Sabtu, 19 Maret 2016

Ancaman Nyata ASEAN Mendatang


Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menyatakan, perang masa kini adalah perang energi dan kedepan perang ekonomi, perang berlatar belakang energi, pangan dan air yang letaknya di sekitar equator dan ini semuanya akan menjadi tantangan karena semuanya akan mencari makan dan energi di negara-negara ASEAN.
Demikian cuplikan presentasi Panglima TNI saat mengikuti Sidang ke-13 ACDFIM (Asean Chief of Defence Force Informal Meeting) tahun 2016 di Don Chan Palace Hotel, Vientiane, Laos, beberapa waktu lalu.
Jenderal Gatot mengemukakan alasannya, bertolak dari Teori Thomas Maltus atau Teori Population, perkembangan jumlah penduduk seperti deret ukur dan ketersediaan pangan seperti deret hitung. Terbukti saat ini saja tatkala populasi penduduk dunia mencapai 11 Milyar, hampir 15 juta anak meninggal karena kemiskinan, kelaparan dan kesehatan yang buruk setiap tahunnya.
Padahal prediksi ke depan jumlah penduduk dunia saat alami krisis energi pada tahun 2043, manusia mencapai 12.3 Milyar yang berarti hampir 4 kali lipat populasi ideal penduduk bumi. Konsekuensinya pemenuhan kebutuhan energi, pangan dan air meningkat pula.
Pada sisi lain Jenderal Gatot menjelaskan bahwa konflik atau perang di belahan bumi saat ini seperti di Libya, Mesir, Irak, Kuwait, Iran, Sudan, Kongo, Nigeria, semuanya terjadi di Negara penghasil minyak dan terakhir adalah Ukraina negara penghasil minyak 10.000.000 barrel perhari. Inilah bukti konflik dunia berlatar belakang energi.
Panglima TNI dalam Sidang ke-13 ACDFIM, di Vietnam
Panglima TNI dalam Sidang ke-13 ACDFIM, di Vietnam
“Negara ASEAN kaya sumber daya alam dan geografinya memiliki vegetasi sepanjang tahun untuk menghasilkan bahan makanan, nantinya menjadi incaran negara negara non-equator yang berpenduduk sekitar 9.8 milyar, semua negara akan bergantung kepada negara sepanjang equator. Perebutan penguasaan sumber energi, pangan dan air menjadi latar belakang perang ekonomi dan lokasinya di ASEAN.Ancaman nyata kedepan bagi ASEAN,” ujar Panglima TNI.
Pada kesempatan itu Panglima TNI mengajak para Panglima ASEAN, untuk meningkatkan hubungan dan kerjasama dengan langkah-langkah antisipasi berupa regionalisme ASEAN yang berperan sebagai mekanisme manajemen konflik, menciptakan tatanan keamanan dan politik yang lebih komprehensif, interaksi kolaboratif seluruh Angkatan Bersenjata ASEAN dengan berprinsip mutual trust and confidence building measure melalui : entitas kawasan yang solid, menjamin kehidupan nasional setiap Negara kawasan terbebas dari tekanan dan ancaman, berkomitmen untuk tidak campur tangan atau intervensi terhadap urusan dalam negeri Negara masing masing, penyelesaian perselisihaan dengan cara-cara damai tanpa menggunakan kekuatan militer dan menolak tegas ancaman yang disertai dengan kekerasan baik dari dalam maupun luar kawasan serta isu keamanan yang bersifat multi dimensional di kawasan senantiasa diselesaikan oleh negara-negara di kawasan melalui cara komprehensif dengan cara diplomatis.
Pandangan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo tentang ancaman nyata bagi ASEAN kedepan mendapat tanggapan dan apresiasi sangat tinggi dari peserta Sidang ke-13 ACDFIM, salah satunya dari Panglima AB Singapura Major General Perry Lim (Chief Of Defense Force Singapore Armed Forces) menyatakan sebagai “suatu pandangan strategis dari seorang militer profesional”.

Puspen TNI

Kamis, 17 Maret 2016

Dibekali Combat Management System dari Cina, PT PAL Mulai Garap Empat KCR 60 Terbaru

KRI Tombak 629
KRI Tombak 629
Jumlah KCR (Kapal Cepat Rudal) 60 Sampari Class TNI AL kedepannya akan bertambah empat unit lagi setelah kini ada tiga unit kapal yang telah diluncurkan. Keempat Sampari Class dikabarkan akan dibekali CMS (Combat Management System) besutan Cina, mengingat bekal sistem senjata utama di KCR 60 memang empat rudal anti kapal C-705 buatan China Aerospace Science and Industry Corporation (CASIC).
“Memang saat ini belum ada kontrak untuk pengadaan empat KCR 60 tersebut, namun kami sudah memperoleh instruksi untuk memulai pembangunan. Kontrak formal diperkirakan akan dilakukan dalam beberapa bulan kedepan,” ujar Tjahjono Yudo, General Manager of Corporate Strategic Planning PT PAL, dikutip dari Janes.com (8/3/2016). Sampai saat ini, PT PAL telah menuntaskan tiga pesanan KCR Sampari Class, yakni KRI Sampari 628, KRI Tombak 629 dan KRI Halasan 630. Sampai tahun 2018 direncakan jumlah KCR-60 akan ditambah terus kuantitasnya hingga 16 kapal guna memenuhi MEF (Minimum Essential Force).
KRI Sampari 628
KRI Sampari 628

KRI Tombak 629
KRI Tombak 629

KRI Halasan 630
KRI Halasan 630
Dengan diadopsinya CMS dari Cina, maka tak menutup kemungkinan kanon yang sementara bertengger di KCR 60 akan diganti ke kanon besutan Cina. Pilihannya bisa jadi menggunakan kanon CIWS (Close In Weapon System) AK-630M, jenis kanon enam laras kaliber 30 mm yang juga digunakan di KCR Clurit Class. Maklum selama ini ketiga unit Sampari Class masih terlihat dipasangi meriam Bofors 40 mm L/70. Adopsi meriam ‘lawas’ dengan kubah ini jelas terasa timpang dengan desain kapal yang futuristik. Dari sisi daya getar, penggunaan Bofors 40 mm jelas kurang member efek getar, apalagi meriam ini pengoperasiannya masih manual.
Untuk urusan kanon, spesifikasi teknis yang dipaparkan PT PAL bahwa KCR 60 adalah meriam kaliber 57 mm. Bila melihat pada tampilan mockup desain, yang bakal dipasang nantinya minimal adalah meriam reaksi cepat jenis Bofors 57 mm MK.2, atau bisa jadi tipe MK.3. Namun spesifikasi bisa saja dapat diganti disesuaikan dengan kebutuhan dan tentunya anggaran yang tersedia.
tombak-2tombak-1
“Dalam kontrak pengadaan nanti, diharapkan turut menyertai kontrak instalasi CMS untuk tiga kapal pertama,” papar Tjahjono Yudo. Pada tahap instalasi, PT PAL akan mengundang kontraktor pertahanan asing dan kontraktor dari dalam negeri. Meski begitu, pihak PT PAL tetap yang akan memimpin dalam tahap integrasi CMS ke dalam platform kapal perang.
KCR 60 punya panjang keseluruhan 60 meter dan berbot total 460 ton. Sebagai kapal cepat, KRI Sampari disokong 2 mesin diesel yang masing-masing punya kekuatan 2880 KW. Dari mesin tersebut, dapat dicapai kecepatan maksimum 28 knot, kecepatan jelajah 20 knot, dan kecepatan ekonomis 15 knot. Dengan jumlah awak 55 personel, KRI Sampari dirancang untuk mampu berlayar terus menerus selama 9 hari. Jarak jelajahnya bisa mencapai 2.400 nautical mile pada kecepatan 20 knot.
Bicara tentang persenjataan, platform KCR 60 dirancang untuk bisa membawa empat peluncur rudal C-705, dimana masing-masing dua peluncur menghadap arah yang berlawanan. (Gilang Perdana)

Oto Melara 30mm: Rahasia Kecanggihan Kanon Andalan KRI Cakalang 852

squared_medium_MARLIN_IMG_6964_s
Satuan Kapal Patroli (Satrol) Koarmabar TNI AL mendapat tambahan kekuatan baru, yakni dengan diresmikannya KRI Cakalang 852 buatan PT Caputra Mitra Sejati (CMS). Berita peluncuran kapal perang besutan lokal sudah jamak didengar, tapi terselip kabar lain dari sosok KRI Cakalang 852, pasalnya kapal patroli ini disebut bakal dilengkapi kanon single barrel Oto Melara 30 mm Finmeccanica dari Italia.

Kabar bakal diadopsinya OTO Melara 30 mm untuk kapal perang TNI AL tentu sedikit mengejutkan, pasalnya untuk kanon di kaliber 30 mm untuk pengadaan ‘baru,’ TNI AL lebih dikenal dekat dengan produk besutan Cina. Ambil contoh kanon CIWS (Close In Weapon System) AK-630M yang memperkuat KRI Clurit 641 dan KRI Kujang 642. CIWS TNI AL yang juga buatan Cina adalah Type 730 yang didapuk melengkapi sistem senjata di korvet Parchim TNI AL. Oto Melara sendiri namanya sudah sangat kuat dan melekat di TNI AL, yaitu sebagai kanon reaksi cepat 76 mm rapid/super rapid gun yang terpasang di frigat Van Speijk, korvet SIGMA Diponegoro Class, korvet Bung Tomo Class, dan PKR (Perusak Kawal Rudal) SIGMA 10514 Martadinata Class.

Oto_Melara_light_naval_weapon_systems_1

“Spekteknya nantinya dilengkapi dengan senjata 30 mm Oto Melara, Italia, yang lain (senjata) masih wacana,” ujar Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama M Zainudin, Jumat, dikutip dari detik.com (11/3/2016). Bila pada saatnya nanti Oto Melara 30 mm terpasang di KRI Cakalang 852, maka dari sisi kesenjataan, KRI Cakalang 852 akan setara dengan kapal milik Satrol eks AL Brunei, KRI Badau 841 dan KRI Salawaku 842. Kedua kapal hibah dari Brunei ini dilengkapi kanon Oerlikon 30 mm Twin Gun.

30mmMarlin_01maxresdefault
Kembali ke Oto Melara 30 mm, kami mencoba menelusuri catatan seputar kanon ini, varian terbaru yang ditawarkan Finmeccanica menganut teknologi MARLIN WS (Modular Advanced Remotely controlled Lightweight Naval Weapon Station). Dari segi instalasi, Oto Melara 30 mm dirancang mudah untuk dipasang di semua jenis tipe kapal perang, tidak diperlukan rekayasa pada desain internal lambung kapal, alias tinggal plug in pada dudukan. Untuk kapal patroli cepat, Oto Melara 30 mm dirancang sebagai senjata utama, namun bila dipasang di frigat/korvet, maka akan menjadi senjata lapis kedua.

19340786788_53973a955e_b
Dengan desain modular, kubah Oto Melara ini dapat diganti pasang jenis larasnya, bila menggunakan kaliber 30 mm, larasnya Mauser MK30-A2 atau ATK-MK44. Sementara bila menggunakan kaliber 25 mm, larasnya menggunakan ATK-M242 atau Oerlikon KBA. Dengan dukungan CMS (Combat Management System), Oto Melara 30 mm sanggup meladeni multi target. Dukungan perangkat pada kubahnya mencakup optical sensor suite untuk mendukung pencitraan siang dan malam. Bisa lagi ditambahkan laser range finder yang dipasang coaxial pada kubah.

Oto Melara 30 mm dapat dioperasikan stand alone dengan remote control consol yang terdapat di PIT (Pusat Informasi Tempur). Namun Oto Melara 30 mm dapat pula diintegrasikan dengan CMS, menjadikan sistem senjata ini terkonfigurasi utuh dalam FCS (Fire Control System) yang melibatkan peran radar penjejak dan video tracking. Jalur yang digunakan dari terminal senjata ke CMS/FCS memakai teknologi LAN (local area netwotk).
Meski berupa senjata dengan laras tunggal, pasokan amunisi ke laras berasal dari dua kantong magasin, di kiri dan kanan. Model dual feed amunisi ini mengingatkan pada rancangan SMB (Senapan Mesin Berat) CIS 50MG yang dipakai Kopassus dan kostrad. Dari sisi performa, Oto Melara 30 mm dapat menjangkau sasaran sejauh 3.000 meter. Kecepatan tembak per menitnya adalah 160 peluru per menit (kaliber 30 mm) dan 220 peluru per menit (kaliber 25 mm).

Dengan beragamnya jenis kanon yang melengkapi fire power kapal perang TNI AL, diharapkan juga disiapkan secara memadai untuk urusan logistik, suku cadang dana amunisi. Di kelas kanon, TNI AL masih punya 2M3 25 mm buatan Uni Soviet, Vektor G12 20 mm, Oerlikon 20mm/70 MK4, DS 30B REMSIG 30 mm dan Rheinmetall Rh202 20 mm. Bila Oto Melara 30 mm yang berbobot 1,4 ton berikut sistem sensornya dipasang lengkap di KRI Cakalang 852, bisa jadi harga sistem senjatanya akan lebih mahal dari harga produksi kapalnya sendiri. Tapi itulah realita, harga menentukan kualitas, kita berharap adopsi senjata anyar ini juga tak melupakan elemen ToT (transfer of technology).

KRI Cakalang 852 yang diluncurkan perairan Banten ini memiliki panjang (Loa) 44,40 meter, lebar 7,40 meter dan tinggi tengah kapal 3,40 meter. Meski telah diresmikan pada bulan Maret 2016, rencananya kapal ini baru akan diserahkan ke TNI AL pada bulan Juli 2016 setelah melewati commodore inspection.
14576096354205125331e77529e-4b51-40d3-9490-7754be0028d3_169
KRI Cakalang 852 memiliki mesin utama 3 x 1800 Hp dengan putaran mesin 2300 rpm, dan kecepatan maksimum mencapai 24 knot. Kapal ini juga memiliki kecepatan jelajah sampai 17 knot dengan daya jangkau 1632 nautical mile (setara 3.022 km). Kapal berbobot 230 ton ini mampu memuat tanki bahan bakar hingga 56.000 liter. (Bayu Pamungkas)

KnAAPO Kebanjiran Order, RI Baru Bisa Terima Sukhoi Su-35 Mulai 2018, Sabarkah Indonesia?

su35
Meski pengadaan 10 unit Sukhoi Su-35 Super Flanker telah diputuskan Kementerian Pertahanan RI, namun bukan berarti armada Su-35 bisa datang sesuai waktu yang diinginkan pihak Indonesia. Saking larisnya pesanan, manufaktur Su-35, Komsomolsk-na-Amure Aircraft Production Association (KnAAPO) harus berkonsentrasi memenuhi pesanan yang berstatus kontrak resmi, yakni dari dalam negeri Rusia, Cina dan Aljazair. Indonesia meski telah memutuskan membeli Su-35, statusnya belum melakukan penandatanganan kontrak pembelian.

“Saat ini, kami tengah mempertimbangkan untuk fokus pada produksi jet tempur modern Su-35. Namun demikian, ini semua tidak akan memengaruhi antrean. Dalam lima tahun ke depan, pabrik kami memiliki kontrak untuk memproduksi 50 unit pesawat untuk Angkatan Udara Rusia, dan 24 unit untuk Tiongkok. Sementara, menurut perkiraan kami, Indonesia baru bisa menerima dua jet pertamanya pada 2018,” kata nara sumber dari Kementerian Pertahanan Rusia, dikutip dari Izvetia lewat situs Indonesia.rbth.com (10/3/2016).
Su-35-Flanker-E-1

Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan, sampai saat ini KnAAPO telah memproduksi 14 unit Su-35, beberapa unit Su-30MK2 untuk Vietnam, dan armada Su-27 yang dimordenisasi pada tahun 2015 lalu. Lamanya pesanan Su-35 Indonesia juga disebut-sebut karena karakteristik teknis Su-35 yang dibuat untuk Indonesia perlu kustomisasi dan persetujuan khusus. “Sepertinya, Indonesia ingin memasang sistem buatan non-Rusia pada pesawatnya. Karena itu, perlu lebih banyak waktu untuk mensurvei dan menguji coba apakah sistem tersebut bisa bekerja dengan optimal,” tutur sumber di Kemenhan Rusia. Seperti diketahui, interoperabilitas antar alutsista TNI menjadi isu yang selalu mengemuka, pasalnya TNI terbiasa membeli alutsista dari beragam pemasok, baik yang bestandar NATO dan Rusia. Salah satu kasus yang harus dipecahkan seperti data link antar sistem senjata tersebut.

Manuver Su-35 yang memukau dalam Paris Air Show 2013.
Manuver Su-35 yang memukau dalam Paris Air Show 2013.

Sebagaimana yang ditulis banyak media, dengan membeli pesawat Su-35, Indonesia akan mendapatkan teknologi pembuatan pesawat yang sangat mirip dengan teknologi pembuatan pesawat generasi kelima.
Benarkah Indonesia siap menunggu untuk dua unit kiriman pertama Su-35 pada tahun 2018? Jawaban pastinya kita tunggu saja dari acara penandatanganan kontrak pembelian. Menteri Pertahahan Ryamizard Ryacudu pernah menyebut akan berangkat ke Rusia untuk penandatanganan pembelian 10 unit Su-35 senilai US$1 miliar pada pertengahan Maret 2016, namun kabar terbaru proses penadatanganan diundur ke bulan April 2016.
Nozzle Su-35 yang dilengkapi thrust vectoring.
Nozzle Su-35 yang dilengkapi thrust vectoring.

Benarkah Indonesia akan sabar menanti hingga 2018? Di 2018 pun hanya dua pesawat yang baru bisa diserahkan. Ataukah di detik-detik terakhir pilihan jet tempur akan berganti? Sebelum ‘janur kuning’ melengkung, segala sesuatu memang bisa terjadi, yang jelas Skadron Udara 14 sangat membutuhkan jet tempur pencegat baru sebagai pengganti F-5 E/F Tiger II. Selain Indonesia, negara lain yang berpotensi membeli Su-35 dalam waktu dekat adalah Venezuela dan Vietnam. (Haryo Adjie)

September 2016, Pabrik Kapal Selam PT PAL Mulai Beroperasi

Area pabrik kapal selam PT PAL dalam proses pembangunan.
Area pabrik kapal selam PT PAL dalam proses pembangunan.
Ada kabar baik untuk perkembangan ToT (transfer of technology) industri alutsista di Indonesia. Pasalnya pihak PT PAL menyebut bahwa di bulan September 2016, seluruh pekerjaan fisik pembangunan komplek pembuatan kapal selam di Surabaya akan rampung, artinya proses pengerjaan pesanan ketiga Changbogo Class sudah dapat dimulai.
Seperti dikutip dari Janes.com (8/3/2016), pembangunan pesanan ketiga kapal selam Changbogo Class akan dimulai satu bulan sesudah pabrik dibuka, yakni pada bulam Oktober 2016. “Sebagai wujud dari alih teknologi, fasilitas produksi kapal selam di PT PAL akan mengadopsi fasilitas sejenis yang ada di galangan Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME) di Korea Selatan,” ujar Tjahjono Yudo, General Manager PT PAL.
Sebagai informasi, kontrak pengadaan tiga unit Changbogo Class ditandatangani pada tahun 2011, di dalam kontrak juga tercantuk implementasi ToT, dimana salah satunya proses produksi kapal selam ketiga dilakukan di Indonesia. Tjahjono Yudo menambahkan, bahwa saat ini tim dari PT PAL sudah ada yang dikirim ke Okpo di Korea Selatan untuk mengamati dan mempelajari proses pembuatan dua pesanan Changbogo Class TNI AL. Changbogo Class sendiri merupakan kapal selam diesel listrik yang berangkat dari rancangan Type 209/1400 Jerman.
Fasilitas pabrik kapal selam DSME di Korea Selatan.
Fasilitas pabrik kapal selam DSME di Korea Selatan.

Menurut rencana, pesanan Changbogo pertama dan kedua akan diserahkan ke Kementerian Pertahanan RI pada tahun 2017. Sementara pesanan ketiga yang dibuat di PT PAL, diharapkan meluncur pada tahun 2019. Di tahun depan, selain kedatangan Changbogo Class, TNI AL juga akan mendapat kado alutsista lain, seperti helikopter AKS (anti kapal selam) AS565 MBe Panther, bahkan kapal latih tiang tinggi (tall ship) pengganti KRI Dewa Ruci akan meluncur dari galangan Freire Shipyard, Spanyol pada bulan Juli 2017.
Kembali seputar kedatangan kapal selam dari Korea Selatan, Korps Hiu Kencana TNI AL juga akan mendapatkan home base baru di Watusampu, Palu. Pangkalan kapal selam dari Koarmatim ini dijadwalkan siap beroperasi pada akhir tahun ini. (Gilang Perdana)

Rabu, 16 Maret 2016

Arhanud di Indonesia, Masih Berkutat di Zona SHORAD (Short Range Air Defence)

Poprad-Missiles-Made-in-Poland
Lepas dari hubungan erat dengan Israel dan AS, harus diakui Singapura adalah negeri dengan sistem pertahanan udara (hanud) terkuat di Asia Tenggara. Terkhusus bicara seputar hanud titik (point defence) yang terdiri dari racikan kanon dan rudal SAM (surface to air missile), Singapura nyaris tiada tanding, kekuatannya sekokoh Israel di Timur Tengah. Ironisnya, bila Indonesia hingga empat dekade masih berkutat di hanud berbasis SHORAD, maka hanud Singapura jadi yang terlengkap, baik SHORAD hingga koleksi SAM jarak sedang – jauh semua ada, plus logistik amunisi yang mencukupi untuk meladeni perang berhari-hari.
Memang masih jadi tanda tanya besar, mengapa sampai saat ini TNI masih berkutat di SHORAD, padahal koleksi sista SHORAD, khususnya rudal MANPADS (Man Portable Air Defence System) variannya cukup banyak. Setelah era Rapier dan RBS-70, lini rudal MANPADS makin bertambah, sebut saja rudal Grom sebagai pengganti Rapier.Tak puas dengan Grom, maka hadir rudal Mistral dari MBDA. Mistral jadi yang paling besar dalam kuantitas, mengingat diadopsi oleh Arhanud TNI AD dan pada peluncur Tetral di korvet SIGMA (Diponegoro Class).
012655414
anon ZUR/23 komposit rudal Grom
Rapier Arhanud TNI AD
Rapier Arhanud TNI AD
Mungkin karena pertimbangan ingin memiliki rudal pencegat super cepat, kemudian ada lagi order rudal Starstreak untuk TNI AD yang mampu melesat Mach 4. Meski belum resmi diakuisisi, rudal QW-3 juga sempat ditawarkan ke TNI AD, setelah sebelumnya QW-3 digunakan Paskhas TNI AU. Di lingkup Korps Marinir TNI AL, sejak lama ada rudal panggul Strela, eks pembelian dari Jerman Timur. Dan kabar terbaru, Kementerian Pertahanan sedang melirik pengadaan paket integrasi sistem pertahanan AF902 FCS dari Cina, yang didalamnya terdapat komponen rudal SAM SHORAD PL-9C.
Mistral Atlas dengan kendaraan pengusung Komodo
Mistral Atlas dengan kendaraan pengusung Komodo

Itu semua diatas baru bicara lini rudal, bicara SHORAD maka juga harus menyinggung keberadaan kanon. Untuk kanon hanud, koleksi TNI memang tak seberapa banyak, sebut saja mulai era Tripe Gun Paskhas TNI AU, Rheinmetall Twin Gun 20 mm, Type 80 23 mm Giant Bow, kanon ZUR/23 komposit rudal Grom TNI AD, dan yang terbaru serta paling canggih Oerlikon Sykshield milik Paskhas TNI AU. Rencananya varian Oerlikon Millenium juga akan dipasang di korvet SIGMA 10514 (Martadinata Class). Dan masih terkait dengan paket integrasi sistem pertahanan AF902 FCS, didalamnya juga terdapat kanon Type 90/35 mm Twin Gun besutan Norinco, Cina.
Meski terasa sudah ditinggalkan, tapi keberadaan sista SHORAD berbasis meriam lawas macam S-60 dan Bofors 40 mm masih tetap dipertahankan oleh Arhanud TNI AD. Salah satu upaya modernisasi alutsista ‘buyut’ era Operasi Trikora ini adalah dengan meramunya dengan teknologi fire control system.
S-60 Arhanudse TNI AD dalam sebuah uji penembakan
S-60 Arhanudse TNI AD dalam sebuah uji penembakan
Dari kesemuanya dapat disimpulkan, hanud titik di Indonesia sangat lemah untuk merespon sasaran yang terbang di ketinggian diatas 6.000 meter. Tanpa andil dan kehadiran jet tempur TNI AU di lokasi, bisa dipastikan pesawat udara lawan bsia melenggang bebas di angkasa tanpa perlawanan berarti.
Netizen dan para pemerhati militer di Tanah Air sudah lama merespon kondisi ini, seperti rajin ‘berteriak’ agar Kemhan dan TNI mulai melanjutkan proses penjajakan untuk pengadaan rudal SAM S-300. Bahkan dalam ‘kegemasan,’ tak sedikit yang kemudian mengusulkan agar Indonesia bisa mempunyai sista SHORAD semacam Pantsir S-1 dan rudal Buk dari Rusia. Insiden yang pernah terjadi diatas langit Lanud El Tari, Kupang, NTT, mestinya bisa menjadi pembelajaran bagi pemangku kebjikan pertahanan di Tanah Air.
Parade rudal SA-2 dalam sebuah defile tahun 60-an di Istora Senayan
Parade rudal SA-2 dalam sebuah defile tahun 60-an di Istora Senayan
Kesmpulannya, SHORAD masih sangat diperlukan, karena pada hakekatnya setiap jenis ancaman dari aspek udara punya karakteristik dan respon yang berbeda. Tentu sasaran yang terbang rendah dan sifatnya low priority tidak pas dihadapi dengan rudal sejenis S-300, selain harga per unitnya mahal, gelaran operasionalnya pun tidak setaktis SHORAD MANPADS. Namun, jangan mengesampingkan juha SAM jarak sedang untuk target yang terbang tinggi.
Spyder milik AU Singapura. Platform rudal buatan Israel ini mampu mengusung dua jenis SAM, baik jarak pendek dan jaran menengah.
Spyder milik AU Singapura. Platform rudal buatan Israel ini mampu mengusung dua jenis SAM, baik jarak pendek dan jaran menengah.
Kita masih ingat saat AURI dahulu mengoperasikan rudal SA-2, faktanya tak satu pun rudal dilepaskan untuk menghamtam sasaran, namun efek deteren yang didapat sangat maksimal, setidaknya dalam rentang waktu tertentu, black flight otomatis berkurang. Sebuah pilihan yang layak dicermati, mengingat keterbatasan biaya operasional dan kuantitas jet tempur TNI AU. (Haryo Adjie)

Type 90/35mm: Kanon Hanud Twin Gun dari Cina, Incaran Proyek MEF II TNI

Type_90_PG99_35mm_anti-aircraft_twin-gun_China_Chinese_army_defense_industry_military_technology_010
Jagad militer negara-negara berkembang mungkin layak bersyukur dengan kreativitas industri pertahanan Cina. Negeri Tirai Bambu ini tergolong sukses menerapkan ToT (transfer of technology), lewat upaya lisensi resmi, bahkan tak sedikit juga menjiplak tanpa ijin, Cina berhasil memproduksi alutsista sejenis buatan Negara Barat dan Rusia dengan harga miring. Cina seolah menjadi jawaban atas keterbatasan kocek negara berkembang yang butuh solusi persenjataan yang sifatnya taktis.
TNI sendiri sudah cukup mahfum dengan beragam alutsista buatan Cina, mulai dari rudal anti kapal, roket anti tank, ranpur lapis baja, sampai kanon PSU (penangkis serangan udara). Dan kabar terbaru yang tengah santer adalah diliriknya sistem pertahanan udara terintegrasi AF902 FCS (fire control system) serta Penangkis Serangan Udara (PSU) twin 35 mm, plus rudal hanud PL-9C SHORAD (Short Air Defece System) oleh Kementerian Pertahanan RI. Kesemuanya tak asli-asli amat buatan Cina, namun lewat rekayasa industri, sistem pertahanan tadi bisa dikemas kompak dalam paket penjualan menarik.

Type_90_PG99_35mm_anti-aircraft_twin-gun_China_Chinese_army_defense_industry_military_technology_003Type_90_PG99_35mm_anti-aircraft_twin-gun_China_Chinese_army_defense_industry_military_technology_006Type_90_PG99_35mm_anti-aircraft_twin-gun_China_Chinese_army_defense_industry_military_technology_008
Mengenai rudal hanud PL-9C telah kami kupas tuntas di artikel sebelum ini, dan kini giliran dikupas tentang PSU kanon twin 35 mm. Dalam sistem sistem pertahanan udara terintegtrasi AF902 FCS, pilihannya jatuh pada jenis kanon Type 90 (PG99). Kanon twin gun 35 mm ini diproduksi dan dikembangkan oleh Norinco (China North Industries Corporation), manufaktur persenjataan kondang dari Cina.
Merujuk sejarahnya, Type 90 adalah lisensi dari kanon Oerlikon GDF buatan Rheinmetall Air Defence AG (d/h Oerlikon Contraves). Awalnya sistem senjata ini disebut sebagai 2 ZLA/353 ML, lalu kemudian diubah menjadi GDF-001. Pengemban senjata ini sudah dimulai Oerlikon sejak tahun 1950, dan sampai saat ini platform senjata, berikut produk lisensinya telah digunakan oleh 30 negara.
Type_90_PG99_35mm_anti-aircraft_twin-gun_China_Chinese_army_defense_industry_military_technology_line_drawing_blueprint_001Type_90_PG99_35mm_anti-aircraft_twin-gun_China_Chinese_army_defense_industry_military_technology_005
Merujuk ke asasinya, Type 90 didapuk untuk menghajar pesawat tempur yang terbang rendah, helikopter, rudal jelajah, dan drone (UAV). Di Cina, Type 90 sudah dioperasikan secara penuh oleh satuan Arhanud AD. Kecepatan reaksi menjadi andalan senjata penangkis ini, dalam waktu hanya 6 detik, kanon mampu bereaksi pada sasaran di udara. Dengan pola kerja gas operated, kanon 35 mm/90 ini dapat melontarkan 550 proyektil per menit. Kecepatan luncur proyektilnya mencapai 1.175 meter per detik. Berapa jarak tembak efektifnya? Disebutkan bisa mencapai 3.200 – 4.000 meter.
Type_90_PG99_35mm_anti-aircraft_twin-gun_China_Chinese_army_defense_industry_military_technology_004AF902_FCS-35mm_anti-aircraft_gun_air-defense_system_Norinco_China_Chinese_army_indsutry_military_technology_640_001
Sebagai sista hanud modern, Type 90 dapat dioperasikan manual dan tentu saja dapat dikendalikan secara otomatis bersamaan dengan unit kanon lainnya lewat AF902 FCS. Bicara tentang amunisi, Type 90 dirancang mampu melepaskan empat jenis peluru maut, yakni HEI ((High Explosive Incendiary), HEI-T (High Explosive Incendiary Tracer), SAPHEI-T (Semi-armor-piercing high-explosive incendiary Tracer) dan TP-T (Target Practice Tracer). Seperti halnya kanon hanud lainnya, Type 90 juga sah-sah saja digunakan untuk melibas sasaran di permukaan, seperti ranpur lapis baja ringan.
AF902_FCS-35mm_anti-aircraft_gun_air-defense_system_Norinco_China_Chinese_army_indsutry_military_technology_003ad_aag_gdf_v4Type_90_PG99_35mm_anti-aircraft_twin-gun_China_Chinese_army_defense_industry_military_technology_011
Soal pasokan amunisi, sistem Type 90 dilengkapi magasin berisi 112 peluru siap tembak, dan magasin lainnya yang berisi 126 peluru untuk proses rapid reloading. Waktu yang dibutuhkan untuk reload amunisi dalam teori hanya perlu 7,5 detik saja. Platform kanon ini dibuat dalam pilihan carry guns (towed) dan mobile platform. Pada setiap platform pengusung, disiapkan hydro-mechanical recoil untik menyerap kekuatan hentakan saat proses penembakan.
Alasan harga memang menjadi pertimbangan penting atas diliriknya sistem senjata hanud ini oleh Kemhan RI. Sebelumnya TNI (Paskhas TNI AU) malah sudah mengoperasikan varian hanud 35 mm single barrel Oerlikon Skyshield MK2 buatan Rheimetall Air Defence.

Variian asli, Oerlikon GDF 35 mm.
Variian asli, Oerlikon GDF 35 mm.
Bila Indonesia baru dalam tahap menjajaki, maka Singapura sudah cukup lama menggunakan Oerlikon GDF.
Bila Indonesia baru dalam tahap menjajaki, maka Singapura sudah cukup lama menggunakan Oerlikon GDF.

“Penjajakan ini merupakan bagian upaya untuk memenuhi kebutuhan alat utama sistem persenjataan TNI sesuai Rencana Strategis MEF (Minimum Essential Force) II periode 2015-2019,” kata Direktur Jenderal Perencanaan Kementerian Pertahanan RI Marsekal Muda TNI M Syaugi, dikutip dari Antaranews.com (1/3/2016).
“Berdasarkan paparan dan display yang ditampilkan, sistem pertahanan udara yang ditawarkan cukup bagus, begitu pun dengan PSU-nya yang memiliki daya ledak, daya jangkau, akurasi serta presisi bagus, tidak kalah dengan produk Oerlikon,” kata Syaugi.”Kita berhak mengadakan alat utama sistem persenjataan dari negara mana pun, asalkan sesuai dengan spesifikasi teknis dan kebutuhan operasi pengguna yakni TNI,” katanya. (Gilang Perdana)

Spesifikasi Kanon Type 90/35 mm
– Kaliber: 35 mm
– Barrel: Twin
-Panjang laras: 3,15 meter
– Sudut elevasi laras: -5 sampai 92 derajat
– Sudut putar laras: 360 derajat
– Kecepatan tembak: 550 proyektil per menit
– Kecepatan luncur proyektil: 1.175 meter per detik
– Jarak tembak efektif: 4.000 meter
– Bobot berikut amunisi: 6.800 kg
– Sistem penembakkan: computerized fire control dan laser range finder
– Amunisi: HEI-T, HEI, SAPHEI-T, dan TP-T
– Awak: 5 personel