Ia yakin, apabila berjalan sesuai rencana, pesawat tempur generasi 4,5 ini akan menjadi jet paling muktahir yang dimiliki TNI Angkatan Udara.
Sumber : CNN Indonesia
Sabtu, 09 Januari 2016
Kementerian Pertahanan Targetkan Dua Skadron Pesawat KFX, untuk Awal
300 Ilmuwan Indonesia Membuat Pesawat Tempur KF-X / IF-X
KFX (photo: Chosun)
Meski Indonesia hanya memiliki 20 persen share development, tapi semua knowledge development pesawat tempur KF-X / IF-X didapat Indonesia, 100 persen.
Untuk itu 300 ilmuwan dan teknisi pembuat pesawat tempur dari Indonesia akan dikirim ke Korea Selatan untuk mempelajari pembuatan pesawat tempur KF-X/IF-X.
“Kami akan mengirim 200 sampai 300 orang ke Korea Selatan,” ujar Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso di Jakarta, Kamis. 7/1/2015.
Pengiriman 300 tenaga ahli Indonesia ini bagian dari kesepakatan Indonesia dengan Korea Selatan dalam kontrak pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X yang dikerjakan oleh kedua negara.
Dalam kerja sama pengembangan pesawat tempur KFX / IFX, Indonesia-Korea Selatan sepakat membagi biaya pembuatan pesawat dalam skema 20 persen dana dari Indonesia dan 80 persen dibiayai Korea Selatan.
Pemerintah Indonesia mengeluarkan dana Rp 18 triliun untuk proyek ini sebagai investasi transfer teknologi dan pembuatan prototype pesawat KF-X/IF-X.
“Meski kita hanya punya 20 persen share development, tapi untuk semuaknowledge development pesawat ini kita dapat 100 persen. Transfer teknologinya semua kita tahu, bukan cuma 20 persen tapi 100 persen,” ujar Budi.
Para teknisi yang dikirim PT DI akan mempelajari seluruh program pengembangan KF-X/IF-X selama tiga hingga empat tahun di Korea Selatan, namun jumlah yang terlibat dalam pembuatan pesawat berbeda-beda pada tiap unit.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan hanya 20 persen orang Indonesia yang dilibatkan dalam pembuatan pesawat unit pertama dan 50 persen pada unit kedua yang dikerjakan di Korea Selatan. Sedangkan satu unit KF-X/IF-X yang dibuat di Indonesia akan melibatkan 80 persen SDM Indonesia.
Pemerintah Indonesia telah menyiapkan infrastruktur untuk merakit pesawat tempur generasi 4,5 KF-X/IF-X di Indonesia dengan membuat hanggar di PT DI, Bandung, Jawa Barat.
Hal ini berbeda dengan rencana pembuatan kapal selam yang seharusnya dikerjakan di Indonesia pada 2015, namun harus kembali dibuat di Korea Selatan lantaran infrastruktur belum siap.
Antaranews.com
Kamis, 07 Januari 2016
Pulau Terluar Hanya Dijaga 4 TNI, Jenderal Gatot Akan Tambah Anggota
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengakui minimnya jumlah personel yang menjaga di perbatasan wilayah Indonesia. Sejumlah pulau terluar yang berada di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Maluku hanya dijaga oleh empat anggota TNI.
“Sekarang pulau terdepan adalah pulau Lirang (Kabupaten Maluku Barat Daya), Pulau Wetar (Kab Maluku Barat Daya), Pulau Kisar (Kab Maluku Barat Daya) Pulau Leti
(Kab Maluku Barat Daya) dan Pulau Alor (NTT) Ini yang terlupakan, khususnya TNI. Di wilayah itu cuma ada dua TNI AL, dan dua Babinsa saja,” kata Gatot di Mabes TNI, Jakarta, Kamis (7/1).
Gatot menjelaskan, selama ini dalam paradigma TNI, pulau terluar dan perbatasan RI Timor-Timur kini sudah menjadi Timur Leste telah diubah. Maka dari itu lanjut Gatot perlu kekuatan TNI di sana harus ditingkatkan. Baik itu pasukan maupun sarana dan prasarana serta alat utama sistem persenjataan (Alutsista).
“Gelar kemampuan di sana perlu ditingkatkan,” ujarnya.
Hasil kunjungan di perbatasan beberapa waktu lalu, pihaknya telah mengevaluasi terhadap kekuatan TNI di pulau-pulau perbatasan RI tersebut. Salah satunya di Pulau Selaru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku rencana akan dibangun Bandara Udara untuk pesawat militer bisa mendarat di sana.
“Gelar kekuatan dan kemampuan disebarkan lagi, ada peluang di Pulau Selaru ada bandara nanti dipanjangkan. Kepala Desa di sana mengakui 1.500 meter lagi dibuat bandara, realisasi segera mungkin tentunya dengan DPR dan Pemerintah,” terangnya. (Merdeka)
Operasi dengan Sandi Tinombala 2016 Akan Buru Santoso
Operasi Camar Maleo IV selesai, personel TNI mulai ditarik dari Poso. (Mitha Meinansi)
Dua
hari jelang berakhirnya masa pelaksanaan Operasi Camar Maleo IV di Poso
Sulawesi Tengah, seluruh pasukan TNI yang dilibatkan dalam pelaksanaan
operasi mulai ditarik dan dipulangkan.
Sebanyak 700 personel TNI yang merupakan pasukan BKO, sejak Rabu 6 Januari 2016 mulai ditarik turun dari kawasan pegunungan. Mereka meninggalkan lokasi yang sejak Oktober 2015 lalu menjadi lokasi perburuan kelompok teroris Santoso.
Gabungan personel TNI dari berbagai batalyon di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara itu diangkut dengan truk TNI menuju Korem 132 Tadulako di Palu, sebelum dikembalikan ke kesatuan masing masing, pada Kamis, 7 Januari 2016.
Operasi Camar Maleo IV merupakan kelanjutan dari tiga operasi serupa, yaitu Camar Maleo I hingga III, yang digelar Polri dalam upaya menindak kelompok teroris Santoso.
Kapolres Poso AKBP Ronny Suseno menerangkan, penarikan 700 personel TNI itu dilakukan menjelang berakhirnya operasi pada Sabtu 9 Januari 2016.
Selain 700 personel TNI, juga terdapat 300 personel Brimob yang merupakan BKO dari Mabes Polri, yang juga telah ditarik dengan alasan serupa.
Jumlah itu merupakan bagian dari 1.000 personel Brimob yang dilibatkan dalam Camar Maleo IV, dimana 700 personel Brimob lainnya tetap dipertahankan untuk melakukan fungsi penyekatan, antara kelompok teroris dengan pemukiman masyarakat yang berbatasan dengan hutan di Kecamatan Poso Pesisir Bersaudara, sambil menunggu pelaksanaan operasi lanjutan.
Menurut Ronny Suseno, operasi lanjutan akan kembali dilakukan namun belum dipastikan tanggal pelaksanaannya.
"Operasi ini ada kelanjutannya dengan sandi sementara yang kita ketahui adalah Tinombala 2016. Kepastiannya pelaksanaannya belum ada keputusan dari Mabes. Yang jelas pasti akan ada operasi lanjutan itu," ujarnya.
Dalam Operasi Camar Maleo IV, aparat gabungan sudah menangkap 20 orang terduga teroris yang diidentifikasi sebagai bagian jaringan kelompok MIT, atau bagian kelompok teroris pimpinan Santoso Abu Warda. Operasi akan terus berlangsung dengan target utama, Santoso Abu Warda bisa tertangkap.
Dengan digelarnya Operasi Camar Maleo IV, juga ditemukan barang bukti antara lain tujuh pucuk senjata api, 100 butir kaliber dan sejumlah dokumen, serta markas kelompok teroris. Sebelumnya Polri juga mengadakan Operasi Camar Maleo I hingga III yang bertujuan memburu jaringan terorisme yang pelaksanaannya berpusat di Poso dengan melibatkan dua wilayah Polres, yakni Polres Parigi Moutong dan Polres Sigi.
Viva.
Mengenal Pesawat Tempur Siluman KF-X Karya Anak Bangsa
Impian Indonesia membuat
pesawat tempur sendiri sepertinya segera terwujud. Kementerian
Pertahanan (Kemhan) dan Korea Aerospace Industries (KAI) melaksanakan
penandatanganan kontrak cost share agreement (CSA) untuk pengembangan
pesawat tempur KF-X/IF-X (Korea Fighter Experiment/Indonesia Fighter
Experiment).
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, proses pembuatan pesawat dilakukan secara bertahap hingga Indonesia punya kemandirian sendiri. “Kan satu-satu dulu, (tahap) I di sana, II di sana, I di sini,” kata Ryamizard di Kantor Kemhan, Jakarta Pusat, Kamis (7/1/2016).
Ryamizard menegaskan, sudah saatnya Indonesia membuat sendiri alat utama sistem pertahanan (alutsista), sebagai pembuktian salah satu negara besar.
“Kalau enggak buat kapan lagi. Dari kita nanti untuk pengalaman, kemampuan akhirnya akan buat sendiri nantinya. Kalau enggak dimulai sekarang kapan lagi, negara besar kok beli-beli mulu, kan enggak lucu,” ucapnya.
Pesawat tempur generasi 4,5 ini disebut-sebut setara dengan pesawat F-22 Raptor dan Eurofighter Typhoon. Bahkan, pesawat tempur ini memiliki kemampuan di atas pesawat F-16.
Langkah Indonesia membuat pesawat tempur juga sempat terhambat. Pasalnya, pemerintah pernah menunda kerjasama pembuatan pesawat yang telah mengucurkan dana Rp600 miliar untuk kepentingan riset dan pengembangan awal.
Secara kasat mata, bentuk pesawat tempur KF-X ini sangat mirip dengan F-22 Raptor, yakni bermesin dua dengan sayap tegak ganda dan rancangan kokpit serta bagian depan fuselage hampir sama. Dibandingkan pesawat sejenis, KF-X diproyeksi untuk memiliki radius serang lebih tinggi 50 persen, sistem avionic yang lebih baik serta kemampuan anti radar (stealth). Pesawat tempur KF-X memiliki daya dorong 100 kmh.
Pembuatan pesawat tempur KF-X ini juga sesuai harapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta Indonesia jangan kebergantungan terhadap impor kebutuhan alutsista untuk mewujudkan kemandirian pertahanan nasional. (Okezone)
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, proses pembuatan pesawat dilakukan secara bertahap hingga Indonesia punya kemandirian sendiri. “Kan satu-satu dulu, (tahap) I di sana, II di sana, I di sini,” kata Ryamizard di Kantor Kemhan, Jakarta Pusat, Kamis (7/1/2016).
Ryamizard menegaskan, sudah saatnya Indonesia membuat sendiri alat utama sistem pertahanan (alutsista), sebagai pembuktian salah satu negara besar.
“Kalau enggak buat kapan lagi. Dari kita nanti untuk pengalaman, kemampuan akhirnya akan buat sendiri nantinya. Kalau enggak dimulai sekarang kapan lagi, negara besar kok beli-beli mulu, kan enggak lucu,” ucapnya.
Pesawat tempur generasi 4,5 ini disebut-sebut setara dengan pesawat F-22 Raptor dan Eurofighter Typhoon. Bahkan, pesawat tempur ini memiliki kemampuan di atas pesawat F-16.
Langkah Indonesia membuat pesawat tempur juga sempat terhambat. Pasalnya, pemerintah pernah menunda kerjasama pembuatan pesawat yang telah mengucurkan dana Rp600 miliar untuk kepentingan riset dan pengembangan awal.
Secara kasat mata, bentuk pesawat tempur KF-X ini sangat mirip dengan F-22 Raptor, yakni bermesin dua dengan sayap tegak ganda dan rancangan kokpit serta bagian depan fuselage hampir sama. Dibandingkan pesawat sejenis, KF-X diproyeksi untuk memiliki radius serang lebih tinggi 50 persen, sistem avionic yang lebih baik serta kemampuan anti radar (stealth). Pesawat tempur KF-X memiliki daya dorong 100 kmh.
Pembuatan pesawat tempur KF-X ini juga sesuai harapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta Indonesia jangan kebergantungan terhadap impor kebutuhan alutsista untuk mewujudkan kemandirian pertahanan nasional. (Okezone)
Indonesia investasikan Rp18 triliun untuk pesawat KF-X/IF-X
Model
pasti KF-X Korea Selatan, sebagaimana dinyatakan Korea Aerospace
Industri. Pesawat tempur ini digadang-gadang berteknologi siluman
(stealth), radar aktif (AESA), dan bermesin dua. Turki sempat bergabung
dengan Korea Selatan tentang ini namun akhirnya mundur dan diambil alih
Indonesia. (defense-aerospace.com)
Pemerintah Indonesia menginvestasikan Rp18
triliun dalam kontrak Kesepakatan Pembagian Biaya (CSA) pengembangan
program pesawat tempur KF-X/IF-X yang dkerjakan bersama antara Indonesia
dan Korea Selatan.
"Sebanyak Rp18 triliun. Itu yang kita keluarkan," kata Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu, di Jakarta, Kamis.
Dana
sebesar itu belum sampai ke lini produksi massal melainkan baru di
tingkat produksi purwarupa, yang dicadangkan sebanyak tiga unit.
Informasi
tambahan menyatakan, diperlukan enam purwarupa dengan biaya keseluruhan
Rp111 triliun. Dalam tahapan ini, Indonesia menanggung 20 persen
keperluan biaya.
Jika program ini tetap
berlanjut sampai lini produksi, belum diungkap harga perunit KF-X/IF-X,
begitupun belum diungkap spesifikasi yang akan diterapkan bagi kedua
negara pengguna, Indonesia dan Korea Selatan.
Jumlah itu, kata dia, merupakan 20 persen dari nilai keseluruhan biaya proyek pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X, di mana pihak Korea Selatan akan membiayai 80 persen dari total proyek.
Jumlah itu, kata dia, merupakan 20 persen dari nilai keseluruhan biaya proyek pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X, di mana pihak Korea Selatan akan membiayai 80 persen dari total proyek.
KF-X/IF-X untuk
Indonesia diproyeksikan selesai pada 2025 dan Indonesia memerlukan dua
skuadron KF-X/IF-X, yang akan dibiayai melalui mekanisme berbeda.
Pembuatan dua unit pesawat purwarupa akan dilakukan di Korea Selatan dan satu unit pesawat sisanya dirakit di Indonesia.
Pengerjaan pembuatan pesawat tersebut juga melibatkan ilmuwan dari kedua negara. Hitung-hitungannya,
"Satu dua di sana, tapi satu itu 20 persen orangnya (Indonesia), yang kedua 50 persen, yang ketiga di sini 80 persen," kata dia.
Pesawat tempur KF-X/IF-X yang akan dibuat oleh Korea Selatan dan Indonesia tersebut merupakan generasi paling baru. "Itu generasi 4.5, lebih tinggi dari F-16," ujar Ryamizard.
Generasi terakhir F-16 adalah F-16 Block 60, yang diberi nicknameViper. yang jauh lebih canggih ketimbang varian terkini, yaitu F-16 Block 52. Bahkan Amerika Serikat belum menerbangkan F-16 Viper pada jajaran arsenalnya.
Ryacudu mengatakan seluruh komponen menggunakan pengembangan dari Korea Selatan, tanpa melibatkan perusahaan di negara lain seperti Amerika Serikat atau Prancis. "Nanti dikembangkan di Korea, dituntaskan semua di sana," ucapnya, menjelaskan.
Dia menekankan, Indonesia harus mampu membuat pesawat tempur produksi sendiri, dan berhenti membeli dari negara lain guna meningkatkan kemampuan pertahanan udara.
Bahkan ia mengatakan Indonesia akan memproduksi pesawat tempur untuk dijual kembali ke negara lain.
Kementerian Pertahanan menandatangani kontrak Cost Share Agreement (CSA) dengan Korea Aerospace Industries (KAI) sebagai tanda mulai pelaksanaan tahap kedua pengembangan program pesawat tempur KF-X/IF-X antara Indonesia-Korea Selatan.
Penandatanganan kontrak CSA dilakukan antara Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Timbul Siahaan, dan Presiden sekaligus CEO KAI Ltd, Ha Sung Yong.
Selain itu, juga ditandatangani kontrak Work Assignment Agreement (WAA) antara Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan CEO KAI Ltd yang disaksikan Ryacudu dan Menteri Urusan Program Administrasi Minister Pembelian Produk Pertahanan Korea Selatan (DAPA), Chang Myoungjin.
Ryacudu mengatakan seluruh komponen menggunakan pengembangan dari Korea Selatan, tanpa melibatkan perusahaan di negara lain seperti Amerika Serikat atau Prancis. "Nanti dikembangkan di Korea, dituntaskan semua di sana," ucapnya, menjelaskan.
Dia menekankan, Indonesia harus mampu membuat pesawat tempur produksi sendiri, dan berhenti membeli dari negara lain guna meningkatkan kemampuan pertahanan udara.
Bahkan ia mengatakan Indonesia akan memproduksi pesawat tempur untuk dijual kembali ke negara lain.
Kementerian Pertahanan menandatangani kontrak Cost Share Agreement (CSA) dengan Korea Aerospace Industries (KAI) sebagai tanda mulai pelaksanaan tahap kedua pengembangan program pesawat tempur KF-X/IF-X antara Indonesia-Korea Selatan.
Penandatanganan kontrak CSA dilakukan antara Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Timbul Siahaan, dan Presiden sekaligus CEO KAI Ltd, Ha Sung Yong.
Selain itu, juga ditandatangani kontrak Work Assignment Agreement (WAA) antara Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan CEO KAI Ltd yang disaksikan Ryacudu dan Menteri Urusan Program Administrasi Minister Pembelian Produk Pertahanan Korea Selatan (DAPA), Chang Myoungjin.
Indonesia-Korsel tandatangani kontrak pengembangan pesawat tempur KF-X/iF-X
Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan menandatangani kontrak Cost Share Agreement (CSA)
dengan Korea Aerospace Industries (KAI) sebagai tanda dimulainya
pelaksanaan tahap kedua pengembangan program pesawat tempur KF-X/IF-X
antara Indonesia-Korea Selatan.
"Dengan ditandatanganinya CSA ini, saya minta kedua belah pihak menunjukan keseriusannya dan komitmen sesuai kesepakatan yang telah ditandatangani," kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di Kementerian Pertahanan Jakarta, Kamis.
Penandatanganan kontrak CSA dilakukan antara Dirjen Potensi Pertahanan Timbul Siahaan dan Presiden sekaligus CEO KAI Ltd Ha Sung Yong.
Selain itu, juga ditandatangani kontrak Work Assignment Agreement (WAA) antara Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan CEO KAI Ltd yang disaksikan oleh Menhan Republik Indonesia dan Minister of Defence Acquisition Program Administration (DAPA) Republik Korea Selatan Chang Myoungjin.
Kontrak CSA tersebut mengatur kesepakatan dan ketentuan mengenai pembagian dana pendanaan pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X yang diberikan Indonesia kepada KAI berdasarkan kesepakatan bersama pengembangan pesawat tempur yang dilakukan pada Oktober 2014.
Sedangkan kontrak WAA mencakup partisipasi industri pertahanan Indonesia dalam kegiatan rancang bangun, pembuatan komponen, prototipe, pengujian dan sertifikasi serta mengatur hal-hal yang terkait aspek bisnis maupun aspek legal.
WAA juga mengatur peran yang akan diambil oleh PT DI meliputi semua hak dan kewajibannya sebagaimana kontrak tersebut dikategorikan sebagai dokumen "Businness to Businness".
"Pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X ini akan membangun hubungan kerja sama Korea Selatan dan Indonesia. Maka saya yakin sekali dengan kerja sama ini kedua negara akan terus menjaga hubungan politik dan pertahanan yang saling membantu bersama," kata Chang Myiungjin.
"Dengan ditandatanganinya CSA ini, saya minta kedua belah pihak menunjukan keseriusannya dan komitmen sesuai kesepakatan yang telah ditandatangani," kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di Kementerian Pertahanan Jakarta, Kamis.
Penandatanganan kontrak CSA dilakukan antara Dirjen Potensi Pertahanan Timbul Siahaan dan Presiden sekaligus CEO KAI Ltd Ha Sung Yong.
Selain itu, juga ditandatangani kontrak Work Assignment Agreement (WAA) antara Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso dan CEO KAI Ltd yang disaksikan oleh Menhan Republik Indonesia dan Minister of Defence Acquisition Program Administration (DAPA) Republik Korea Selatan Chang Myoungjin.
Kontrak CSA tersebut mengatur kesepakatan dan ketentuan mengenai pembagian dana pendanaan pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X yang diberikan Indonesia kepada KAI berdasarkan kesepakatan bersama pengembangan pesawat tempur yang dilakukan pada Oktober 2014.
Sedangkan kontrak WAA mencakup partisipasi industri pertahanan Indonesia dalam kegiatan rancang bangun, pembuatan komponen, prototipe, pengujian dan sertifikasi serta mengatur hal-hal yang terkait aspek bisnis maupun aspek legal.
WAA juga mengatur peran yang akan diambil oleh PT DI meliputi semua hak dan kewajibannya sebagaimana kontrak tersebut dikategorikan sebagai dokumen "Businness to Businness".
"Pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X ini akan membangun hubungan kerja sama Korea Selatan dan Indonesia. Maka saya yakin sekali dengan kerja sama ini kedua negara akan terus menjaga hubungan politik dan pertahanan yang saling membantu bersama," kata Chang Myiungjin.
Langganan:
Komentar (Atom)