Selasa, 23 Juni 2015

Perlunya National Guard Bagi Indonesia

USNG-4
5 Oktober, hari yang diperingati sebagai hari lahirnya tentara kita. Pada 5 Oktober 1945, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang mengubah Badan Keamanan Rakyat (BKR) menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Inilah embrio dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) di kelak kemudian hari. Dulu, sebelum pemisahan Polri dari TNI, tanggal 5 Oktober diperingati sebagai Hari Ulang Tahun ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Namun kini, hanya TNI dengan ketiga matranya –Darat, Laut, dan Udara tanpa Polri lagi- yang merayakannya.
Dalam tulisan kali ini, saya menyoroti perlunya pembentukan satuan semacam National Guard bagi Indonesia. Ini bukanlah ide membentuk “angkatan kelima” semacam “buruh dan tani yang dipersenjatai” seperti halnya dilansir PKI di dekade 1960-an. Melainkan membentuk unsur “tentara cadangan” bagi keperluan non-tempur. Meski terbatas, rujukan saya adalah pada peran National Guard di Amerika Serikat.
Kalau kita cermati, sebenarnya tiap warga negara A.S. pernah menjadi militer, meski hanya sesaat. Ini karena adanya kewajiban bagi mereka untuk masuk menjadi anggota militer bagi pemuda-pemudi berusia 18-22 tahun. Ini disebut wajib militer (wamil). Setelah itu, umumnya mereka kembali berkarir di bidang yang diinginkannya setelah usai menjalani wamil sekitar 1-2 tahun. Bagi yang berminat meneruskan karir di militer tentu dipersilahkan, namun harus menempuh pendidikan militer (dikmil) lanjutan.
Di Indonesia, unsur pertahanan di luar anggota TNI aktif sebenarnya dimungkinkan. Apalagi UUD 1945 pasal 30 menyatakan: “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha-usaha pembelaan negara.” Maka, dalam khazanah kita dikenal berbagai kesatuan para-militer seperti Resimen Mahasiswa (Menwa), Pertahanan Sipil (Hansip), Rakyat Terlatih (Ratih), dan Keamanan Rakyat (Kamra). Akan tetapi kebanyakan sudah diminimalisir sifat para-militernya.
Upaya untuk merintis jalan ke arah pembentukan satuan semacam U.S. National Guard bukannya tidak ada. Pemerintah telah berupaya menyusun RUU Komponen Cadangan Nasional yang sebenarnya telah digodok sejak era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Akan tetapi hingga kini belum dimatangkan karena adanya kekuatiran pandangan negatif masyarakat dan dunia internasional. Sebabnya, ada ekses Komponen Cadangan Nasional akan diartikan sebagai upaya memiliterisasi rakyat. Padahal pasca reformasi tuntutan yang mengemuka kepada militer adalah justru “back to barrack” agar menjadi tentara profesional. Dan itu sudah dilakukan antara lain dengan meniadakan konsep “Dwifungsi ABRI” dan secara bertahap menarik representasi militer termasuk polisi di parlemen.
Sebenarnya peran National Guard di Indonesia akan sangat efektif justru di saat berperan dalam tugas non-tempur. Misalnya dalam membantu tugas SAR (Search And Rescue) atau penanggulangan bencana. Peran besar U.S. National Guard dalam tanggap-darurat bencana pasca Badai Katrina 2005 lalu merupakan salah satu misi suksesnya. Di Indonesia, tentu saja dengan banyaknya bencana alam yang terjadi baru-baru ini peranan National Guard akan sangat optimal. Meski di A.S. National Guard juga diturunkan di medan tempur, namun tetap saja perannya adalah sebagai komponen cadangan. U.S. National Guard di masa kini justru banyak memainkan peran non-tempur di masa damai.
National Guard atau Komponen Cadangan Nasional di Indonesia bisa dibentuk terdiri dari unsur-unsur masyarakat yang memiliki minat kepada dunia kemiliteran dan bela negara. Dengan demikian tidak ada unsur paksaan atau kewajiban seperti wamil. Faktor usia sebaiknya tidak perlu jadi pertimbangan, akan tetapi tentu saja faktor kebugaran fisik dan kesehatan mutlak diperlukan. Ketrampilan warga negara yang berminat menjadi National Guard tentu harus pula dihargai. Misalnya ia seorang dokter, tentu saja harus diberi kepangkatan dan struktur jabatan yang sesuai. Meski hak-hak anggota National Guard tidak sebesar tentara regular, namun dalam masa jabatannya ia memiliki hak, kewajiban, dan kehormatan yang sama. Misalnya saja ia berhak mengoperasikan alutsista serta mengenakan seragam yang sama, namun ia tidak bisa naik pangkat dan meniti karir militer hingga menjadi Panglima TNI misalnya.
Panglima atau Komandan National Guard tertinggi pun harus dari unsur tentara reguler, sehingga terjamin kesinambungan pelatihan dan koordinasi jajarannya. Satu hal yang jelas, ada rentang waktu yang dibatasi bila seseorang menjadi National Guard. Bila bagi anggota TNI reguler masa Ikatan Dinas Pendek (IDP) adalah 10 tahun, maka bagi anggota National Guard bisa saja dibuat Ikatan Dinas Sangat Pendek (IDSP) hanya 2-3 tahun saja. Gaji anggota National Guard juga tidak besar karena ia tidak harus masuk kerja tiap hari, melainkan bergilir piket. Sehingga di hari-hari lain ia bisa tetap bekerja seperti biasa dalam bidang profesi lainnya. Ini benar-benar murni pengabdian kepada negara. Dengan demikian, TNI akan mendapatkan bantuan tambahan personel terlatih dalam jumlah memadai tanpa mengeluarkan biaya besar. Bila saja lobby kita kepada dunia internasional berjalan baik, saya pikir akan sangat logis dan tidak ada kecurigaan berlebihan apabila Indonesia membentuk National Guard atau Komponen Cadangan Nasional. Karena dalam tugasnya ia tidak digunakan untuk memerangi rakyat sendiri atau memiliterasi rakyat sipil, melainkan justru lebih banyak untuk tugas-tugas kemanusiaan.

Keterangan Foto: Anggota US National Guard bahu-membahu menyalurkan bantuan untuk korban  Badai Katrina, 3 September 2005.

Panglima TNI : Soliditas Buahkan Kekuatan Yang Besar

Panglima TNI : Soliditas Buahkan Kekuatan Yang Besar
"Saya punya keyakinan yang penuh bahwa ego sektoral sungguh tidak menguntungkan justru akan membuahkan kelemahan, tetapi soliditas akan membuahkan sebuah kekuatan yang luar biasa untuk kepentingan kita semua", demikian dikatakan Panglima TNI Jenderal TNI Dr. Moeldoko pada saat Buka Puasa Bersama dengan Pasukan Khusus TNI bertempat di Batalyon Komando 461 Paskhas Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Senin (22/6/2015). Yang didampingi Kasal Laksamana TNI Ade Supandi., S.E., Kasau Marsekal TNI Agus Supriyatna dan Wakasad Letjen TNI M. Munir. 
Selain itu, Jenderal TNI Dr. Moeldoko mengingatkan kepada para prajurit agar senantiasa membangun silahturahim sesama prajurit, bangun komunikasi yang sehat, komunikasi dengan baik yang didalamnya mengandung sebuah keikhlasan, karena bagi prajurit TNI silahturahmi akan membuahkan soliditas yang baik dan membentuk jiwa korsa sehingga menjadi kekuatan yang lebih besar. 
Panglima TNI di sela-sela acara Buka Puasa dengan para Pasukan Khusus TNI menyampaikan, bahwa bagi pemimpin prestasi oleh seorang prajurit selalu menjadikan perhatian dan itu sudah menjadi tugas seorang pemimpin untuk memperhatikan prestasi agar semua prajurit berbuat sesuatu yang berprestasi, itu yang harus kita lakukan yang diantaranya setuju terhadap prajurit yang mempunyai prestasi dan belum menunaikan ibadah haji untuk diberangkatkan ibadah haji. 
Lebih lanjut Jenderal TNI Dr. Moeldoko menyampaikan, maknai Bulan Suci dengan melakukan konteplasi dan berpikir apa yang sudah kita lakukan dalam setahun yang lalu dan investasi setahun yang akan datang, kita sebagai makluk hanya sering mengeluh kepada Tuhan tetapi kita jarang berterimakasih pada Tuhan, kita sering berdoa meminta dan meminta kepada Tuhan tetapi kita jarang memberi kepada sesama, itulah renungan sederhana yang akan menggerakkan bagi kita semuanya dalam menuju sesuatu yang lebih baik dari waktu ke waktu. 
Diakhir arahan Panglima TNI menyampaikan, melalui pertemuan yang intens baik berolahraga bersama maupun keagamaan akan memberikan konstribusi atas munculnya kesadaran bersama untuk saling mengikatkan diri diantara prajurit dengan prajurit, kalau prajurit tidak punya jiwa korsa maka tinggal menunggu keruntuhannya dan kalau masing-masing Matra mempunyai ego sektoral yang kuat kita tunggu kelemahannya.

SAGE 600: Perangkat Perang Elektronik Berbasis Frekuensi Radio Untuk CN-235 220 MPA TNI AU

cn235-mpa-01
Dengan moncong hidung mancung khas ‘Pinokio,’ CN-235 220 MPA (Maritime Patrol Aircraft) TNI AU yang dilengkapi radar Thales, hingga kini masih dipercaya sebagai produk unggulan PT Dirgantara Indonesia dalam menelurkan serial pesawat intai bermaritim, meski Puspenerbal TNI AL punya varian yang lebih baru, yakni CN-235 220 NG MPA, tetap saja CN-235 220 MPA milik Skadron Udara 5 TNI AU masih yang paling lekat di mata publik, tentu saja lewat ciri khas moncong radarnya yang ekstra mancung.
Meski CN-235 220 MPA TNI AU sarat teknologi canggih, tapi karena tuntutan perkembangan, dirasa harus dilakukan upgrade pada sisi perangkat elektroniknya, diantaranya pada elemen ESM (Electronic Support Measure) yang menjadi bagian dari sistem penunjang perang elektronik (electronic warfare). Mengutip dari siaran pers Finmeccanica – Selex ES, disebutkan pada ajang Paris Air Show 2015, vendor perangkat elektronik asal Italia ini telah mendapat kontrak bersama dengan kontraktor asal AS, ISD (Integrated Surveillance and Defense) Inc. untuk menyediakan sistem perangkat SAGE 600 untuk kebutuhan CN-235 MPA TNI AU.
cn-235-220img_00552
Nah, apakah itu SAGE 600? Berdasarkan keterangan dari situs resminya, SAGE adalah bagian dari sistem peperangan elektronik untuk peran RF (radio frequency) intelligence, pengawasan, dan misi pengintaian. Perangkat ini beroperasi secara pasif dengan mengumpulkan data emitor dari sumber RF pada kisaran taktis yang signifikan, kemudian membandingkan hasil input dengan database emitor, dan selanjutnya melakukan identifikasi beragam ancaman dengan basis geolokasi.
Perangkat SAGE 600
Perangkat SAGE 600
UAV CAMCOPTER® S-100
UAV CAMCOPTER® S-100

Dalam simulasi, SAGE merupakan ESM yang menyediakan situational awareness berbasis RF, dengan tujuan operator dapat mengambil keputusan cepat yang berlandaskan identifikasi ancaman lewat pemetaan emitor. Dalam situasi yang kompleks dan dinamis pada lingkungan perang elektronik, situational dari RF menjadi kunci sukses keberhasilan sebuah misi.
Dalam implementasi, SAGE dapat dipasang di beragam platform, seperti di helikopter, drone (UAV), dan pesawat angkut besar. Sementara adopsi SAGE 600 pada CN-235 TNI AU menjadi yang pertama kali untuk kebutuhan pesawat patroli maritim. Meski begitu, pihak Selex ES menyediakan pilihan kustom untuk menyesuaikan kebutuhan wahana yang tersedia pada sisi klien. Saat ini, teknologi SAGE telah berhasil terpasang di heli UAV CAMCOPTER® S-100. Teknologi SAGE kini telah di berhasil di adopsi oleh Kementerian Pertahanan Inggris dan mendukung sistem operasi intai maritim di Korea Selatan.
oke
Khusus untuk pesanan untuk upgrade sistem di CN-235 MPA TNI AU, rencananya proses pengerjaan ditargetkan kurang dari 12 bulan, dan akan diserakan pada bulan September untuk mengantisipasi pengoperasian penuh pesawat ini pada akhir tahun 2016.
spek

Senin, 22 Juni 2015

TNI AL Bersiap Aktifkan Kembali Skadron Udara 100 Anti Kapal Selam

dccb66117f29f2ae9a7ca2908be0db20
Setelah lumayan update di lini rudal anti kapal, ada hal lain yang masih dirasa ‘pincang’ bagi kekuatan maritim sekelas TNI AL yang notabene di dapuk sebagai armada laut terbesar di Asia Tenggara. Ini tak lain karena tiadanya satuan pemukul udara AKS (Anti Kapal Selam).
Sudah hampir satu dekade lebih TNI AL vakum tanpa dukungan udara berkemampuan AKS, setelah terakhir pada dekade 90-an menggunakan helikopter Westland Wasp yang di datangkan berbarengan dengan frigat Tribal Class dari Inggris. Padahal jika merujuk ke sejarah, justru TNI AL (d/h ALRI) yang mempelopori hadirnya unsur udara berkemampuan AKS di wilayah Asia Tenggara. Sebut saja pesawat propeller Fairey Gannet yang tak hanya bertindak sebagai pesawat intai maritim, tapi juga punya bomb bay untuk melontarkan torpedo.
Tak hanya itu, Puspenerbal di masa tahun 60-an juga punya helikopter Mil Mi-4 Hound dengan kemampuan AKS. Sementara bicara konteks saat ini, TNI justru inferior ketimbang Singapura dan Malaysia untuk urusan penindakan dalam misi AKS, yang dikedepankan lebih ke elemen intai dan patroli maritim.
yoyaCDPH-2252-012_1
Tapi hari baik untuk kebangkitan unsur udara AKS TNI AL akan segera tiba, dikutip dari Janes.com (19/6/2015), KSAL Laksamana TNI Ade Supandi mengatakan TNI AL akan mengaktifkan kembali skadron AKS (anti submarine warfare), yakni dengan mengoperasikan elemen legendaris, Skadron Udara 100 yang berbasis di Lanudal Juanda, Surabaya, Jawa Timur. Jadwal pengaktifan Skadron Udara 100 akan dilakukan seiring kedatangan gelombang pertama AS565 MBe Panther buatan Airbus Helicopters.
bourg-014
Seperti diketahui, Puspenerbal TNI AL akan kedatangan 11 unit AS565 MBe Panther secara bergelombang dalam kurun waktu tiga tahun. Sesuai kesepakatan kerjasama, helikopter tidak langsung diantar ke pihak pengguna, melainkan Airbus Helicopters akan menyerahkannya untuk PT Dirgantara Indonesia dalam proses perakitan. Berdasarkan informasi, 11 unit akan tuntas diserahkan ke TNI AL pada tahun 2017.
Sebagai helikopter berkemampuan AKS murni, AS565 MBe Panther akan dilengkapi peluncur torpedo dan teknologi (Helicopter Long-Range Active Sonar ) HELRAS DS-100. Nantinya, AS565 MBe Panther akan ‘disebar’ ke beberapa kapal perang yang punya deck helipad, diantaranya untuk tiga unit korvet Bung Tomo Class, 4 unit korvet SIGMA Class, dan PKR (Perusak Kawal Rudal) SIGMA 10514 yang saat ini sedang dalam proses pembangunan.
 

Prajurit Yonif 521/DY amankan perbatasan Indonesia-Malaysia

Prajurit Yonif 521/DY amankan perbatasan Indonesia-Malaysia
Dokumen foto prajurit Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan di Pos Jaga Perbatasan Republik Indonesia-Malaysia di Sei Kaca Kecamatan Seimenggaris Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. (ANTARA/M. Rusman)
Misi kami yang pertama adalah melanjutkan apa yang telah dilakukan batalion sebelumnya ..."
Prajurit TNI AD dari Batalyon Infantri 521/Dadaha Yudha (Yonif 521/DY) Komando Daerah Militer (Kodam) V Brawijaya, Jawa Timur, mengamankan wilayah perbatasan menempati 19 pos yang berada di antara Republik Indonesia dan Malaysia di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara.

Sebanyak 19 pos perbatasan tersebut berada sepanjang perbatasan dari Pulau Sebatik hingga Kecamatan Sebuku, yang berbatasan dengan Negeri Sabah, Malaysia, kemudian dari Kecamatan Lumbis Ogong hingga Kecamatan Krayan Selatan yang berbatasan dengan Negeri Sarawak, Malaysia.

Komandan Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) Yonif 521/DY Letkol Inf Slamet Winarto saat tiba di Kabupaten Nunukan, Sabtu (20/6) sekitar pukul 14.00 Wita, menyatakan bahwa tugas dan tanggungjawab yang akan diemban sama dengan Batalion Infantri Lintas Udara Koamdo Cadangan Strategis TN AD (Yonif Linud Kostrad) 433/Julu Siri yang akan digantikannya.

Hanya saja, lanjut dia, wilayah penugasannya lebih luas dan panjang karena pengamanan perbatasan sebelumnya hanya dari Pulau Sebatik hingga Kecamatan Sebuku dengan menempati 15 pos perbatasan.

Ia mengungkapkan, misi utama yang akan dilakukan pertama adalah melanjutkan apa yang telah dilaksanakan prajurit Yonif Linud Kostrad 433/Julu Siri sekaligus menata internal prajuritnya selama bulan suci Ramadhan 1436 Hijriyah.

"Misi kami yang pertama adalah melanjutkan apa yang telah dilakukan batalion sebelumnya sambil menata kondisi prajurit selama bulan puasa ini," sebut Slamet Winarto.

Slamet Winarto juga menambahkan, bertambahnya pos perbatasan yang akan dijaga membuat jangkauan wilayahnya lebih luas, karena ada 4.000 patok perbatasan RI-Malaysia harus diamankan, sedangkan sebelumnya hanya menjaga 1.971 patok perbatasan.
 

Sabtu, 20 Juni 2015

TNI Berikan Detail Informasi Jet Malaysia Penerobos ke Kemlu

Ilustrasi (ist)
Ilustrasi (ist)

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah berbicara langsung dengan Panglima TNI Jenderal Moeldoko soal pelanggaran pesawat tempur Malaysia di Ambalat, Selat Makassar, yang terjadi berturut-turut sepanjang Januari-Mei tahun ini.
Menlu Retno dan Panglima TNI sepakat untuk mengambil langkah penting pertama, yakni mengecek koordinat pesawat-pesawat Malaysia itu saat terdeteksi oleh TNI Angkatan Udara melanggar wilayah RI.
“Koordinat akan dicek untuk memastikan (pesawat Malaysia) itu ada di wilayah teritorial kita atau di mana,” kata Retno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/6).
Hari ini, ujar Retno, Kementerian Luar Negeri akan menerima rincian koordinat itu dari TNI untuk memastikan pesawat-pesawat Malaysia itu betul melewati batas-batas teritorial Indonesia di sekitar Blok Ambalat.
Selain itu, Panglima TNI juga akan memberikan detail informasi mengenai pesawat tempur Malaysia penerobos itu.
Setelah memastikan detail pesawat, Kemlu akan mengecek apakah benar pesawat itu memasuki wilayah teritorial Indonesia. Jika ya, “Kami ajukan protes (ke Malaysia),” ujar Retno.
Juru Bicara Kemlu Arrmanatha Nasir, Kamis (18/6), mengatakan isu pelanggaran teritorial Indonesia oleh Malaysia belum dapat terselesaikan karena memang belum ada kesepakatan terbaru dari kedua negara mengenai batas wilayah masing-masing, termasuk di Ambalat.
“Di satu pihak, kita (Indonesia) punya posisi ini sebagai batas wilayah kita. Tapi di sisi lain, ini juga batas wilayah mereka,” ujar Tata, panggilan Arrmanatha.
Saat ini pemerintah RI terus mengejar target penyelesaian pembahasan batas wilayah negara, sehingga ke depannya diharapkan tak ada lagi pelanggaran dan saling klaim batas wilayah dari Indonesia maupun Malaysia.
“Kami harapkan pembahasan secepatnya selesai. Ini prioritas politik luar negeri kita,” ujar Tata.
Jumat pekan lalu (12/6), Presiden Jokowi telah menunjuk Duta Besar Eddy Pratomo sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Penetapan Batas Maritim antara Indonesia dan Malaysia. Penunjukan ini menindaklanjuti pertemuan Presiden Jokowi dengan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak pada Kunjungan Kenegaraan Presiden ke Malaysia pada 5-7 Februari.
Sebelumnya, pertemuan tingkat menteri juga telah dilakukan oleh Indonesia dan Malaysia pada 25-28 Januari. Dari pertemuan tersebut dihasilkan kesepakatan untuk membahas penetapan batas wilayah kedua negara di lima titik, yakni Laut Sulawesi, Laut China Selatan, Selat Singapura bagian timur, Selat Malaka bagian selatan, dan Selat Malaka.
Dubes Eddy dalam waktu dekat akan bertemu Utusan Khusus Perdana Menteri Malaysia, Tan Sri Mohd Radzi Abdul Rahman, untuk membahas kesepakatan penetapan itu.

(CNN Indonesia)

TNI AL Siapkan Pangkalan di Pangandaran

image
Komandan Pangkalan Armada Barat Angkatan Laut (Danlanal) Kolonel (P) Johanes Djanarko Wibowo, menyatakan, Pangkalan Militer Angkatan Laut Type D, akan segera dibangun di wilayah Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.
Hal itu terungkap ketika Danlanal Kolonel (P) Johanes Djanarko Wibowo, menggelar kegiatan pembinaan terhadap desa pesisir di Desa Sukaresik, Kecamatan Sidamulih, Pangandaran, minggu lalu.
“Luas lahan yang akan dijadikan pangkalan tersebut mencapai 3 hektar. Pangakalan itu nantinya menghadap ke arah laut. Komanda pangakalan akan dijabat oleh setingkat mayor,” katanya.
Menurut Johanes, pembangunan pangkalan tersebut dilakukan di lahan milik TNI AL. Pada tahap awal, pembangunan yang dilakukan adalah kawasan perkantoran. Tentunya, kata dia, pembangunan tersebut disesuaikan dengan ketersediaan anggaran pertahanan yang dari pemerintah pusat.
“Ini sebagai dukungan informasi Intelijen Pangandaran yang berbatasan dengan Australia. Ya sangat strategis, posisinya dipesisir Selatan yang berjarak 300 notikel mil dekat pulau Christmas-Australia,”kata Johanes.
Lebih lanjut, Johanes menyebutkan, sebagai Daerah Otonomu Baru (DOB), Pangandaran mempunyai pantai sepanjang 90 kilometer. Rencana penyediaan pangkalan tersebut sudah masuk dalam renstra TNI AL tahun 2016.
“Nantinya, AL akan mengamankan daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, yang jaraknya sekitar 250 notikel mil atau 500 kilometer, mulai dari pantai Sukabumi sampai Pangandaran,” ucapnya.
Johanes juga mengungkapkan potensi yang terdapat di kawasan laut Pangandaran. Diantaranya, mulai dari perikanan, bahan tambang, mineral, juga pariwisata eksotik yang kini menanti sentuhan pengembangan.
“Mengenai operasi laut, ada armada kapal yang setiap waktu siaga di pesisir selatan. Area patrolinya kurang lebih berjarak 20-40 notikel mil, mulai dari Banten sampai Cirebon. Dan mengenai ancaman dari luar, informasi kita langsung dari pusat. Kita hanya mengantisipasi kalau ada ilegal-ilegal saja,” imbuhnya.
Menanggapi hal itu, Penjabat Bupati Pangandaran, Drs. Daud Achmad, mengaku sudah menjalin komunikasi dengan Danlanal mengenai pertahanan di wilayah Pantai Pangandaran yang berbatasan langsung dengan Negara Australia.
“Kita apresiasi kepada Danlanal karena Pangandaran sebagai daerah terluar yang berbatasan dengan negara lain, diperlukan pangkalan sebagai fungsi dukungan baik personil, informasi intelijen, logistik maupun lainnya. Dan kami berharap rencana pembangunan pangkalan AL di Pangandaran ini segera terealisasi,” jelas Daud.

HarapanRakyat.com