Evacuating a casualty at Landing Zone X-Ray during the Battle of Ia Drang Valley
PHOTOS BY JOSEPH L. GALLOWAY
Dalam Perang Vietnam (1955-1975) pasukan Vietnam Utara (North Vietnam Army/NVA) dan para gerilyawan Viet Cong pernah melakukan serangan gerilya hit and run terhadap pasukan AS dan Vietnam Selatan (Army of The Republic of Vietnam /ARVN) .
Seperti taktik perang gerilya yang pernah dilakukan pasukan RI dalam pertempuran di Ambarawa (Palagan Ambarawa) dan berhasil memukul mundur pasukan Sekutu, pasukan Viet Cong dan NVA juga sukes membuat kalang kabut pasukan AS di La Drang.
Namun yang unik pasukan AS juga menerapkan taktik perang gerilya pasukan RI ketika bertempur di Palagan Ambarawa menggunakan taktik supit urang.
Taktik tempur pasukan AS di Vietnam dengan cara menerapkan taktik perang gerilya RI sebenarnya tidak mengherankan.
Di Akademi Militer AS West Point, taktik perang gerilya yang telah dibukukan oleh Jenderal AH Nasution dalam buku bertajuk Pokok-pokok Gerilya (Fundamentals of Guerrilla Warfare) telah dijadikan bahan pelajaran utama.
Pertempurang di La Drang atau Pleiku dipicu oleh serangan hit and run pasukan NVA terhadap kamp Special Force yang berbasis di Plei Me, yang berlokasi 40 km sebelah selatan Pleiku.
Pasukan 3rd Brigade AS dan ARVN yang bermarksa di Pleiku kemudian dikirim untuk menghadapi NVA.
Tapi ketika pasukan ARVN tiba di lokasi, pasukan NVA ternyata telah menghilang dan diperkirakan menyeberang ke Kamboja. Komandan 3rd Brigade, Kolonel Thomas Brown, lalu memerintahkan satuan intelnya untuk mengendus keberadaan pasukan NVA itu.
Posisi pasukan NVA akhirnya diketahui dan berada Chu Pong Mountain yang berjarak 22 km sebelah utara Plei Me.
Kolonel Brown lalu memerintahkan pasukan dari 1st Battalion (7th cavalry) yang dikomandani Letkol Hal Moore, menggempur NVA.
Pasukan 1st Battalion yang dikirim ke medan tempur dengan puluhan heli akan mendarat di sejumlah titik Landing Zone , LZ-X Ray, LZ Albany, LZ Columbus, LZ Tango, LZ Yankee, LZ Whiskey, dan LZ Victor, dan didukung oleh tembakan artileri.
Serangan ke Chu Pong Mountain dimulai pada tanggal 14 November 1965. Unit pertama yang merupakan elemen Bravo Company 1st Battalion dan dikomandani oleh Kapten John Herren mendarat di LZ X Ray menggunakan delapan helikopter Huey.
Begitu mendarat personil Bravo Company segera mengamankan area LZ X Ray agar helikopter yang mendarat berikutnya aman.
Tak berapa lama kemudian peleton-peleton Bravo Company mulai bergerak menuju pertahanan Vietcong dan pasukan NVA.
Peleton yang dipimpin oleh Sersan John Mingo secara tak sengaja berhasil menangkap seorang gerilya Viet Cong yang tak bersenjata dan kemudian menginterogasinya.
Dari Viet Cong yang diinterogasi diperoleh keterangan bahwa pasukan NVA yang berada di Chu Pong Mountain berjumlah 1600 personil. Jumlah pasukan musuh yang cukup besar itu membuat pasukan Bravo Company yang hanya berjumlah 200 orang menunda gerakannya.
Mereka memilih menunggu kompi-kompi pasukan yang menyusul tiba dan setelah itu baru melanjutkan patrolinya.
Menjelang siang pasukan dari 7th Cavalry yang dikirim dalam jumlah setingkat batalyon terus berdatangan dengan puluhan helikopter Huey.
Pasukan yang datang menyusul ini merupakan elemen Alpha Company dan dipimpin oleh Kapten Tony Nadal.
Baik pasukan Bravo Company maupun Alpha Company kemudian membangun perimeter sepanjang sayap kanan dan kiri di sepanjang sungai kecil.
Mereka makin meningkatkann kewaspadaanya karena di bukit-bukit yang terletak di seberang sungai terdapat markas-markas tersembunyi Vietcong dan NVA yang sewaktu-waktu bisa menyerang.
Pasukan Bravo dan Alpha Company terus bergerak maju dan makin mendekati pertahanan musuh.
Lewat tengah hari secara tiba-tiba pasukan Vit Cong dan NVA yang telah menunggu melancarkan tembakan.
Pertempuran sengit pun pecah di hutan pegunungan yang banyak ditumbuhi rumput gajah itu.
Taktik bertempur pasukan AS adalah menggukan taktik supit urang seperti yang diterapkan oleh Panglima Besar Soedirman dalam Palagan Ambarawa.
Taktik itu adalah menjepit posisi musuh dari arah sayap kiri dan kanan.
Musuh yang kemudian mundur lalu akan dikejar oleh sejumlah peleton tentara sementara peleton lainnya bertahan di posisi sambil mempertahankan perimeter sekaligus berperan sebagai pasukan pemburu cadangan.
Tapi peleton yang terlalu bersemangat memburu Viet Cong yang mundur kadang terpisah dari pasukan induknya sehingga malah terjebak.
Peleton tersebut itu akhirnya justru menjadi bulan-bulanan Viet Cong yang telah menunggu dan kemudian menyergapnya dari posisi sayap kanan serta kiri menggunakan taktik tempur hit and run.
Terlalu bersemangat mengejar musuh kemudian masuk jebakan dan dihujani tembakan dialami oleh salah satu peleton Bravo Company, Peleton II, yang dipimpin oleh Letnan Henry Herrick.
Setelah pada menit-menit awal pasukannya berhasil membunuh puluhan Viet Cong, dalam pertempuran sengit yang berlangsung 25 menit, Letnan Herrick telah kehilangan lima orang anak buahnya.
Letnan Herrick yang sedang meminta bantuan lewat radio bahkan menyusul tewas setelah kepalnya dihantam peluru sniper Viet Cong.
Tapi pesan Letnan Herrick untuk meminta bantuan tembakan artileri dan gempuran udara ternyata diterima oleh Kapten Herren.
Ketika pasukan Viet Cong berhasil dipukul mundur, peleton Letnan Herrick kehilangan delapan personil prajurit dan 13 personil lainnya luka-luka.
Upaya untuk mengevakuasi korban yang tewas luka-luka tetap dilakukan kendati di bawah tembakan gencar musuh.
Nasib serupa juga dialami oleh Peleton III Alpha Company. Peleton III yang dipimpin oleh Letnan Bob Taft bertempur melawan sekitar 150 prajurit Viet Cong.
Kendati melawan musuh dalam jumlah lebih besar pasukan Peleton III berhasil mendesak Viet Cong dan kemudian mengejarnya.
Personil Peleton III serta merta melepas ransel punggungnya agar bisa lebih cepat lari mengejar musuh. Akibatnya Peleton III terputus dari induk pasukan dan masuk jebakan Viet Cong yang telah menyiapkan taktik hit and run.
Ketika sudah memasuki lingkaran jebakan, personil Peleton III dihujani tembakan dari arah kiri dan kanan.
Korban pun berjatuhan termasuk komandan peleton, Letnan Bob Taft.
Posisi Letnan Taft kemudian digantikan oleh anak buahnya, Sersan Lorenzo Nathan yang telah berpengalaman dalam Perang Korea.
Di bawah komando Sersan Nathan pasukan Peletonj III ternyata sanggup bertempur lebih baik dan berhasil memukul mundur pasukan musuh.
Personil Peleton III bahkan berhasil menyatukan diri dengan induk pasukan dan peleton lainnya yang kemudian bergerak maju untuk melancarkan serangan penghancuran terhadap posisi Vietcong.
Dengan persenjataan yang cocok untuk pertempuran jarak dekat seperti senapan mesin BAR dan peluncur granat, pasukan Bravo serta Alpha Company akhirnya berhasil menghancurkan sisa-sisa prajurit Vietcong yang terus melancarkan perlawanan sengit.
Ratusan personil Vietcong terbunuh dan dari salah satu mayat prajurit Viet Cong, personil Peleton III berhasil menyita dog tag atas nama Letnan Bob Taft yang mayatnya terpaksa ditinggalkan akibat gempuran sengit Viet Cong.
Jasad Letnan Bob Taft akhirnya berhasil dievakuasi meskipun tim SAR dan medis yang mengangkut tubuh Letnan Taft terus dihunjani tembakan saat menyeberangi sungai.
Untuk membantu pasukan Alpha dan Bravo Company yang kewalahan menghadapi musuh yang jumlahnya jauh lebih banyak, pasukan baru pun terus di datangkan di lokasi pendaratan LZ-X Ray dan LZ-Albany, yakni satuan Charlie dan Delta Company.
Kehadiran dua kompi pasukan yang masih segar itu dengan cepat merubah peta pertempuran karena pasukan Vietcong dan NVA makin terdesak dan memilih untuk bergerak mundur.
Seluruh kompi pasukan AS lalu dengan cepat membangun formasi perimeter pagar betis yang sulit ditembus, pertahanan melingkar 360 derajat.
Formasi tempur pagar betis antigerilya ini pernah diterapkan oleh pasukan TNI ketika berperang melawan pasukan DI/TII pimpinan Karto Suwiryo yang menerapkan perang secara gerilya.
Kendati perimeter yang dibangun pasukan AS cukup kuat pasukan NVA yang jumlahnya seperti tak pernah habis tetap saja melancarkan serangan hit and run dan berhasil menimbulkan kerugian cukup besar.
Serangan pasukan NVA ditujukan kepada Alpha dan Delta Company serta berlangsung dalam jarak dekat.
Puluhan korban tewas dan luka termasuk komandan Delta Company, Kapten Ray Lefebvre.
Serangan balasan pasukan AS bahkan menemui kendala karena pasukan NVA ternyata meiliki bunker yang sulit dihancurkan oleh senjata antitank, Light Antitank Weapon (LAW).
Pertempuran yang berlangsung hingga malam tiba bahkan menimbulkan korban jiwa yang makin besar bagi pasukan AS.
Taktik pertahanan melingkar yang dibangun oleh pasukan AS ternyata rapuh karena pasukan NVA justru menyerang pada titik-titik lemah perimeter.
Dalam pertempuran berlangsung semalam sebanyak 47 personil Bravo Company gugur, satu diantaranya adalah perwira. Sementara Alpha Company kehilangan 34 korban tewas dan tiga diantaranya prajurit berpangkat perwira.
Esok harinya pertempuran terus berlanjut. Pasukan AS yang dilengkapi senapan mesin berat M-60 berusaha keras mendesak Vietcong dan NVA yang tanpa henti terus datang menggempur.
Pesawat tempur seperti F-100 Super Sabre pun dikerahkan dan menjatuhkan bom-bomNapalm kea rah pasukan Vietcong serta NVA.
Pertempuran di Ia Drang yang berlangsung lima hari itu dan kedua belah pihak saling menerapkan taktik perang ala gerilya RI itu akhirnya memang berhasil memukul mundur pasukan Vietcong dan NVA.
Tapi pasukan AS harus membayar mahal karena sebanyak 307 personil tewas dan 524 personil lainnya luka-luka.
Sedangkan pasukan Vietcong dan NVA yang tewas sebanyak 1.519 personil.