Minggu, 17 Mei 2015

FAMAS: Senapan Bullpup Perancis, Ikut Jadi Pegangan Kopassus TNI AD

Famas-F1
FAMAS (Fusil d’Assaut de la Manufacture d’Armes de St-Etienne) sudah menjadi label yang kuat dalam jagad senapan serbu. Identitasnya begitu lekat lewat desain bullpup dan rancangan carry handle yang unik, menjadikan FAMAS begitu mudah dikenali bagi yang awam sekalipun. Bagi Perancis, FAMAS adalah lambang kedigdayaan militer Negeri Eifel tersebut, reputasi dan citra FAMAS bisa disejajarkan dengan popularitas keluarga jet Mirage dari Dassault Aviation.
Meski kalah kondang dari fam AK-47 dan M16, namun FAMAS yang mulai diproduksi pada tahun 1975 sudah lumayan malang meintang dalam laga operasi militer. Harus diakui reputasinya tak sedahsyat senapan serbu lain, ini lantaran FAMAS tampil agak ekslusif. Selain digunakan pasukan Perancis, FAMAS sejauh ini hanya menyebar di Agentina, Djibouti, Gabon, Lebanon, Papua Nugini, Filipina, Senegal, Serbia, Tunisia, Uni Emirat Arab, Iran, dan Indonesia. Sebagian besar penggunanya adalah negara-negara yang sejak lama ‘akrab’ dengan Perancis.
famas_11513084267

Namun, dengan harga bandrol yang terbilang tinggi, semisal varian standar F1 mencapai 1.500 Euro per unit, menjadikan di luar Perancis FAMAS hanya tampil sebagai senjata pendukung alias pelengkap untuk misi-misi khusus. Perancis yang tergabung dalam NATO dan punya beberapa wilayah bekas koloni di Afrika, menjadikan militer Perancis kerap tampil dalam operasi militer kelas dunia, termasuk dalam kancah perang Afghanistan, yang otomatis menyertai keterlibatan FAMAS.
Nah, bagi Indonesia, senjata standar untuk segmen senapan serbu memang sudah dipatri ke SS-1 dan SS-2. Tapi jangan salah, FAMAS pun ikut eksis melengkapi etalase senjata perorangan pada pasukan elit. Kopassus (Komando Pasukan Khusus) TNI AD, secara terang-terangan menampilkan sosok FAMAS dalam Pameran Alutsista TNI AD 2012 di Lapangan Monas. Bahkan, Wikipedia.com menyebut Kopaska (Komando Pasukan Katak) TNI AL juga ikut mengoperasikan senjata bullpup ini. Meski bukan jadi senjata standar, wajar bila pasukan elit TNI turut mengenal dan memiliki senjata serbu yang punya reputasi sekelas FAMAS.
FAMAS F1 dalam Pameran Alutsista TNI AD 2012 di Monas.
FAMAS F1 dalam Pameran Alutsista TNI AD 2012 di Monas.

Prajurit TNI dengan FAMAS.
Prajurit TNI dengan FAMAS.
Prajurit TNI dalam misi PBB sedang mengamati FAMAS militer Perancis.
Prajurit TNI dalam misi PBB sedang mengamati FAMAS militer Perancis.

Tidak diketahui persis varian apa yang digunakan Kopassus, namun dari pengamatan di foto, sekilas FAMAS yang tampil di Pameran Alutsista adalah varian FAMAS F1. Ini merupakan varian dasar FAMAS, dilengkapi magasin lurus berisi 25 butir peluru. Senjata ini pun dapat meluncurkan rifle grenade. Varian ini diketahui telah diproduksi sebanyak 400 ribu unit.
Dirunut dari sejarahnya, FAMAS yang dirancang oleh Paul Tellie diracik dalam periode yang tak singkat, yakni antara 1967 – 1971. Ini lantaran Perancis mensyaratkan kesempurnaan dan kualitas tinggi untuk senapan serbu standar. Setelah prototipe-nya disetujui, produksi FAMAS resmi dimulai pada tahun 1975 oleh MAS (Manufacture d’armes de Saint-Étienne) berlokasi di kota Saint Étienne, MAS merupakan anggota grup GIAT Industries yang sekarang berubah nama menjadi Nexter milik pemerintah Perancis. Produksi FAMAS terus berlangsung hingga saat ini. Untuk kebutuhan pasar dan kepentingan komersial, varian FAMAS terus di update untuk beragam misi. Selain desain yang unik, ada beberapa hal yang menarik dari senapan dengan kaliber peluru 5,56 x 45 mm ini.
Kidal
FAMAS mungkin menjadi satu-satunya senjata yang memikirkan betul kebutuhan pengguna kidal. Hal ini dibuktikan dengan penempatan pengokangnya yang tepat di bawah carry handle. Dengan posisi pengokang (cooking handle) di bawah carry handle, maka pengokang yang ikut bergerak saat senapan ditembakkan ini bisa diakses dengan cukup baik oleh tangan kangan atau tangan kiri dengan sama mudahnya. Penembak kidal juga difasilitasi dengan keberadaan ekstrakator yang fleksibel. Sebagai informasi, FAMAS memang dilengkapi dengan ejection port (lubang keluarnya selongsong peluru) pada sisi kiri dan kanan.
Prajurit dengan posisi tangan kidal.
Prajurit dengan posisi tangan kidal.
Konfigurasi cooking handle (pengokang) dan ejection port.
Konfigurasi cooking handle (pengokang) dan ejection port.
Lebih dari itu, bolt head FAMAS juga memiliki cekungan pada kiri dan kanannya. Bagi pengguna kidal, tinggal memindahkan ekstraktor dari sisi kanan ke kiri, lalu memindahkan penutup ejection port yang sekaligus berfungsi sebagai cheekpiece berbahan kevlar ke sisi kanan. Sehingga operator dapat menembak dengan nyaman karena selongsong sisa akan dibuang melalui lubang yang terbuka di sisi kiri.

Laras
Laars menjadi komponen yang unik dari FAMAS, dengan panjang 488 mm yang dibuat dengan teknik cold hammer forged dilengkapi dengan cincin-cincin sehingga mengesankan larasnya tidak mulus. Selain dimaksudkan untuk membantu penguapan panas laras, rupanya fungsi utama cincin ini adalah untuk mengunci granat senapan di posisinya. Beda dengan senapan lain yang hanya melontarkan granat senapan dari satu posisi, maka operator FAMAS punya keleluasaan untuk menentukan seberapa jauh ia ingin melontarkan granat senapannya.
FAMAS dapat melontarkan granat dengan pola rifle granade.
FAMAS dapat melontarkan granat dengan pola rifle grenade.
FAMAS juga bisa dipasangi pelontar granat M203.
FAMAS juga bisa dipasangi pelontar granat M-203.
Prajurit Perancis dengan FAMAS yang dilengkapi pelontar granat M203.
Prajurit Perancis dengan FAMAS yang dilengkapi pelontar granat M-203.

Meski mengadopsi model bullpup dengan dimensi yang pendek, FAMAS adalah senapan serbu yang dirancang bagi pasukan infateri sejati, pasalnya FAMAS sudah disiapkan untuk adopsi bayonet. Uniknya, bayonet dipasang dari sisi atas dengan modifikasi dua lubang pada gagangnya.
Receiver
Sekilas tidak ada yang istimewa dengan receiver berbahan polimer. Selain terdapat bipod di sisi kiri dan kanan untuk membantu kestabilan saat penembakan. Receiver nampak mulus tanpa tambahan apapun. Namun jangan salah, di dalam carry handle yang menyatu dengan receiver atas, tersimpan lima macam pisir sehingga FAMAS boleh dibilang sebagai senapan serbu dengan sistem pembidik terbanyak di dunia.
Bedah posisi receiver FAMAS.
Bedah posisi receiver FAMAS.
FAMAS ideal untuk dipasangi beragam alat bidik pada bagian atas carry handle.
FAMAS ideal untuk dipasangi beragam alat bidik pada bagian atas carry handle.
Kelima sistem pisir terbagi atas dua kegunaan. Untuk senapan dan untuk granat senapan. Untuk sistem pisir pejera bagi senapan, ada tiga untuk FAMAS. Untuk pisir standar, ada pisir dengan setelan elevasi berbentuk cincin putar dengan skala 300-500 meter. Bila operator menginginkan akurasi, ia tinggal menaikkan pisir presisi model flip up di depan dan belakang pisir. Bila pertempuran terjadi di malam hari, ada pisir cadangan model u-post terbuka di bagian carry handle yang dilengkapi tritium insert berupa dua titik yang akan menyala dalam kegelapan. Pisir malam ini juga berfungsi sebagai pisir granat senapan cadangan dengan jarak 75 dan 100 meter. (Gilang Perdana)

Spesifikasi FAMAS
  • Kaliber : 5,56 x 45 mm NATO
  • Berat: 3,8 kg
  • Panjang: 757 mm
  • Panjang laras: 488 mm
  • Mekanisme: Blowback
  • Kecepatan tembak : 950 butir/menit
  • Kecepatan proyektil : 960–925 m/s
  • Jarak efektif: 300—450 meter
  • Jarak tembak maksimum : 3.200 meter
  • Amunisi: magazen box 25 atau 30-butir
  • Alat bidik: Rear aperture fitted withtritium night inserts, front pos
  • Varian: F1, G1, G2, FAMAS Export, FAMAS Civil, FAMAS Commando
Indomil/

Kamis, 14 Mei 2015

Mengapa Indonesia Membutuhkan Sukhoi SU-35

Kepala Staf Angkatan Udara AS Jenderal Mark Welsh III mengakui kesenjangan kemampuan Angkatan Udara AS dengan China dan Rusia semakin menipis, dan baru kali ini terjadi.
Saat ini AS hanya berharap kepada F-35 yang juga diberikan kepada sejumlah sekutu terdekat.
Akankah Indonesia bisa membaca situasi ini dengan membeli Sukhoi SU-35, atau akan terperangkap terus berputar putar di lingkaran yang sama, tanpa bisa melompat, yakni membeli F-16 atau F-18 sebagai pengganti F-5, di saat kedua pesawat itu pun tidak lagi dipercayai oleh AS.
Sukhoi SU-35
Sukhoi SU-35

Angkatan Udara Indonesia hendak mengganti pesawat tempur F-5 buatan AS yang sudah usang dengan pesawat tempur terbaru Rusia Su-35 Super Flanker. Namun, pemerintah Indonesia belum bisa mengambil langkah pasti karena AS juga menawarkan jet F-16 dan jet F-18 mereka pada AU Indonesia.
Saat ini, armada pesawat tempur Indonesia terdiri dari pesawat AS F-16 dan pesawat Rusia Su-27 dan Su-30. Fakta bahwa pesawat AS bersekutu dengan pesawat Rusia di militer Indonesia adalah hal yang menarik. “Indonesia mengincar pesawat Rusia karena mereka memang membutuhkannya,” tulis Defense Industry Daily (DID). Pesawat tempur AU Indonesia, yakni 12 buah F-16A/B dan 16 buah F-5E/F, menghadapi masalah perawatan karena AS memberlakukan embargo terhadap Indonesia.
Embargo tersebut diberikan setelah Australia mulai campur tangan dalam konflik Timor Timur, dan AS menuduh Indonesia melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
Untuk mengatasi masalah akibat embargo AS, pada 2003 Indonesia menandatangani kontrak senilai 192 juta dolar AS dengan Rusia untuk memasok pesawat tempur multiperan Sukhoi melalui Rosoboronexport. Kehadiran pesawat tempur Rusia membuat Indonesia memiliki kapabilitas tempur yang setara dengan para tetangganya, termasuk Tiongkok dan Australia.
Empat tahun kemudian, dalam pameran aviasi MAKS 2007 di Moskow, Indonesia dan Rusia menandatangani kontrak lanjutan senilai 300 juta dolar AS untuk pasokan Sukhoi Flankers. Menariknya, kala itu Indonesia tetap membeli perangkat militer Rusia meski Indonesia telah memiliki kerja sama tertutup dengan Washington. “Itu membuktikan, bahwa pembelian tersebut tak merefleksikan orientasi geopolitik Indonesia. Itu murni disebabkan oleh ketertarikan Indonesia terhadap pesawat Sukhoi,” kata pengamat hubungan internasional Martin Sieff dari UPI.
Berdasarkan informasi dari DID, baik Su-27 SK maupun Su-30 milik Indonesia yang saat ini masih beroperasi, sama-sama memiliki kombinasi karakter Sukhoi Flanker terkait jangkauan jarak yang jauh, muatan besar, dan kinerja udara yang dapat mengimbangi semua pesawat tempur Amerika kecuali F-22A Raptor. Dengan kapabilitas tersebut, serta kebijakan Rusia yang tidak pernah mencampur-adukan situasi politik dengan penjualan senjata, mendorong Indonesia untuk berbalik pada Rusia dan menjadikan Rusia sebagai pemasok senjata.
Kedatangan Sukhoi telah menggenapkan keganjilan di panggung Asia Pasifik. Pilot Australia, yang menyatakan diri tergabung dalam pasukan canggih dengan menerbangkan F-18 Hornets, kini harus berhadapan dengan Flanker yang lebih unggul hampir di semua aspek. Menurut keterangan Air Power Australia, “Akusisi pesawat tempur Rusia Sukhoi Su-27SK dan Su-30MK oleh negara-negara yang ada di wilayah kami menunjukan bahwa F/A-18A/B/F telah ketinggalan jaman berbagai aspek kunci.”
image

Lompatan Teknologi Maju
Pesawat Su-35 Super Flanker, yang diincar oleh AU Indonesia, tentu saja lebih canggih. Sukhoi mengklasifikasikannya sebagai pesawat generasi ke-4++, yang berada tepat di bawah pesawat siluman generasi kelima. Dibandingkan dengan F-16 dan F-18, yang berbasis teknologi tahun 1970-an, Su-35 baru saja masuk dalam perbendaharaan senjata AU Rusia. Tiongkok juga telah menandatangani kontrak senilai miliaran dolar untuk memperoleh 24 buah Super Flanker dan para pilot Tiongkok telah datang ke Rusia untuk menjalani pelatihan.
Berdasarkan informasi dari Air Force Technology, Su-35 memiliki kemampuan manuver yang tinggi (+9g) dengan sudut penyerangan tinggi, dan dilengkapi dengan sistem senjata canggih yang membuat pesawat ini memiliki kemampuan tempur yang luar biasa. Kecepatan maksimum pesawat ini mencapai 2.390 kilometer per jam atau Mach 2,25.
Majalah tersebut menyebutkan bahwa Su-35 mampu mengangkut sejumlah misil udara-ke-udara, udara-ke-permukaan, dan misil antikapal. Pesawat juga dapat dipersenjatai dengan beragam bom terarah, dan sensornya mampu mendeteksi serta melacak hingga 30 target udara dengan radar cross section (RCS) dalam radius 400 kilometer menggunakan moda lacak-dan-pindai.
Dalam laporan Aviation Week dari Paris Air Show 2013, pakar aviasi legendaris Bill Sweetman menuliskan bahwa kelincahan yang dipamerkan oleh Sukhoi Su-35 berakar dari konsep Rusia yang mementingkan jangkauan pendek serta pertempuran udara berkecepatan rendah.
“Pesawat ini dilengkapi dengan tiga sumbu dorong vektor (three-axis thrust-vectoring) dan memiliki kontrol penerbangan dan tenaga pendorong yang terintegrasi seluruhnya, menampilkan manuver yang tak tertandingi oleh pesawat tempur manapun,” tulis Sweetman.
Sweetman juga mengutip pilot kepala penguji Sukhoi Sergey Bogdan, “Sebagian besar pesawat tempur yang kami miliki saat ini memiliki dorongan vektor. Su-30MKI dan MKM dapat memamerkan manuver tersebut. Hal yang membedakan pesawat ini adalah ia memiliki lebih banyak dorongan, jadi saat menampilkan manuver, ia dapat tetap berdiri kokoh, dan setelah pembakaran dimulai, pesawat dapat mempertahankan penerbangan hingga 120-140 kilometer per jam.”
Penekanan “kemampuan manuver super” berlawanan dengan doktrin pertempuran udara Barat, yang lebih menekankan kecepatan tinggi, menghindari “peleburan” lamban dan taktik hemat energi. Namun menurut Bogdan, kemampuan manuver super merupakan aspek yang sangat penting.
“Pertempuran udara klasik dimulai pada kecepatan tinggi, namun jika Anda melewatkan tembakan pertama, dan kemungkinanannya besar karena ada manuver untuk menghindari misil, pertempuran akan berlangsung lebih lama,” kata Bogdan. “Setelah bermanuver, pesawat akan berada di kecepatan rendah, namun kedua pesawat akan berada di posisi di mana mereka tak bisa menembak. Kemampuan manuver super membuat pesawat dapat berbalik dalam tiga detik dan kembali menembak.”
Terkait hemat energi, Bogdan mencatat, “Teori pertempuran udara selalu berevolusi. Pada 1940-an dan 1950-an, prioritas utama adalah ketinggian, lalu kecepatan, kemudian manuver, dan persenjataan. Lalu pada generasi ketiga dan keempat, urutannya berubah menjadi kecepatan, ketinggian, baru manuver. Kemampuan manuver super ditambahkan. Itu ibarat pisau di saku tentara.”
Meski tak memiliki kemampuan siluman, pesawat Su-35 bisa ‘menghilang’, tak terlihat di radar musuh, pada beberapa kondisi tertentu. Sweetman menjelaskan, perubahan kecepatan yang berlangsung acak dapat membuat merusak radar. Manuver tersebut sangat berguna bagi Su-35S karena pilot dapat menerbangkan pesawat ke segala arah.
image

Pembuktian di Masa Depan
Australia berencana membeli 72 buah pesawat tempur siluman F-35 pada akhir dekade ini, sehingga Indonesia harus mengambil langkah penyeimbang. Pesawat Rusia T-50 mungkin merupakan kandidat paling ideal, namun untuk sementara Su-35 dapat dijadikan pertahanan dalam menghadapi ancaman F-35.
Dave Majumdar dari National Interest menyebutkan bahwa AU Amerika—yang paham betul mengenai F-35—pecaya bahwa Su-35 dapat menjadi ancaman serius bagi jet terbaru Amerika. F-35 dibuat sebagai pesawat penyerang dan tak memiliki kapabilitas kecepatan atau ketinggian seperti Su-35 atau F-22. “Kemampuan pesawat Sukhoi untuk terbang tinggi dan cepat merupakan masalah utama yang kami hadapi, termasuk untuk F-35,” terang pihak militer Amerika.
Menurut Majumdar, sebagai pesawat tempur superior Su-35 memiliki kombinasi kemampuan terbang tinggi dan kecepatannya yang luar biasa.
“Su-35 dapat meluncurkan senjata dari kecepatan supersoniknya, yakni sekitar Mach 1,5 pada ketinggian lebih dari 45 ribu kaki. Sementara F-35 secara umum akan beroperasi pada ketinggian 30 ribu kaki dengan kecepatan sekitar Mach 0,9.”
Sergey Ptichkin dari Rossiyskaya Gazeta menyebutkan, Su-35S hampir identik dengan T-50 dalam aspek perlengkapan elektronik, sistem kontrol, dan persenjataan. “Sehingga, semua pilot yang mampu mengendalikan Su-35 dapat dengan mudah mengendalikan pesawat tempur klasik generasi kelima berteknologi siluman, T-50,” kata Ptichkin.
Dengan belajar mengendalikan Su-35, pilot Indonesia kelak telah siap saat harus menerbangkan pesawat siluman generasi kelima pada dekade mendatang.

Latihan Bersama Pilot Andal
Pada Oktober 2013, India setuju untuk melatih AU Indonesia dalam mengoperasikan armada pesawat tempur Sukhoi. Berdasarkan kesepakatan ini, yang disetujui saat kunjungan Menteri Pertahanan India ke Jakarta, India dan Indonesia akan bekerja sama dalam bidang pelatihan, bantuan teknis, serta pasokan suku cadang.
Di masa lalu, Indonesia memiliki kesepakatan dengan Tiongkok untuk melatih pilot mereka dan menyediakan dukungan teknis untuk armada Flanker-nya. Namun, Indonesia kini berbalik arah pada India, karena melihat AU India ialah mentor ideal. AU India memiliki reputasi dunia sebagai pasukan tempur unggul setelah mengalahkan pasukan Amerika dalam sejumlah latihan udara Cope India. Selain itu, dalam tiga perang pada tahun 1965, 1971, dan 1999, India berhasil mengalahkan pasukan Pakistan.
Dengan kata lain, dukungan tersedia dengan mudah di wilayah Asia, jika Indonesia memutuskan untuk memperbesar armada Flanker-nya.

Tak Ada Ikatan
Argumen yang paling mendukung bagi Indonesia untuk membeli pesawat Rusia adalah, tak seperti negara adidaya lain, Moskow tak pernah memberi embargo akibat sebuah konflik. Selain itu, tindakan menjual senjata untuk sebuah negara namun kemudian menghentikan pasokan pada saat perang ibarat “menusuk dari belakang”. Embargo AS pada krisis Timor Timur jelas ditujukan demi keuntungan Australia. Pada konflik Indonesia-Australia di masa depan, hasilnya mungkin tak akan berbeda jauh. Pemimpin politik Indonesia harus mempertimbangkan masak-masak saat mereka hendak mengambil keputusan untuk membeli pesawat tempur.

PESAWAT PANGERAN DIPONEGORO I DAN II (Pesawat Shoki-Ki-48 dan Ki-49 Donryu)

Pesawat Pangeran Diponegoro I (PD I)
       Pesawat Ki-48 atau Army tipe 99 merupakan jenis pesawat pembom ringan buatan Pabrik Nakajima tahun 1940.   Pesawat ini merupakan peninggalan Jepang, yang berada di Pangkalan Udara Bugis Malang (sekarang Lanud Abdulrachman Saleh),    Setelah berhasil diperbaiki,   Indonesia menamainya Pesawat Diponegoro I.  Sekutu menamakan pesawat tersebut dengan  sebutan Lily. Pesawat Ki-48 digerakan dua motor radial pendingin angin masing-masing memiliki kekuatan 1460 dayakuda dengan kecepatan maksimum  510 km/h.
       Pada awal perang Pasifik pesawat ini disangka pesawat pemburu Messerschmitt Me-109 Lisensi Jerman.  Ternyata hanya motornya saja yang berlisensi Jerman yaitu Daimler Benz  DB-601 A.  Sedangkan Air frame-nya asli ciptaan Kawasaki,   yang disain oleh Takeo Doi dan Shin Owada.
 Test flight pertama pesawat Diponegoro I dilakukan pada tanggal 2 Februari 1946 oleh penerbang Atmo.  Pada Test flight ini  masih ter­­dapat keku­rangan, yaitu pipa oli dan hidroliknya bocor.  Usaha perbaikan terus dilakukan oleh Matkarim, Naim dan Mudjiman.   Test flight berikutnya  pesawat berhasil terbang  dengan baik.
      Beberapa penerbangan penting yang dilaksanakan Pesawat Pangeran Diponegoro I,    pada tanggal 27 Februari 1946 melaksanakan misi penerbangan membawa Panglima Besar Sudirman beserta rombongan pejabat pemerintah Jawa Timur melakukan  inspeksi ke Jawa Timur dan ke Pangkalan Udara Bugis, Malang.  Rombongan pejabat pemerintah Jawa Timur antara lain Gubernur Suryo, Dul Arnowo (Ketua KNI), Mr.  Sunarko, Ketua BPRI Bung Tomo, Komandan Divisi Jenderal Mayor Imam Sudjai, para wartawan dan lain-lainnya.    Pejabat AURI yang menyertai rombongan tersebut adalah Pak Karbol (Prof. Dr.  Abdulrachman Saleh) dan Halim Perdanakusuma.  Pada kesempatan yang sama Panglima Besar Sudirman sempat melaksanakan perjalanan dengan pesawat PD I ke daerah Banyuwangi-Bali, pesawat diawaki penerbang Atmo dan juru teknik Moch. Oesar.
            Tanggal 5 Maret 1946 Pesawat PD I membawa Mayor Jenderal Soedibjo dalam rangka melaksanakan misi penyelesaian Allied Prisoners of War and Interneers (APWI) yaitu penyelesaian masalah keselamatan tawanan perang dan interniran dengan pihak Sekutu.  Pada tanggal 4 Oktober 1946 pesawat PD I itu diterbangkan oleh Pak Karbol (Prof. Dr. Abdulrachman Saleh) ke Maguwo dengan membawa serta juru teknik Moch. Oesar, Matkarim, dan Mustari.   Abdulrachman Saleh yang dikenal dengan panggilan Pak Karbol adalah salah seorang yang mampu menerbangkan pesawat itu tanpa latihan dan tanpa pendamping.  
       Seperti pesawat lainnya, pesawat Pangeran Diponegoro I dihancurkan oleh Belanda pada saat Agresi Belanda ke II pada akhir tahun 1948.

Data-Data Pesawat Ki-48:

Jenis    : Cahaya Bomber / Dive Bomber
Kru      : Empat
Model  : Nakajima HA-115 Radial
Tenaga kuda   : 1150 H
Wing Span      : 57 Ft 3 Inch (17,45 M)
Durasi  : 41 Ft 10 inch (11,64M)
Tinggi  : 12 Ft 5,5 Inch (3,80m)
Berat   : £ 14.881 (6750 kg)
Max Speed     : 314 mph (505 kph)
Layanan Ceiling          : 33.135 ft (10.100m)
Range : 1.491 mil (2.400 km)

Pangeran Diponegoro II (Benteng Asia)

       Pesawat Pangeran Diponegoro II merupakan jenis pesawat pembom berat Jepang  Ki-49 Donryu buatan tahun 1942, yang berhasil diperbaiki teknisi Indonesia dan diubah menjadi pesawat angkut. Ki-49 memiliki mesin ganda buatan Kawasaki mampu terbang jelajah 350 km/jam. Ki-49 mampu membawa bom  1.000 kg dengan jarak terbang  1.864 km.   Pesawat ini dalam sejarah Jepang tercatat sebagai pesawat pertama yang dilengkapi dengan senjata penembak di bagian ekor.  Mampu terbang cepat 400 km/jam pada ketinggian 4000 m dan terbang tinggi mencapai 11.200 m.   Pesawat Ki-49 merupakan pesawat buatan tahun 1942 yang digunakan Jepang selama perang Dunia II dan digelar di Filipina, Malaysia, Burma, dan Hindia Belanda.  Sekutu menyebut pesawat Ki-49 ini  dengan  nama  "Helen". 
      Saat ditinggalkan Jepang Pesawat Ki-49  yang berada  di Pangkalan Udara Bugis, Malang dalam keadaan rusak tanpa mesin dan onderdil banyak yang hilang.   Pada pertengahan Maret 1946,  pesawat mulai  diperbaiki,   tanggal 17 April 1946 saat dilakukan test flight pertama oleh penerbang Atmo, masih terdapat kekurangan pada sistem pompa hidroliknya, sehingga saat  akan landing harus dibantu dengan pompa tangan agar dapat berfungsi secara maksimal.  Setelah proses perbaikan pesawat selesai, sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Komandan Pangkalan Udara Bugis, Malang yang saat itu dijabat oleh komodor Udara Abdulrachman Saleh mengadakan syukuran dan pemberian nama baru bagi pesawat, yaitu Pangeran Diponegoro II (PD II) atau Benteng Asia.   Acara syukuran dihadiri Komandan Divisi VII Jenderal Mayor Imam Sudjai,  Ketua BPRI Bung Tomo, Residen Malang Syam, dan para wartawan.  
            Agustinus Adisutjipto saat berada di Malang dalam rangka  perundingan serah terima  Pangkalan Udara Bugis Malang bersama semua fasilitasnya dari Panglima Divisi VII Malang kepada Markas Tertinggi TRI AO di Yogyakarta, Berhasil menerbangkan pesawat PD II dengan baik walaupun sebelumnya belum pernah menerbangkan pesawat jenis PD II.   Sementara itu perundingan antara Adisutjipto dengan Panglima Divisi VII tidak menghasilkan kesepakatan.  Hingga akhirnya Adisutjipto  berunding dengan Komandan Pangkalan Bugis untuk menerbangkan pesawat Pangeran Diponegoro II secara diam-diam.    Pada tanggal 5 Agustus 1946 tanpa sepengetahuan Panglima Divisi VII Malang pesawat Pangeran Diponegoro II yang dipiloti Agustinus Adisutjipto, melakukan penerbangan menuju Yogyakarta dengan rute pangkalan udara Bugis, Malang, Semarang dan Solo.   Untuk menjaga kerahasiaan penerbangan, semua montir yang ikut terbang, antara lain Moch. Oesar, Mustakim, Matkarim, dan Matsari tidak diberitahu tujuan penerbangan, sehingga mereka hanya mengenakan kaos dan celana pendek saja.   Saat berada di atas kota Semarang pesawat ditembaki musuh dari bawah, tetapi tidak kena.    ketika sampai di kota Solo mesin pesawat sebelah kiri mulai mengalami kerusakan, tetapi masih bisa diusahakan terbang.
Pada pukul 11.00 WIB pesawat Pangeran Diponegoro II berhasil mendarat dengan selamat di Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta.   Setelah pesawat berhenti, Agustinus Adisutjipto dan para montir yang ada dalam pesawat keluar yang segera mereka disambut oleh teman-temannya yang berada di Yogyakarta.  Semuanya menunjukan rasa gembira, haru, dan bangga, termasuk pimpinan Markas Tertinggi (MT) TRI Angkatan Oedara Pusat Yogyakarta Komodor Soerjadi Soerjadarma.
        Peristiwa tersebut menimbulkan reaksi dari pihak Divis VII, mereka mengirimkan radiogram ke Yogyakarta guna memanggil Kepala Bagian Teknik Pangkalan Udara Bugis, H.A.S. Hanandjudin (yang tidak turut dalam penerbangan Pangeran Diponegoro II ke Yogyakarta),  untuk dimintai pertanggungjawaban.  Agustinus Adisutjipto segera menemui H.A.S. Hanandjudin untuk memberitahukan tentang pangggilan tersebut.  Dengan jiwa besar H.A.S. Hanandjudin memenuhi panggilan tersebut, diantar ke Malang menggunakan pesawat Curen yang dikemudikan oleh kadet Tugijo. Setelah sampai H.A.S. Hanandjudin di Malang langsung ditangkap  dan diserahkan ke Markas Polisi Tentara.  Setelah diperiksa dan ditahan selama tujuh hari, kemudian dibebaskan dan kembali bekerja seperti biasa. 
        Pada saat melaksanakan test flight di atas pangkalan Udara Maguwo  Pesawat Pangeran Diponegoro II mengalami kecelakaan sehingga tidak dapat diterbangkan kembali.  Akan tetapi untuk mengelabui tentara Belanda yang melakukan Agresi militer pertama, rongsokan pesawat Pangeran Diponegoro II dipajang dilandasan, hingga   menjadi sasaran tembak pesawat tempur Belanda dan semuanya hancur.
 

Pusat Pendidikan TNI dijadikan tempat rehabilitasi narkoba

Pusat Pendidikan TNI dijadikan tempat rehabilitasi narkoba
Panglima TNI, Jenderal Moeldoko. Selain membantu BNN merehabilitasi pemakai narkoba, dalam beberapa aspek, TNI kembali dilibatkan untuk perkuatan institusi sipil di pemerintahan, di antaranya swasembada pangan dan penyediaan guru di sekolah-sekolah di perbatasan negara. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
... dalam merehabilitasi para pengguna narkoba harus ada batasan yang jelas agar para pengguna narkoba tak menularkan "kebiasaan" buruk itu kepada prajurit TNI...
Satu lagi pelibatan unsur kekuatan dan fasilitas TNI untuk kepentingan nasional, yaitu Pusat Pendidikan TNI yang akan dijadikan tempat rehabilitasi pengguna narkoba sesuai target Badan Narkotika Nasional pada 2015 sebanyak 100.000 pengguna narkoba bisa direhabilitasi.

Keterangan pers Pusat Penerangan TNI, di Jakarta, Rabu, menyatakan, hal itu salah satu poin dalam Nota Kesepahaman antara TNI dengan BNN yang ditandatangani langsung Kepala BNN, Komisaris Jenderal Polisi Anang Iskandar, dan Panglima TNI, Jenderal TNI Moeldoko, di Aula Gatot Subroto, Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur.

Tak hanya itu, TNI juga akan dilibatkan dalam upaya pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran gelap narkoba serta prekursor narkoba.

"TNI siap menyediakan setiap sarana dan prasarana di Pusdik untuk melaksanakan rehabilitasi para pengguna narkoba itu," katanya.

Khusus untuk Resimen Induk Kodam, Moeldoko menyebutkan, instansi pendidikan militer itu sudah ada di setiap Kodam dan tersebar di seluruh Indonesia.

"Seperti di POM AD itu gedungnya juga cukup besar, kalau digunakan penampungan bisa saja. Selain itu, semua kecabangan punya ruang untuk itu," kata dia. 

"Memang tempat-tempat itu adalah tempat belajarnya prajurit. Nanti proyek percontohannya saya serahkan kepada Pak Anang. Prinsipnya, kami menyediakan sarana dan prasarana, serta prajurit-prajurit untuk dilatih sebagai pembina," ujar Moeldoko.

Namun demikian, tambah Moeldoko, dalam merehabilitasi para pengguna narkoba harus ada batasan yang jelas agar para pengguna narkoba tak menularkan "kebiasaan" buruk itu kepada prajurit TNI.
Iskandar mengatakan, BNN meminta secara khusus kepada TNI untuk menyediakan lokasi-lokasi rehabilitasi para pengguna narkoba, yaitu Pusdik seperti Rindam di masing-masing daerah. BNN tidak mampu mencapai target itu karena kemampuan mereka untuk merehabilitasi pengguna narkoba cuma 2.000 orang setahun.

"Kami meminta tempat-tempat pelatihan militer digunakan sebagai tempat rehabilitasi sosial," kata Iskandar.

Dia membandingkan hal serupa --penggunaan personel dan fasilitas militer untuk merehabilitasi narkoba-- dengan di luar negeri. Thailand, sudah lebih dulu melakukan kerja sama antara pemerintahnya dengan militer.

BNN, lanjut Anang, juga akan melakukan pelatihan kepada para prajurit TNI untuk bisa menjadi pembina dalam upaya rehabilitasi pengguna narkoba.

"Sumber dayanya akan kami latih. Sehingga para personil TNI punya pemahaman bagaimana melakukan rehabilitasi. Kemampuan ini akan digunakan untuk merehabilitasi para pengguna narkoba di Rindam," ujarnya.

Sedangkan terkait penyediaan tenaga personel dari TNI untuk melakukan operasi pencegahan dan pemberantasan narkoba, ujar Iskandar, pihaknya sudah memiliki aturan dan pedoman yang sesuai dengan perundang-undangan.

Dalam aturan tersebut, BNN memang dapat melibatkan aparat TNI untuk melakukan penangkapan, namun keterlibatan aparat TNI ini tidak bisa hingga ke tingkat penyidik.
 

Panglima TNI Protes ke Malaysia soal Peredaran Narkoba

 
Panglima TNI Jenderal Moeldoko di Markas Yonif Linud 700/Raider Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (11/5). (Antara/Hafidz Mubarak A.)
Panglima TNI Jenderal Moeldoko di Markas Yonif Linud 700/Raider Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (11/5). (Antara/Hafidz Mubarak A.)

Panglima TNI Jenderal Moeldoko menyampaikan komplain kepada Panglima Tentara Diraja Malaysia terkait tingginya peredaran narkoba di wilayah perbatasan antara Kalimantan dan Malaysia.
“Saya sudah komplain kepada Panglima Malaysia kenapa penjagaan di Malaysia yang ketat begitu kok (pengedar) bisa lari ke perbatasan,” ujar Moeldoko di Markas Besar TNI, Jakarta, Rabu (13/5)
Moeldoko mengeluarkan pernyataan ini menyambung nota kesepahaman antara TNI dan Badan Narkotika Nasional. Moeldoko mengatakan BNN dapat meminjam prajurit TNI dalam setiap operasi pemberantasan peredaran narkotika dan zat aditif lain yang dilarang.
Sementara Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Ade Supendi mengatakan institusinya belum maksimal memagari pintu-pintu menuju Indonesia dari peredaran narkoba. Penyebab utamanya ialah keterbatasan kapal patroli.
“Negara kita itu negara kepulauan. Kapal kita tidak cukup. Harusnya ditutup titik-titik masuk itu,” ucap Ade.
KSAL menekankan dua perbaikan esensial untuk mengawasi pintu masuk ke Indonesia pada jalur laut, yakni kerjasama intensif dengan badan intelejen dalam dan luar negeri, serta pengerahan sarana laut yang dimiliki pemerintah.
Kerjasama antarinstansi yang kuat antara lain antara Kementerian Kelautan dan perikanan, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementrian Hukum dan HAM, dan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. (CNN Indonesia)

Kasal : Indonesia Butuh Kapal Perang Paten

 
Kapal Perang TNI AL (Antara/M. Risyal Hidayat)
Kapal Perang TNI AL (Antara/M. Risyal Hidayat)

Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Ade Supandi, menegaskan, sudah waktunya TNI AL memiliki “kapal hasil arsitek” yang dibuat secara terukur dengan kualitas tinggi dan tidak untung-untungan.
“Jangan lagi kita bersikap bonek (bondho nekat) dalam membuat kapal, atau membuat kapal dengan untung-untungan, untung bisa jalan, untung tidak nabrak. Sudah saatnya kita membuat kapal arsitek,” katanya di Surabaya, Selasa, 12/05/2015.
Dalam sambutan tanpa teks setelah menandatangani piagam kesepakatan bersama antara TNI AL dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), di Kompleks ITS Surabaya, ia menyatakan kerja sama TNI AL-BPPT bertujuan untuk ke arah itu (kapal arsitek), membuat kapal yang betul-betul dikalkulasi semaksimal mungkin secara ilmiah dan diuji secara ilmiah pula.
“Tapi, arsitek yang saya maksud itu bukan orang yang sekadar menggambar desain kapal, melainkan orang yang mendesain, sekaligus mengikuti uji laboratorium bagian-bagian kapal itu untuk mencocokkan hasil uji dengan gambar yang didesainnya,” katanya.
Didampingi Kepala BPPT, Dr Ir Unggul Priyanto MSc, ia mengatakan, arsitek kapal juga harus mengikuti proses pembuatan kapal hingga benar-benar selesai, sehingga ada kecocokan antara gambar (desain), uji (laboratorium), hingga kapal dalam bentuk jadi.
“Dengan demikian, industri perkapalan kita ke depan bukan sekadar industri, melainkan benar-benar ada hubungan antara pemerintah, industri, dan universitas. Hubungan tiga pihak itulah kelemahan kita,” katanya.
Menurut dia, kelemahan itu jika tidak dibenahi justru akan dimanfaatkan orang lain. “Buktinya, hubungan pemerintah dan industri tanpa melibatkan universitas membuat hasil riset universitas kita justru dipakai Malaysia. Ke depan, kita jangan begitu,” katanya.
Dalam penandatanganan program kesepakatan bersama yang dihadiri Rektor ITS, Prof Joni Hermana, Dirut PT PAL, Direktur PPNS, Direktur PENS, dan sebagainya, Priyanto mengatakan, kerja sama TNI AL-BPPT kali merupakan perpanjangan untuk lima tahun berikutnya (2015-2020).
“Tentu, perpanjangan kerja sama itu bermakna strategis terkait dengan kebijakan pemerintah menuju Poros Maritim Dunia, apalagi Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika yang dimiliki BPPT di Surabaya ini merupakan lembaga dengan fasilitas uji yang terbaik dan terbesar di ASEAN,” katanya.
Dalam kerja sama pada periode sebelumnya, TNI AL dan BBPT telah mampu membuat prototipe kapal rawa, pengembangan kapal selama mini 22 meter, rancang bangun alat pertahanan matra laut, dan sebagainya.
“Ke depan, kita bisa kembangkan dengan desain dan rekayasa teknologi kapal cepat, kapal cepat rudal, kapal selam, dan seterusnya, apalagi pemerintah akan menjadikan Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika ini sebagai Pusat Rekayasa Teknologi Industri Maritim,” katanya.
Setelah menandatangani program kesepakatan bersama itu, KSAL beserta jajarannya meninjau ruang uji kapal, seperti uji ketahanan melawan gelombang, serta melihat sejumlah prototipe kapal yang dirancang BPPT, baik kapal angkut maupun kapal selam.

harnas.co

Panglima 3 Brigade Malaysia Kunjungi Tanjung Datu

 
Kasdim 1202/Skw Hadiri Kunjungan Panglima 3 Brigade di Tanjung Datu
Kasdim 1202/Skw Hadiri Kunjungan Panglima 3 Brigade di Tanjung Datu

Bila kita berbicara perbatasan, berarti kita berbicara totalitas kebangsaan dan kenegaraan, karena memang di perbatasan Negara terletak integritas dan harkat serta martabat Bangsa dengan demikian perbatasan Negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu Negara. Demikian dikatakan Brigejen Md Yusof Bin Azis saat kunjungan kerja ke perbatasan Malaysia – RI di Temajuk, Kamis belum lama ini.
Selanjutnya dikatakan oleh Brigejen Md Yusof Bin Azis bahwa masalah perbatasan tidak terlepas dari perkembangan lingkungan strategis baik Internasional, Regional maupun Nasional. Diera globalisasi, Dunia makin terorganisasi dan makin tergantung satu sama lain serta saling membutuhkan. Konsep saling keterkaitan dan ketergantungan dalam masyarakat Internasional berpengaru dalam bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Berbagai permasalahan menonjol di wilayah perbatasan seringkali menyangkut belum adanya kepastian garis batas laut maupun darat. Selain itu, adanya fakta bahwa kondisi masyarakat di wilayah perbatasan tersebut masih tertinggal, baik sumber daya manusia, ekonomi maupun komunitas dan kondisi sosialnya. Keadaan seperti ini menyebabkan munculnya beberapa pelanggaran hukum seperti penyelundupan kayu, tenaga kerja ilegal, munculnya pos-pos lintas batas secara ilegal yang memperbesar terjadinya out migration, economic asset secara ilegal.
Guna mengeleminir permasalahan di perbatasan, melalui tugas pokoknya, Tentara Malaysia (TDM) melaksanakan operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang. Formulasi tugas Brigejen Md Yusof Bin Azis diperbatasan disusun atas dasar kebijakan “terwujudnya pamantapan batas antar Negara dan pengelolaan lintas batas Negara sebagai kunci pengamanan wilayah Malaysia”, dengan strategi mewujudkan sinergitas lintas sektoral guna membangun wilayah perbatasan dalam rangka menjaga dan memelihara, serta meningkatkan kesejahteraan dan keamanan masyarakat di perbatasan Malaysia – RI.
Dalam kesempatan kunjungan kerja ini, Brigejen Md Yusof Bin Azis berharap kepada seluruh unsur-unsur pemerintah daerah masyarakat, serta seluruh komponen Bangsa lainya di propinsi yang memiliki wilayah perbatasan untuk senantiasa menjalin kerjasama. Saya berharap kepada semua komponen untuk lebih peka dan tanggap terhadap setiap kerawanan-kerawanan dan perkembangan yang muncul di wilayah perbatasan sebagai upaya deteksi dini dan cegah dini.
Turut serta mendampingi Brigejen Md Yusof Bin Azis Berserta rombongan Tentara Malaysia (TDM) berjumlah 27 0rang, Dansatgas Pamtas Yonif 644/Wns Letkol Inf Marsana, dan Kasdim 1202/Singkawang Mayor Inf Heri Krisnanto.
TNI.AD.mil.id