Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menegaskan, bela negara bukan wajib militer. Namun, perwujudan hak dan kewajiban warga negara dalam pembelaan negara. “Nantinya, disiplin pribadi yang akan membentuk disiplin kelompok, seterusnya akan menjadi disiplin nasional. Tembak-menembak itu nomor dua ratus,” ujarnya di Kantor Kemhan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (12/10).
Namun demikian, untuk daerah-daerah tertentu seperti, daerah perbatasan dan pulau terluar, program bela negara yang diberikan bersifat khusus. “Di Natuna perlu bela negara plus, dia (masyarakat) perlu tahu bom meledak, dan sebagainya jadi tidak panik,” ucapnya.
Mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) menilai, dalam bela negara ini setiap warga negara diajarkan bagaimana mencintai bangsa dan negaranya, membangun kebersamaan sehingga dapat mewujudkan Indonesia yang kuat, dalam menghadapi kompleksitas ancaman.
“Alutsista itu kecil. 100 juta militan itu kekuatan yang luar biasa, kalau terbentuk kita (Indonesia) nomor satu di dunia ini,” ucapnya.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Panjaitan menambahkan, rencana bela negara yang dibentuk Kementerian Pertahanan (Kemenhan) berbeda dengan wajib militer.
“Enggak (bukan seperti wajib militer), mungkin pelatihan ya,” kata Luhut di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (12/10/2015).
Luhut menyampaikan, bahwa jumlah warga yang ikut untuk kegiatan ini masih diperhitungkan. “Ya untuk disiplinkan bangsa ini juga anak-anak muda,” tandas Luhut.