Selasa, 22 September 2015

Merintis Tim Aerobatik Baru TNI AU dengan Pesawat Jerman

Pesawat Latih Grob TNI AU (photo: Ferdian)
Pesawat Latih Grob TNI AU (photo: Ferdian)

Setelah sukses dengan Jupiter Aerobatic Team (JAT) bersama pesawat latih KT-01 Woong Bee buatan Korea Selatan, Lanud Adisutjipto merintis aerobatik memakai pesawat Grob TP-A buatan Jerman. Grob Team akan mendebarkan tanah air dalam atraksi pada HUT TNI ke-70 mendatang.

Grob Team cukup kontras dengan JAT. Dengan KT-01, JAT mampu bermanuver secara ekstrim seperti berbalik 180 derajat di udara. Sedangkan Grob yang baru dirintis cenderung lebih berhati-hati. Tetapi keunggulan Grob didukung langsung dengan 16 pesawat dan langsung melibatkan 32 penerbang.

Sebelumnya Grob memang kerap tampil di sejumlah event seperti Jogja Air Show. Tapi penampilan menekankan pada fly pass. Tetapi di pertengahan 2015, Grob Team menjajal manuver ekstrim dengan membentuk angka 70. Setelah memutar otak dan berkali-kali melakukan percobaan, puluhan instruktur penerbang sukses membentuk angka 70 pada Kamis (17/9/2015) pagi.

Pesawat Latih Grob TNI AU
Pesawat Latih Grob TNI AU

“Ini merupakan latihan pertama kali menggabungkan formasi angka tujuh dan nol sehingga membentuk angka 70. Percobaan ini dilakukan untuk persiapan HUT TNI ke-70 di Merak, Banten,” terang Danlanud Adisutjipto, Marsma TNI Imran Baidirus, (17/9/2015).

Dalam formasi angka nol melibatkan delapan pesawat dengan Letkol Pnb Onesmus GRA sebagai Flight Leader. Sedangkan untuk formasi angka tujuh yang juga memakai delapan pesawat Letkol Pnb Sukarno sebagai Flight Leader. Grob Team melibatkan banyak penerbang karena tiap pesawat diisi dua penerbang.

Danlanud mengakui formasi perdana yang dilakukan Grob Team butuh penyempurnaan. Sehingga latihan akan terus dilakukan selama 15 hari ke depan. Tetapi ia mengapresiasi keberanian para penerbang. “Latihan akan dilakukan terus menerus sampai mendekati kesempurnaan,” ujarnya.

Sebelumnya, 18 unit pesawat Grob TP-A didatangkan dari Jerman melalui anggaran Kementrian Pertahanan. Pesawat ini tiba di Lanud Adisutjipto Jogja sejak September 2013 untuk menggantikan kakaknya, AS 202 Bravo yang sudah lanjut usia. Kegiatan harian pesawat ini untuk mendukung bina terbang bagi siswa Sekbang TNI AU.

Harianjogja.com

Labirin Jet Tempur Korea-Indonesia

KF-X IF-X Fighter
KF-X IF-X Fighter

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Letnan Jenderal Ediwan Prabowo dan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Budi Santoso menekan sirene di hanggar milik PT DI, awal bulan ini. Suara sirene menandakan dimulainya pembangunan hanggar khusus, tempat pengembangan pesawat tempur Korean Fighter X-periment (KF-X) dan Indonesian Fighter X-periment (IF-X). Targetnya, hanggar seluas 4 hektare di samping bandara Husein Sastranegara tersebut berdiri pada Desember mendatang.

Program pengembangan pesawat tempur KF-X/IF-X merupakan kerja sama pemerintah dengan Korea Selatan yang didasari oleh letter of intent (LoI) pada 2009 dan memorandum of understanding (MoU) setahun kemudian. Pada 2014, kedua negara menandatangani kesepakatan sebagai payung hukum pelaksanaan program tersebut. Sesuai dengan perhitungan awal, proyek tersebut bakal menelan dana lebih dari US$ 8 miliar (Rp 124 triliun).

Berdasarkan perjanjian, Korea Selatan akan menanggung 80 persen biaya proyek, sedangkan Indonesia hanya membayar 20 persen sisanya. Peresmian hanggar di Bandung adalah wujud nyata proyek ini digarap di lapangan.

Namun itu tak berlangsung lama. Lima hari setelah peresmian pembangunan hanggar, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan kerja sama KF-X/IF-X ditunda tanpa batas waktu yang jelas. Sebenarnya, tanda-tanda akan batalnya proyek ini sudah terlihat saat Wakil Presiden Jusuf Kalla tiba dari kunjungan kerja ke Seoul, Korea Selatan.

Saat itu, akhir Agustus lalu, Kalla mengatakan sudah memberi tahu Perdana Menteri Hwang Kyo Ahn bahwa Indonesia memutuskan menunda kerja sama pembuatan pesawat tempur. “Indonesia butuh tank dan senjata banyak. Jadi kami berikan prioritas kebutuhan lebih banyak dulu,” kata Kalla. Hal itu disesalkan oleh Hwang karena dia ingin proyek ini berjalan terus.

Ini bukan pertama kalinya program KF-X/IF-X ditunda. Pada awal Maret 2013, justru pemerintah Korea yang menyetop kerja sama dengan Indonesia selama 18 bulan. Saat itu, parlemen Korea Selatan belum memberikan izin pendanaan fase kedua. Ada tiga tahapan program KF-X/IF-X, yakni pengembangan teknis, rekayasa manufacturing, dan pembuatan purwarupa.

Pada 2011, fase pertama dijalankan. Sejumlah teknisi dan pakar dari PT Dirgantara Indonesia dikirim ke Korea Selatan untuk belajar pada Korea Aerospace Industries. Selama penundaan satu setengah tahun itu, teknisi PT DI pun harus pulang ke kantor mereka di Bandung.

Direktur Teknologi PT Dirgantara Indonesia, Andi Alisjahbana, membantah penundaan program KF-X/IF-X. Menurut dia, saat ini program pembuatan pesawat tempur itu memasuki tahap engineering and manufacturing development. Walhasil, evaluasi dilakukan oleh kedua negara. “Tujuannya agar dapat rancangan pesawat sesuai dengan keinginan pemerintah,” kata Andi.

Evaluasi atau penundaan mungkin tak terlalu penting. Ketua Komisi Pertahanan DPR Mahfudz Siddiq lebih khawatir proyek ambisius Korea dan Indonesia ini bubar di tengah jalan. “Jika tetap jalan, waktu pembuatan akan molor. Hasilnya, teknologi yang dipakai bisa ketinggalan zaman,” kata dia.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu juga khawatir negara merugi jika kerja sama KF-X/IF-X batal. Sebab, pemerintah sudah mengucurkan dana dalam proyek tersebut. Sayangnya, Mahfudz tak hafal berapa jumlahnya. Dia meminta pemerintah mengevaluasi ulang program KF-X/IF-X dan menghitung duit yang sudah digelontorkan. “Kalau tidak realistis, sebaiknya disetop sekarang, sebelum keluar uang lebih banyak lagi.”


Rekan Mahfudz di parlemen menyatakan pemerintah sudah menggelontorkan duit lebih dari Rp 1,6 triliun untuk program ini. Anehnya, pemerintah meneken kerja sama dengan Korea sebelum berbicara dengan DPR. “Indonesia diperbolehkan ikut bikin KF-X dengan syarat beli dulu sejumlah peralatan militer Korea, seperti jet tempur T-50 dan kapal selam,” kata anggota DPR yang menolak disebutkan namanya itu.

Dia mengatakan, dalam pembuatan KF-X, Korea Selatan bergantung pada ilmu dan teknologi Amerika Serikat. Negeri Abang Sam itu hanya bersedia memberikan teknologi pembuatan jet tempur canggih kepada Korea Selatan. “Amerika tak mengizinkan Korea berbagi ilmu ke Indonesia, meski menyertakan 20 persen modal,” kata dia. “Jadi, kalau beli pesawat KF-X-nya masih mungkin. Kalau alih teknologinya mustahil dapat.”

Pengamat militer Anton Aliabbas meminta pemerintah realistis dan membatalkan program KF-X/IF-X. Menurut Anton, pemerintah sebaiknya berfokus melakukan modernisasi alutsista TNI berdasarkan kebutuhan paling mendasar. Menurut dia, pesawat KF-X/IF-X tak akan menutupi kekurangan jet tempur TNI AU. “Produknya nanti masih purwarupa, belum terbukti kualitasnya. Itu pun kalau proyeknya berhasil,” kata Anton.

KF-X IF-X Fighter
KF-X IF-X Fighter

Hotdog Rasa Ginseng

Korea Selatan bekerja sama dengan Indonesia untuk membuat jet tempur KF-X/IF-X . Sayangnya, ini bukanlah murni alih teknologi dari Korea. Hampir keseluruhan teknologinya didatangkan dari Amerika Serikat. Korea Selatan diizinkan memproduksinya dengan nama dan merek berbeda.

Spesifikasi Teknis:
Panjang: 15,6 meter
Rentang sayap: 10,7 meter
Tinggi: 4,56 meter
Jumlah mesin: 2
Jenis mesin: Belum ditentukan. Sempat terjadi perbedaan pendapat tentang jumlah mesin yang digunakan. Indonesia ingin pesawat bermesin tunggal agar biaya perawatan dan produksinya murah. Tapi Korea Selatan ingin pesawat bermesin ganda dengan alasan kekuatan yang lebih besar.

Kekuatan mesin: Sekitar 10 ribu kilogram force per mesin

Catatan tambahan: Pesawat tempur generasi 4,5, dengan kata lain di atas kemampuan Sukhoi SU-27 TNI AU. Jet ini punya kemampuan isi bahan bakar di udara. Pesawat memiliki dua sayap konvensional dan dua sayap kecil di bagian sirip ekor serta dua sayap ekor yang berdiri tegak. Moncong pesawat berbentuk runcing dan pendek, mirip F-35 Joint Strike Fighter buatan Amerika Serikat.

Jet sekelas: Sukhoi SU-35 (Rusia), Dassault Rafale (Prancis), F-16 Block 60 (Amerika Serikat), JAS Gripen NG (Swedia)|

INDRA WIJAYA
Tempo.co

Merebut Kedaulatan Udara Indonesia dari Singapura

Pesawat-tempur-TNI-AU

Letnan Kolonel I Ketut Wahyu Wijaya jengkel luar biasa. Hampir setiap hari Komandan Pangkalan Udara Tanjung Pinang ini menerima laporan pelanggaran wilayah udara oleh jet tempur Singapura. Seperti Senin pekan lalu, petugas Bandara Tanjung Pinang melaporkan radar menangkap obyek berukuran kecil, melaju dengan kecepatan tinggi, di atas Pulau Bintan, Kepulauan Riau. “Dari ukurannya, itu jet tempur,” kata Ketut kepada Tempo, pekan lalu. “Radar menangkap obyek itu terbang dari arah Singapura.”

Dalam kasus normal, pesawat asing–apalagi jet tempur–yang melintasi udara Indonesia tanpa izin pasti akan diusir. Bahkan bisa ditembak jatuh, jika menolak. Tapi, dalam kasus ini, pasukan TNI di lapangan lebih berhati-hati, karena ada masalah bilateral yang belum disepakati.

Singapura menganggap wilayah udara di utara Pulau Bintan itu sebagai area yang dipinjamkan oleh Indonesia kepada Singapura sebagai lokasi latihan pesawat tempur dan kapal perang. Luas wilayah tersebut sekitar 10 kali luas daratan Singapura. Tapi, menurut Ketut, perjanjian kerja sama pertahanan tersebut sudah berakhir sejak 2001. “Masalahnya, Singapura masih menganggap itu wilayah mereka. Kami jelas tak terima,” kata Ketut.

Yang lebih mengesalkannya bukan hanya pesawat Singapura yang “selonong boy”, mereka bahkan mengusir pesawat kita yang lewat di daerah itu. April lalu, pengawas lalu lintas Bandara Changi, Singapura, memprotes keberadaan pesawat tempur TNI Angkatan Udara yang terbang rutin di sebelah utara Pulau Bintan, Kepulauan Riau, menuju perairan Alur Laut Kepulauan Indonesia I (ALKI I) di Selat Karimata. Pesawat jenis Hawk itu dituding telah melintasi wilayah bahaya Singapura. “Padahal wilayah tersebut jelas-jelas bagian kedaulatan Indonesia,” kata Ketut.

Pada 21 September 1995, Indonesia memang meminjamkan dua wilayah udara dan lautnya di sekitar Provinsi Riau dan Kepulauan Riau kepada Singapura. Perjanjian peminjaman military training areas (MTA) tersebut diteken oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan Jenderal (Purnawirawan) Edi Sudradjat serta Menteri Pertahanan Singapura Tony Tan.

Sejak saat itu, wilayah bernama MTA 1 seluas sekitar 15 ribu kilometer persegi yang menjangkau Pulau Bengkalis, Pulau Rangsang, dan Pulau Padang di Provinsi Riau dijadikan tempat latihan Angkatan Udara dan Angkatan Laut Singapura. Begitu pula area MTA 2 seluas sekitar 7.000 kilometer persegi di utara Pulau Bintan. Pesawat dan kapal milik sipil serta TNI dilarang melintas di kedua wilayah tersebut.

Perjanjian MTA berakhir pada 2001. Namun, kenyataannya, Singapura masih memanfaatkan kedua area tersebut untuk mengasah kemampuan jet tempur mereka. Pada 2009, pemerintah sempat bernegosiasi ulang dengan Singapura perihal peminjaman wilayah latihan militer dengan judul kerja sama pertahanan (defence cooperation agreement/DCA).

Aksi+Aerobatik+JAT+dalam+HUT+TNI+3


Perjanjian yang diteken Menteri Pertahanan saat itu, Juwono Sudarsono, tersebut hanya mengubah nama MTA 1 dan MTA 2 menjadi Alpha 1 dan Alpha 2. Satu area baru diberi nama Bravo, wilayah seluas sekitar 20 ribu kilometer persegi di antara Kepulauan Anambas dan Kepulauan Natuna.

Seharusnya perjanjian itu batal karena Dewan Perwakilan Rakyat menolak menyetujuinya. Perjanjian baru tersebut, menurut DPR, lebih banyak merugikan Indonesia. Namun tampaknya Singapura telanjur menganggap perjanjian tersebut berjalan. Walhasil, jet tempur Singapura, seperti F-16 dan F-5, rajin berseliweran di sekitar Kepulauan Riau.

Persoalan wilayah udara Indonesia-Singapura ini kembali mengemuka pekan lalu. Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas di kantornya, membahas rencana pengambilalihan Flight Information Region atau wilayah informasi penerbangan yang selama ini dikelola Singapura.

Berbeda dengan MTA, FIR adalah pengaturan lalu lintas pesawat komersial. Wilayah udara yang dimaksud mencakup Kepulauan Natuna (Indonesia), Semenanjung Malaka, dan Sarawak (Malaysia). Lagi-lagi, yang mengatur adalah Singapura. Karena selama ini dikelola Singapura, untuk penerbangan komersial, Indonesia harus meminta persetujuan lebih dulu kepada pengelola Bandara Changi.

Dalam rapat, pemerintah menargetkan pengambilalihan FIR dalam waktu tiga tahun, sembari menyiapkan peralatan dan personelnya. “Selama tiga tahun itu pemerintah akan berdiplomasi dengan Singapura,” kata Menteri Perhubungan Ignasius Jonan.

Ketua Komisi Pertahanan DPR Mahfudz Siddiq meminta pemerintah memanfaatkan momentum upaya pengambilalihan FIR untuk mempertegas tidak berlakunya lagi MTA. Mahfudz menyarankan agar pemerintah melibatkan Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI selama berdiplomasi dengan Singapura. “Jadi, pertimbangan keamanan dan kedaulatan tak boleh dilupakan,” kata Mahfudz.

Mahfudz pun meminta TNI AU tegas menjaga wilayah udara Indonesia di sekitar Kepulauan Riau. Komisi Pertahanan meminta jet tempur Angkatan Udara sigap menghalau, bahkan mendaratkan paksa, pesawat asing yang melanggar kedaulatan Indonesia.

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memerintahkan TNI AU untuk tidak menghiraukan klaim dan larangan Singapura. “Wilayah itu masih kedaulatan Indonesia, jadi saya minta pilot TNI AU abaikan saja mereka,” kata Gatot.

Jenderal Gatot juga memerintahkan TNI AU lebih aktif mengawasi wilayah udara yang diklaim Singapura. Gatot ingin Angkatan Udara tak segan mengusir pesawat militer Singapura yang melanggar batas wilayah Indonesia. “Saya tak perlu koordinasi (dengan panglima Singapura), sebab kami sama-sama tahu aturannya,” kata dia.

INDRA WIJAYA
Tempo.co

Dana Pembelian Sukhoi SU-35, Aman

Sukhoi Su-35.
Sukhoi Su-35.

Ketua Komisi I Mahfud Siddiq mendukung rencana pembelian pesawat tempur Sukhoi SU-35 dalam memperkuat pertahanan udara Indonesia. Menurut Mahfud, persawat tempur yang dipakai saat ini, F-5 Tiger sudah tidak digunakan oleh personel matra udara.

“F5 itu sudah tidak dipakai lagi, di Taiwan saja sudah nggak. Panglima TNI minta ganti, jangan tanggung, (SU-35) ini lompatan di kawasan karena pilihan TNI Menhan yang terbaik,” kata Mahfudz usai rapat kerja dengan Kementerian Pertahanan, di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (21/9).

Dikatakan Mahfudz, untuk dana pengadaan alutsista tersebut bisa saja berasal dari dana pinjaman luar negeri, menyusul adanya pemotongan pagu anggaran Kemenhan sebesar Rp7 triliun dari APBN 2016 ini.

Mahfudz Siddiq (Foto: Aktual.co/Amir Hamzah)
Mahfudz Siddiq (Foto: Aktual.co/Amir Hamzah)

Meskipun, dana APBN hanya berperan sebagai pendamping untuk mendukung kebijakan tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan koordinasi dengan Menkeu dan Bappenas guna mengatur mekanisme pembelian delapan pesawat Sukhoi SU-35.

“Menhan sudah oke, komisi I sudah oke tidak bisa dukung APBN, harus pinjaman luar negeri, harus koordinasi Menkeu dan Bappenas. Anggaran rupiah untuk murni pendamping, ini sudah ada, sudah beres semua itu,” ujar dia.

Sementara itu, Menhan Ryamizard memastikan pemerintah sudah memperoleh bank penjamin untuk pengadaan Sukhoi. Meski demikian, ia enggan menyebut nama bank dalam negeri dan luar negeri yang menjadi penjamin dalam proyek peremajaan alutsista tersebut.

“Ada, pokoknya gimana bisa kita beli. Ada (bank) yang luar negeri dan dalam negeri,” tandasnya.

Aktual.com

Pilih, Mana Datang Duluan. Sukhoi SU-35 atau Kilo ?

Sukhoi SU 35
Sukhoi SU 35

Menteri Pertahanan, Ryamizard Ryacudu memastikan akhir bulan ini, pihaknya akan melakukan tpertemuan dengan perwakilan Rusia terkait rencana pembelian pesawat tempur Sukhoi SU-35.

“Sudah ada instruksi dari presiden, akhir bulan ini rencananya pertemuan digelar,” kata dia di Kompleks DPR, Jakarta, Senin (21/9/2015).

Ryamizard mengatakan, saat ini alat utama sistem persenjataan (alutsista), khususnya jenis pesawat tempur yang dimiliki Indonesia sudah uzur. Hingga saat ini, TNI AU masih menggunakan pesawat tempur F-5 Tiger yang sudah berusia sekira 40 tahun.

Menurut Ryamirzad, pihaknya akan membeli pesawat tempur generasi terbaru itu secara bertahap. Sesuai dengan alokasi anggaran yang diberikan pemerintah untuk pembelian Sukhoi SU-35 tersebut.


“Itu sudah diproses pemerintah,” tuturnya.

Ryamirzad menuturkan, saking uzurnya pesawat tempur jenis F-5 yang dimiliki TNI AU, membuat sebagian pilot enggan menggunakannya. Sebab itu, ia berharap pembelian SU-35 sebagai pengganti, dapat dilakukan secepatnya.

“F-5 kan sudah 40 tahun, pilot terbang aja kan takut, maknaya harus beli yang baru. Tapi bertahap dan tidak beli satu skadron sekaligus,” tuturnya.

Okezone.com

Stop Polemik, Indonesia Dipastikan Beli Kapal Selam Kilo

Kapal Selam Kilo
Kapal Selam Kilo

Jakarta – Menteri Pertahanan, Jenderal (Purn) Ryamirzad Ryacudu memastikan, TNI AL akan membeli kapal selam kilo dari Rusia. Pembelian alutsista tersebut dilakukan dalam bentuk baru, dan bukan kapal bekas.

“Perintah Presiden beli baru, ibaratnya dari pada beli 10 tapi second, lebih baik lima tapi baru,” ujar Ryamirzad di komplek DPR, Jakarta, Senin (21/9/2015).

Meski demikian, Ryamirzad enggan merinci kapan pengadaan alutsista untuk matra laut itu dilakukan. “Itu AL yang tau,” imbuhnya.


Adapun alasan pemilihan kapal selam jenis tersebut, lantaran keunggulannya yang mampu bertahan lama di dalam air dan mampu menembakkan rudal ke pesawat.

“Sebelum beli sudah diajakin, kalau kapal selam Rusia paling lama nyelemnya dan paling dalam, serta bisa menembak pesawat dari kedalaman laut,” pungkasnya.

Seperti diketahui, selain membeli kapal selam jenis Chan Bogo dari Korea Selatan, TNI AL juga tertarik untuk memperkuat armadanya dengan kapal selam jenis kilo. Sementara mantan KSAL, Laksamana (Purn) Bernard Kent Sondakh sempat mengkritik rencana pembelian kapal selam kilo tersebut. Menurutnya, kapal jenis kilo tergolong susah suku cadangnya.

Okezone.com

Kisah 'Dukun Yang Jadi Menteri Urusan Mistis' Di Era Soeharto

Sudjono Humardani. ©2015 national library of australia
Sudjono Humardani. ©2015 national library of australia

Ada seseorang yang sangat dekat dengan Soeharto pada saat kepemimpinan dia di masa Orde Baru. Dialah Mayor Jendral Sudjono Humardani yang merupakan staf pribadi Soeharto yang memegang urusan keuangan dan ekonomi.

Menurut buku biografi Liem Sioe Liong dengan judul ” Liem Sioe Liong’s Salim Group: The Business Pillar of Suharto’s Indonesia” yang ditulis oleh suami-istri Nancy Chng dan Richard Borsuk, Sudjono terkenal dekat dengan Soeharto. Bahkan, hanya dia yang mendapatkan izin masuk ke kamar Soeharto selain Ibu Tien. Selain menjadi staf pribadi Soeharto, Sudjono juga dikenal sebagai dukun yang handal dan merupakan penasihat spiritual Soeharto.

Sangking kuatnya pengaruh Sudjono kepada Soeharto, para jurnalis juga menjulukinya sebagai “Rasputin” Indonesia. Grigori Rasputin adalah ahli mistis dan orang terpercaya keluarga Nicholas II (Kekaisaran terakhir Rusia) pada tahun 1915an.

Sudjono juga merupakan orang yang membawa nama konglomerat Liem Sioe Liong kepada Soeharto sehingga mereka bisa bersahabat lebih erat di masa pemerintahannya.

Pandangan jurnalis asing tentang Sudjono memang unik. Selain menjulukinya sebagai “Rasputin” Indonesia, para jurnalis asing tersebut juga juga memandang Sudjono sebagai orang yang aneh, terutama untuk jurnalis asing yang tidak mengerti konsep mistis Jawa.

Bagaimana tidak? Sudjono sering menyambut tamu dengan kaki telanjang di ruangan yang hanya diterangi oleh cahaya lilin. Salah satu jurnalis pernah menulis: “Dia (Sudjono) pernah menerima duta besar negara Barat di ruangan yang gelap, dengan beberapa barang yang sepertinya mengandung kekuatan gaib menguar di cahaya yang remang-remang; dia mengenakan semacam kostum Jawa dan berjalan-jalan dengan kaki telanjang”.

Salah satu julukan yang diberikan kepada Sudjono adalah “Menteri Urusan Mistis”.

Namun, bila ditilik ke belakang, hubungan antara Soeharto dan Sudjono memang sudah lama terjalin. Keduanya adalah murid spiritual Romo Diyat. Pada suatu waktu, Romo Diyat pernah berpesan kepada Sudjono untuk menjaga Soeharto yang diramalkan akan menjadi orang hebat.

Soeharto sendiri mengecilkan peran Sudjono. Dia membantah menjadikan Sudjono sebagai guru spiritualnya. Menurut Soeharto, ilmunya tak kalah dengan Sudjono. Selama ini dia hanya mendengarkan saja tanpa melaksanakan apa-apa yang disarankan Sudjono.

Hal itu disampaikan Soeharto dalam buku biografinya yang berjudul “Soeharto: My Thoughts, Words and Deeds; An Autobiography”

“Saya mendengar orang-orang mengatakan bahwa dia mengetahui ilmu mistis lebih dari saya, namun Djono dulu sering sungkem ke saya. Dia menganggap saya sebagai senior yang mempunyai lebih banyak mengetahui soal mistis.

Beberapa orang mengatakan ilmu mistis adalah suatu hal yang bisa dipelajari dari guru. Namun, untuk saya, ilmu mistis adalah cara untuk dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Memang benar Djono sering datang dan bertemu saya membawa buku catatannya. Dia percaya dengan pengajaran spiritual dan dalam kapasitas tersebut, dia sering menasihati saya.

Saya hanya mendengarnya agar dia bahagia, namun tidak saya anggap semua yang dia katakan. Saya menganalisis dan berpikir mengenai hal tersebut apakah masuk akal atau tidak. Jika masuk akal, masuk nalar, maka saya menerimanya. Jika tidak, saya tidak akan mengikuti nasihatnya. Jadi bagi siapa yang berpikir bahwa Djono adalah guru mistis saya, maka dia salah.” (Merdeka)