Sabtu, 18 Oktober 2014

SBY Resmikan Markas F-16 Terbaru dan Yonif 10 Marinir

SBY Resmikan Markas F-16 Terbaru dan Yonif 10 Marinir
Ilustrasi (SINDOphoto)
Penguatan pertahanan di wilayah perbatasan kembali ditingkatkan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meresmikan pembentukan dua markas tempur terbaru, yakni Batalion Infanteri (Yonif) 10 Marinir/Satia Bhumi Yudha di Pulau Setokok, Batam, Kepulauan Riau dan Skuadron Udara 16/ Vijayakantaka Abhyasti Virayate di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekan Baru, Riau.

Peresmian Batalion Infanteri dan Skuadron Udara tersebut ditandai dengan penandatanganan prasasti di Akademi Militer, Magelang, Jumat (17/10/2014). Pembentukan dua kekuatan baru ini sebagai respon atas perkembangan lingkungan strategis yang dinamis dan multidimensional, khususnya dalam mengamankan wilayah perbatasan.

Presiden mengaku menyambut baik hadirnya kekuatan baru TNI Angkatan Laut dan TNI Angkatan Udara tersebut. Menurut dia, di era modern, kekuatan angkatan udara harus semakin tanggung dan modern untuk bisa menjaga wilayah udara nasional.

Sedangkan, keberadaan Batalion Infanteri Marinir ini akan memperkuat pengamanan wilayah perbatasan, terutama di Kepulauan Riau. Skuadron Udara 16 di Pekanbaru, saat ini juga sudah siap untuk menjadi markas pesawat tempur F-16 C/D 52ID asal Amerika Serikat.

Beberapa persiapan terus dilakukan sehingga skuadron ini sempurna sebagai home base pesawat tersebut. Adapun untuk pesawatnya sendiri, sekarang ini sudah ada lima unit dari 24 unit yang dipesan.

Sementara itu, menurut Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Marsetio, Batalion Infanteri 10 Marinir ini dibangun TNI AL sebagai salah satu upaya meningkatkan keamanan d kawasan terdepan Indonesia yang berbatasan dengan negara-negara kawasan ASEAN.

Pembangunan ini merupakan program prioritas TNI AL sebagai tindak lanjut atas perintah Presiden SBY untuk membangun dan membentuk Satuan Marinir baru di Kepulauan Riau.

Peletakan batu pertama pembangunan markas batalion tersebut telah dilakukan 5 Juni 2013 silam. Batalion Infanteri 10 Marinir yang menempati lokasi seluas 37 hektare ini merupakan salah satu lokasi strategis untuk pertahanan keamanan di wilayah perbatasan.

“Karakteristik wilayah Kepulauan Riau pada umumnya terdiri dari banyak pulau dan berbatasan dengan beberapa negara tetangga, sehingga sangat strategis untuk dibangun satuan markas pengamanan untuk pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” katanya dalam siaran pers kepada Sindonews, Jumat (17/10/2014).

Fasilitas yang dibangun pada markas meliputi pembangunan gedung batalyon, gedung kompi markas, gedung kompi senapan, gudang senjata, rumah dinas, mess perwira, garasi angkutan, dermaga, lapangan tembak, dan helipad. Batalion Infanteri 10 Marinir di Pulau Setokok ini diperkuat dengan satuan-satuan kecil dengan keahlian khusus atau pasukan khusus.
 

T-50i Golden Eagle: Dua Minggu Dua Misi


Kami akan mempertahankan negeri ini sampai ujung timur Indonesia sekalipun.  

Ucapan itulah yang muncul di benak kami sesaat pesawat T-50i Golden Eagle menapakkan kakinya di bumi Sentani, Jayapura. Hari itu, 25 Agustus 2014, satu flight T-50i dipimpin Komandan Skadron Udara 15 Letkol Pnb Wastum “Conda” tiba di Lanud Saleh Basarah,  Jayapura. Tiga pesawat T-50i yang berkelir camo menempuh jarak kurang lebih 3.700 km. Satu hari sebelumnya kami berangkat dari homebase di Lanud Iswahjudi, Madiun dengan rute Iswahjudi-Makasar-Manado-Biak-Jayapura.

Rasa lelah setelah menempuh perjalanan panjang dan cukup menantang ini langsung sirna saat pesawat taxiing menuju Military Apron Lanud Jayapura. Kami disambut lambaian tangan dan senyuman warga yang bermukim di sekitar Bandara Sentani. Memang sudah cukup lama pesawat tempur TNI AU tidak mendarat di Jayapura, sehingga menjadi hal baru bagi masyarakat melihat keberadaan pesawat tempur khususnya T-50i  yang belum genap setahun dioperasikan Skadron 15. Pesawat ini diterima secara resmi Pemerintah Indonesia pada 13 Februari 2014.

Penerbangan ke Jayapura tidak hanya pengalaman baru bagi T-50i, sekaligus misi pertama keluar dari Pulau Jawa. Sebelumnya kami melaksanakan misi hanya di Jawa seperti HUT TNI 5 Oktober 2013 di Jakarta, Latgab TNI Juni 2014 di Surabaya, flypast Prasetya Perwira Akademi TNI Juli 2014 di Akademi Angkatan Udara Yogyakarta serta flypast HUT RI ke 69 di atas Istana Negara satu minggu sebelum berangkat ke Jayapura. Hal ini dapat dijadikan indikator kemampuan dan reliability bahwa T-50i dapat beroperasi ke seluruh wilayah Indonesia.

Perkasa D-14
Di layar monitor tertangkap dua titik mencurigakan yang bergerak memasuki wilayah Indonesia pada jarak 200 Nm dari arah timur laut Satuan Radar 242 Tanjung Warari, Biak. temuan tersebut kemudian dilaporkan kepada Pangkosekhanudnas IV yang segera memerintahkan untuk dilaksanakan pengamatan secara ketat dan penelusuran terhadap sasaran.

Penelusuran dilakukan ke Mabes TNI dan Kementrian Luar Negeri terkait Flight Clearance (FC) sasaran, yang ternyata tidak ada. Karena itu sasaran dinyatakan sebagai sasaran tidak dikenal (Lasa X). Pangkosek IV menaikkan tingkat kesiagaan menjadi Siaga 1 Waspada Merah dan Siap Tempur 1 serta memerintahkan Flight Sukhoi (tiga pesawat) scramble dari Lanud Manuhua, Biak untuk melaksanakan identifikasi secara visual, dilanjutkan pengusiran, pemaksaan mendarat ataupun melaksanakan penghancuran dengan dasar perintah komando atas apabila Lasa X menunjukkan sikap tidak bersahabat yang bisa membahayakan maupun mengancam pesawat kita sendiri. (Mayor Pnb. Dharma “Rottweil” Gultom)

6 Menteri Dapat Penghormatan Brevet Hiu Kencana di Kapal Selam

6 menteri mendapatkan brevet Hiu Kencana
6 menteri mendapatkan brevet Hiu Kencana (Liputan6.com/ Dian Kurniawan)

 Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Marsetio menyematkan brevet Hiu Kencana kepada 5 menteri dan 1 pejabat setingkat menteri yang dianggap sebagai figur pendorong kelancaran tugas-tugas pokok TNI AL, khususnya terhadap pengadaan kapal selam atau alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Penyematan tersebut diberikan kepada Menteri Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar, serta Kepala BIN Letnan Jenderal TNI (Purn) Marciano Norman, yang dilaksanakan di perairan Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) dengan menggunakan Kapal Selam KRI Nanggala-402.
Menurut KSAL Laksamana TNI Marsetio, penyematan brevet kehormatan Hiu Kencana merupakan salah satu bentuk penghormatan, rasa terima kasih dan penghargaan dari jajaran TNI AL kepada mereka dalam upaya turut serta membesarkan dan memajukan TNI AL, terutama, berpartisipasi demi kemajuan pengembangan kapal selam ataupun alutsista, baik secara langsung maupun tidak langsung.
“Dengan diangkatnya keenam menteri tersebut sebagai warga kehormatan kapal selam, maka hingga saat ini sudah ada 142 pejabat yang diangkat menjadi warga kehormatan kapal selam dan berhak menerima brevet kehormatan Hiu Kencana,” tuturnya di Koarmatim Surabaya, Sabtu (18/10/2014).
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo mengatakan, untuk menjaga laut Indonesia yang luasnya 5,8 juta kilometer persegi, maka TNI AL harus mempunyai lebih banyak kapal selam atau alutsista.
“TNI AL harus diberikan lebih banyak alutsista, supaya bisa menjaga dan mempertahankan laut Indonesia,” kata Sharif.

Brevet Hiu Kencana merupakan simbol pengakuan terhadap profesionalisme prajurit kapal selam, dalam taktik dan teknik peperangan bawah permukaan laut, yang dapat menumbuhkan kebanggaan dan jiwa korsa bagi para pemakainya.
Sedangkan KRI Nanggala-402 mencatat keberhasilan dalam penugasannya antara lain saat terlibat dalam latihan bersama US Navy dengan nama sandi Cooperation Afloat Readiness dan Training (CARAT-8/02) yang diadakan di perairan Laut Jawa dan Selat Bali 27 Mei-3 Juni 2002.
KRI Nanggala-402 juga terlibat dalam latihan operasi laut Gabungan (Latopslagav) XV/04 di Samudera Hindia 8 April hingga 2 Mei 2004. Kapal Selam yang ditenagai oleh mesin diesel elektrik dan memiliki kecepatan 21,5 Knot ini juga berhasil menenggelamkan eks KRI Rakata sebuah kapal tunda samudera buatan 1942 dengan Torpedo SUT. (news.liputan6.com)

WiSE: Konvergensi Kemampuan Kapal Cepat dengan Pesawat Udara Untuk Misi Militer

Aron-1
Untuk menjalankan tugas-tugas khusus, adalah lumrah bila pasukan khusus dibekali peralatan tempur dan wahana transportasi yang juga berkualifikasi khusus. Ambil contoh satuan elit Kopaska (Komando Pasukan Katak) TNI AL, untuk misi penyusupan di bawah air, mereka dibekali wahana seperti SEAL Carrier, Sea Shadow, dan untuk ship boarding ke kapal yang tengah dibajak, ada Sea Rider yang dibekali CANTOKA. Namun dalam konteks operasi khusus yang membutuhkan kecepatan reaksi, satuan seperti Kopaska ideal untuk dilengkapi wahana transpor yang menggabungkan keunggulan deliver pasukan lewat laut dengan ‘sentuhan’ udara.
Untuk maksud di atas memang sudah ada fungsi helikopter dan pesawat transpor, tapi suatu negara yang kondisi geografisnya di kitari lautan dan kepulauan, akan lebih afdol bila turut menggelar kapal dengan kemampuan WiSE (Wings In Surface Effect). WiSE tentu bukan sembarang wahana, meski wujudnya mirip pesawat amfibi, tapi WiSE sejatinya tidak punya kemampuan amfibi seperti PBY-5A Catalina dan Grumman Albatross yang pernah dioperasikan TNI AU. WiSE adalah kapal bersayap tetap yang dirancang sedemikian rupa yang dapat terbang di atas permukaan air.
Jenis pesawat WiSE beroperasi dengan memanfaatkan fenomena ground effect, yaitu bantalan dinamik yang timbul ketika wahana terbang sangat rendah di atas permukaan, sehingga meningkatkan rasio daya angkat dan daya hambat yang menghasilkan efisiensi bahan bakar yang lebih baik daripada pesawat konvensional.
Aron Flying Ship
Aron Flying Ship
Pada dasarnya ini adalah kapal yang punya kemampuan terbang.
Pada dasarnya ini adalah kapal yang punya kemampuan terbang dengan ketinggian terbatas.
Aron bersandar di Pondok Dayung.
Aron bersandar di Pondok Dayung.

Keistimewaan kapal bersayap WiSE terletak kepada rancangan sayapnya dan pada bagian bawah kapal, bertopang pada teori aerodinamika dan hidrodinamika, dapat memampatkan udara sehingga membentuk bantalan udara. Dengan bantalan udara inilah, badan kapal akan terangkat dan terbang seperti pesawat. Meski begitu, WiSE tidak memungkinkan untuk terbang tinggi layaknya pesawat konvensional, paling banter ketinggian terbangnya antara 100 – 150 meter.
Dari segi operasional, WiSE sangat efisien digelar di Indonesia, pesawat berkarakter kapal boat ini punya kemampuan lepas landas dan mendarat di air, sehingga hanya membutuhkan dermaga modifikasi untuk merapat dan memudahkan daerah pulau-pulau yang tak memiliki fasilitas udara. Dengan alasan aerodinamika, pesawat WiSE pun dirancang dari material yang bersifat ringan, seperti fiber glass. Dengan bobotnya yang hanya dikisaran 3 ton, pesawat ini juga mudah untuk diangkut atau dipindahkan lewat trailer.
Selain konsep yang digadang untuk mengantarkan pasukan khusus ke daerah sasaran, pesawat hybrid yang mampu berlayar ini juga ideal untuk tugas patroli dan intai maritim. Bahkan, model pesawat ini juga dimungkinkan untuk dipersenjatai jenis kanon kaliber 12,7 mm, roket FFAR, atau boleh jadi rudal anti kapal. Dari sisi sensor, perangkat video surveillance dan FLIR (Forward Looking Infra Red) juga pas dipasang untuk tugas intai dan penegakan hukum di laut dan perairan dangkal. Dari segi kecepatan, jangan bandingkan WiSE dengan kecepatan pesawat reguler, karena kecepatan maksimumnya mentok di 220 km/jam. Tapi lebih ideal membandingkan kecepatannya dengan kapal cepat (speed boat), maka WiSE lebih unggul 10x lipat. Sementara, saat melaju di permukaan air, kecepatan WiSE mampu ngebut hingga 100 Km/jam, maka layak pula wahana ini disebut punya kemampuan ala speed boat.

Belibis
Dengan keunggulan WiSE, pemerintah lewat BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) turut kepincut untuk mengembangkan wahana ini. Mengambil nama Belibis, BPPT sejak beberapa tahun belakangan sudah membangun prototip WiSE. BPPT sementara ini mengembangkan dua tipe pertama yaitu Tipe A dan B. Saat ini, kapal bersayap ini berkapasitas optimum dengan kapasitas penumpang 8 orang dan tidak menutup kemungkinan untuk dapat menaikkan jumlah kapasitas penumpang. Selain untuk sarana transportasi, kapal bersayap ini juga dapat digunakan untuk patroli kelautan dan kegiatan bisnis yang membutuhkan kecepatan pengiriman barang. WiSE merupakan suatu alternatif sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi geografis Indonesia yang kebanyakan merupakan daerah perairan dan kepulauan.
Salah satu prototipe Belibis.
Salah satu mock up Belibis.
Mock up Belibis versi militer.
Mock up Belibis versi militer.

Belibis digadang untuk dimuati delapan orang dan punya ketinggian sekitar dua meter di atas permukaan air dengan kecepatan maksimal 60 knots dengan lama penerbangan enam jam non stop. Prototipe WiSE Belibis SDJ A2B sudah roll out dan menjalani uji layar terbang di Bojonegara, Teluk Banten. Awalnya, uji model melalui aerodinamika dan uji mikro dilakukan di Surabaya. Lalu pembuatan prototipe dilakukan oleh Carita di Serpong dan di galangan kapal Carita di Bojonegara, Serang, Banten. Belibis hanya memakai mesin mobil buatan Chevrolet. Penggunaan kapal berteknologi WiSE ini tentu saja menghemat ongkos yang harus dikeluarkan penumpang dan waktu tempuh lebih cepat.
Dengan kecepatan melebihi 300 kilometer per jam, kapal bersayap bisa menjadi penghubung pulau-pulau terpencil atau kota-kota di pesisir yang sulit dijangkau transportasi darat. Pembuatan prototipe ini menguras dana sekitar Rp 10 miliar. Tapi, jika sudah diproduksi massal, harga jualnya bisa ditekan menjadi Rp 4 miliar per unitnya. Kendati, belum memasuki tahap operasional, WiSE sudah dipesan kalangan instansi pemerintah,yaitu Pemda DKI Jakarta, Pemda Kepulauan Riau, Otorita Batam, serta Basarnas (Badan SAR Nasional).

Aron Flying Ship
Bila Belibis masih dalam tahap uji coba pada prototipe, maka WiSE besutan Negeri Gingseng sudah dioperasikan, dan telah ditawarkan tahun 2013 lalu ke Indonesia. Tepatnya pada 5 April 2013, Aron Flying Ship buatan Korea Selatan melaksanakan demonstrasi terbang di Markas Kopaska Pondok Dayung, Tanjung Priok, Jakarta. Oleh manufakturnya, Aron disebut sebagai pesawat pertama di dunia yang dapat beroperasi di udara dan di air, bahkan pada cuara buruk.
Dari spesifikasinya, Aron Flying Ship sangat mudah dalam perawatan dan pengoperasian, berkecepatan tinggi namun tetap stabil pada kecepatan rendah serta hemat bahan bakar. Sehingga merupakan transportasi maritim yang sangat tepat untuk generasi mendatang. Dengan banyaknya illegal fishing dan destructive fishing, pesawat ini dapat membantu pemerintah untuk memberantas kapal-kapal asing illegal yang masuk ke perairan Indonesia. Pesawat ini berguna untuk meningkatkan pertahanan dan keamanan laut nasional.
Beragam tugas Aron
Beragam tugas militer Aron MK80
Tampilan kokpit Aron.
Tampilan kokpit Aron.
Aron MK8
Aron MK80 dibekali peluncur roket dan FLIR

Saat ini Aron Flying Ship mempunyai tiga tipe pesawat, yaitu Aron M80 (kapasitas 8 orang), Aron MK80 (militer) dan Aron M200 (kapasitas 20 orang). Untuk Indonesia, ditawarkan tipe menawarkan Aron M80 yang tipenya dianggap cocok dipergunakan menjaga perairan Indonesia. Berikut spesifikasi dari WiSE buatan Korea Selatan ini.
product_m80 (1)

Picu Kontroversi
Dalam perencangan strategis, Kementerian Pertahanan RI memang tidak menyiratkan untuk mendatangkan WiSE, tapi mengingat peran dan kemampuannya, wahana transpor ini mulai banyak dilirik sebagai media yang ideal untuk misi militer, tak hanya untuk pasukan khusus, tapi juga pada tugas patroli laut. Bahkan, dengan kebisaannya untuk dipersenjatai, WiSE boleh jadi pas untuk tugas penindakkan, tak sebatas memantau dan melaporkan.
Militer Iran pun mengoperasikan WiSE yang diberi sebutan Bavar.
Militer Iran pun menggunakan WiSE yang diberi sebutan Bavar 2. Iran memproduksi secara mandiri wahana ini.

Ketika ada peluang TNI melirik Aron, maka pendapat kalangan di Dalam Negeri bermunculan, ada yang menyebut seharusnya pemerintah tidak perlu melirik Aron, tapi langsung saja menggarap dan menuntaskan uji coba Belibis. Pertimbangannya dari sisi teknologi dan rancang bangun, WiSE sudah bisa dibuat oleh Industri Dalam Negeri. Belum lagi untuk urusan harga, bila Aron per unitnya dipatok Rp5 miliar, maka Belibis bisa lebih rendah, dikisaran Rp4 miliar. Aron boleh jadi punya teknologi dan spesifikasi yang lebih unggul, namun jika pemerintah tidak memajukan Belibis, maka pertanyaannya, bagaimana dengan komitmen  untuk kemandirian alutsista? (Haryo Adjie)

Pembentukan Satuan Ranger TNI AD

Kopdar Pamitan SBY. (Twitter.com)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berada di Akademi Militer (Akmil) Magelang dalam rangkaian kunjungan dua hari di DIY dan Jawa Tengah. Di Yogyakarta, menjelang berakhirnya masa jabatan sebagai RI 1, SBY menyempatkan diri untuk meresmikan Satuan Ranger di lokasi pendidikan calon tentara tersebut.
“Di Magelang, SBY memiliki sejumlah agenda salah satunya meresmikan Satuan Ranger di Akmil,” ungkap Kepala Penerangan Korem 072/Pamungkas Yogyakarta, Mayor Inf M Munasik, Jumat (17/10).
Selama berada di Akmil, SBY yang juga didampingi Ibu Negara Ani Yudhoyono dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II juga akan mendengarkan paparan yang disampaikan Kasad Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.
Paparan tersebut secara garis besar menerangkan alasan perubahan Satuan Linud menjadi Satuan Ranger di bawah Kodam IV/Diponegoro. “Di lapangan Sapta Marga dan sebelum memberikan pengarahan, Bapak Presiden juga akan menyerahkan Brevet Ranger,” imbuh Munasik.
Setelah mengikuti sejumlah rangkaian kegiatan di Akmil, rombongan Presiden akan bertolak kembali ke Jakarta via Bandara Adisutjipto Yogyakarta sekitar pukul 11.30 dan dilepas Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Sebelumnya, kemarin SBY beserta Ibu Negara menghabiskan waktu di Kota Jogja untuk bernostalgia kala mengunjungi Makorem 072/Pamungkas. Kebetulan medio 1995, SBY juga pernah memimpin Korem tersebut tak lebih dari setahun.
Tak hanya itu, bertempat di Gedung Agung, Yogyakarta, SBY juga mengundang 20 netizen dalam acara Kopdar Pamitan. Ke-20 pegiat sosial media itu merupakan pemenang kuis yang diadakan akun twitter milik SBY @SBYudhoyono. (suaramerdeka.com).

Jumat, 17 Oktober 2014

KRI Ki Hajar Dewantara 364: Korvet Latih Pencetak Perwira Tempur TNI AL

Dari sekian banyak kapal perang TNI AL, KRI Ki Hajar Dewantara 364 punya keunikan yang tiada bandingannya dengan kapal perang TNI AL lainnya. Pasalnya, dari seri kapal, hanya terdiri dari satu unit, kemudian punya peran sebagai satu-satunya kapal latih tempur bagi para perwira TNI AL. Kini,  di usia pengabdiannya yang telah menembus tiga dekade, banyak torehan sejarah dan pengabdian dari kapal perang yang sudah mulai terlihat uzur ini.
KRI Ki Hajar Dewantara 364 adalah kapal perang TNI AL dari Satuan Kapal Eskorta (Satkor) yang punya fungsi khusus. Pasalnya, selain berperan sebagai kapal kombatan dari jenis korvet, KRI Ki Hajar Dewantara yang punya kode KDA-364 juga punya peran sebagai kapal latih. Uniknya lagi, KDA-364 tidak seperti kapal perang TNI AL lainnya yang punya sister ship, seperti Van Speijk Class, Parchim Class, Tribal Class, Fatahillah Class dan Bung Tomo Class, maka KRI Ki Hajar Dewantara 364 hanya satu-satunya, alias tidak ada sister ship di TNI AL. Tapi bukan berarti KDA-364 sebatang kara, merujuk pada Jane’s Fighting Ship 1983-1984, KRI Ki Hajar Dewantara 364 ternyata punya sister ship meski berada nun jauh di belahan dunia lain, yakni Ibn Khaldoum yang dioperasikan AL Irak.
Ki-2
Ki-3
Meski usianya telah menua, KRI Ki Hajar Dewantara 364 dibeli gress oleh Indonesia pada tahun 1980. Kapal ini dibangun galangan Uljanic Ship Yard, Yugoslavia. Dari segi usia, kapal perang ini satu angkatan dengan kedatangan frigat Fatahillah Class buatan Belanda. Dengan bobot penuh 1.850 ton, kapal ini masuk kategori light fregate atau korvet. Sebagai kapal kombatan, KDA-364 hadir dengan persenjataan lengkap pada jamannya. Senjata pada haluan, diperceyakan pada meriam Bofors 57 mm MK1, kemudian di depan anjungan ada dua pucuk kanon PSU (Penangkis Serangan Udara) Rheinmetall Rh202 kaliber 20 mm. Sebagai senjata pamungkasnya ada empat buah rudal anti kapal MM38 Exocet. Bicara tentang senjata AKS (Anti Kapal Selam), ada dua dua peluncur torpedo SUT 21 inchi.
Sebagai kepanjangan ‘indra’ kapal, KRI Ki Hajar Dewantara 364 dilengkapi dengan helikopter, untuk itu di bagian buritan terdapat helipad yang mampu didarati helikopter sekelas NBO-105 atau Westland Wasp. Hanya saja, keberadaan helikopter di kapal perang ini ‘senasib’ dengan helikopter yang ada di korvet SIGMA Class dan Bung Tomo Class, yakni sama-sama tidak dibekali dengan fasilitas hangar.
Debut KDA-364 yang sangat membekas bagi publik di Tanah Air tatkala kapal perang ini berhasil mengitersep kapa feri Lusitania Expresso pada tahun 1992. Saat itu, KRI Ki Hajar Dewantoro 364 yang tergabung dalam Satgas Operasi Aru Jaya diperintahkan untuk menghalau kapal feri dari Portugal yang ingin melakukan provokasi di Lepas Pantai Timor Timur.
Meriam Bofors 57mm MK1 pada haluan.
Meriam Bofors 57mm MK1 pada haluan.
Taruna AAL dan KRI Ki Hajar Dewantara 364.
Taruna AAL dan KRI Ki Hajar Dewantara 364.

Lemah di Aspek Peperangan Udara
Jika dilihat dari jenis senjatanya, KDA-364 tampak lemah dalam aspek anti peperangan udara. Yaitu hanya mengandalkan dua pucuk kanon Rheinmetall 20 mm, sementara meriam Bofors 57 mm MK1 dipandang kurang mumpuni untuk menangani serangan udara. Mengatasi kekurangan tersebut, TNI AL pun beberapa waktu lalu telah mengambil inisiatif dengan menjajal penempatan rudal MANPADS Mistral di kapal perang ini.

Namun, sebagai kapal pemukul anti permukaan, KRI Ki Hajar Dewantara 364 masih boleh sedikit pede dengan adanya rudal MM38 Exocet, meski untuk ukuran saat ini tipe MM38 Exocet seperti yang ada di frigat Fatahillah Class sudah tergolong kadaluwarsa, sudah selayaknya tipe rudal ini diganti dengan yang lebih modern dan baru, seperti rudal C-802, C-705 atau kalau mau yang lebih mahal MM40 Exocet.
Ki-5
Tampilan peluncur rudal MM38 Exocet di KDA-364.
Tampilan peluncur rudal MM38 Exocet di KDA-364.

Korvet Latih
Bila KRI Dewaruci menempa kemampuan dasar calon perwira TNI AL dengan spesifikasi kapal layar, maka pendidikan lanjutannya adalah KRI Ki Hajar Dewantara 364, di kapal inilah perwira TNI AL, khususnya dari korps pelaut disiapkan untuk siap tempur dengan mengenalkan pada sosok kapal perang. Bisa dibilang, di kapal inilah perwira TNI AL yang baru lulus memulai pengabdiannya sebagai pelaut tempur sejati. Mungkin itu juga mengapa kapal ini menggunakan nama Ki Hajar Dewantara.
Sebagai kapal perang dengan fungsi latih, KRI Ki Hajar Dewantara 364 punya banyak keunikan, seperti pesawat tempur latih yang punya dua kokpit, maka KDA-364 juga dilengkapi dua anjungan yang letaknya atas dan bawah. Anjungan pertama yang merupakan anjungan biasa terletak di bagian atas. Sementara di bagian bawah adalah anjungan latih. Di dalam anjungan latih juga terdapat berbagai macam instrumen selayaknya anjungan reguler. Dengan adanya anjungan latih, proses praktik siswa bisa lebih mudah dan cepat, tanpa mengganggu operasional kapal.
Helipad pada bagian buritan.
Helipad pada bagian buritan.
KRI Ki Hajar Dewantara 364 diantara korvet kelas Parchim.
KRI Ki Hajar Dewantara 364 diantara korvet kelas Parchim.

Fasilitas lain sebagai kapal perang latih adalah jumlah kabin kamar yang lebih banyak dari kapal lain pada umumnya, serta tersedia ruang kelas. Normalnya, kapal ini diawaki oleh 90-an ABK. Namun, karena harus menampung siswa, kapal ini dapat mengakomodir 100 orang siswa taruna. Satu hal yang jadi kebanggaan, banyak mantan komandan, atau awak KDA-364 yang menempati posisi petinggi di TNI AL.

Nasib Ibn Khaldoum 507
Seperti telah disinggung di paragraf kedua, KRI Ki Hajar Dewantara 364 punya satu saudara kembar, yakni frigat Ibn Khaldoum (kemudian berganti nama jadi Ibn Marjid) yang dioperasikan AL Irak. Meski kembaran dengan Ki Hajar Dewantara, namun Ibn Khaldoum lebih dulu diluncurkan, yakni pada tahun 1978, setelah sebelumnya di order pembuatannya pada tahun 1975. Dari segi fungsi, Ibn Khaldoum juga dioperasikan sebagai kapal perang latih. Secara umum, spesifikasi senjatanya pun serupa dengan KRI Ki Hajar Dewantara 364. Namun, kabarnya Ibn Khaldoum tidak sempat dipasangi rudal anti kapal.
Ibn Khaldoum 507
Ibn Khaldoum 507

Pada saat invasi Irak ke Kuwait di tahun 1990, Ibn Khaldoum menjadi kapal perang utama AL Irak, sesuai dengan geografisnya, Irak memang lebih fokus pada kekuatan angkatan darat, unggulan lain AL Irak saat itu adalah KCR (Kapal Cepat Rudal) Osa Class yang dilengkapi rudal anti kapal Styx. Tapi sayang, nasib Ibn Khaldoum tak sejaya KRI Ki Hajar Dewantara 364, pada tahun 2003, Ibn Khaldoum 507 dihancurkan lewat serangan udara oleh AU AS. (Gilang Perdana)

Spesifikasi KRI Ki Hajar Dewantara 364
  • Builder : Uljanic Ship Yard, Yugoslavia
  • Dimensi : 96,7 x 11,2 x 3,55 meter
  • Bobot penuh : 1.850 ton
  • Mesin : 1 Rolls-Royce Olympus TM 3B gas turbine rated at 22300 hp dan 2 MTU 16V 956 TB 91 diesels rated at 7100 shp providing a top speed of 26 knots on gas and 20 knots on diesel
  • Jarak jelajah : 6.400 Km pada kecepatan 20 knots
  • Awak : 91 pelaut, 14 instruktur, dan 100 taruna
  • Sonar & Radar : Sonar PHS-32 hull mounted MF
  • Senjata : 1 meriam Bofors 57/70 kaliber 57mm, 2 kanon penangkis serangan udara Rheinmetall MK 20 Rh 202 kaliber 20 mm, 2×2 rudal permukaan-ke-permukaan MM-38 Exocet, Rudal permukaan-ke-udara Mistral, torpedo AEG SUT diameter 533mm, dan bom laut/mortir anti kapal selam

Panglima TNI Lepas Satgas MTF Konga XXVIII-G/Unifil ke Lebanon

Panglima TNI Lepas Satgas MTF Konga XXVIII-G/Unifil ke Lebanon
Panglima TNI Jenderal TNI Dr. Moeldoko melepas keberangkatan Satuan Tugas (Satgas) Maritime Task Force (MTF) Kontingen Garuda (Konga) XXVIII-G/UNIFIL (United Nations Interim Force In Lebanon) di Dermaga Kolinlamil, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (16/10/2014). 
Satgas MTF Konga XXVIII-G/UNIFIL dipimpin Letkol Laut (P) I Gung Putu Alit Jaya dengan kekuatan 100 personel TNI AL, terdiri dari 88 personel awak kapal perang, pilot dan kru Heli sebanyak 7 personel, perwira kesehatan, Kopaska, penyelam  dan perwira intelijen serta perwira penerangan masing-masing 1 orang.  Di samping itu, Satgas juga diperkuat dengan 1 Heli Bolkow BO-105/NV-410 dari Pusat Penerbang Angkatan Laut (Puspenerbal), Surabaya. 
Panglima TNI dalam sambutannya menyampaikan bahwa, misi ini merupakan misi lanjutan ketujuh bagi Indonesia, setelah Dewan Keamanan PBB memperpanjang mandat tugas UNIFIL hingga 31 Agustus 2015, melalui Resolusi Dewan Keamanan PBB  No. 2172 tahun 2014. Pada resolusi tersebut, Dewan Keamanan PBB menyambut dialog lanjutan dan perluasan kegiatan terkoordinasi antara UNIFIL dan Angkatan Bersenjata Lebanon.  Hal ini mendorong negara-negara anggota PBB untuk mendukung Tentara Nasional Lebanon dalam meningkatkan kemampuannya dan menegaskan kembali seruannya bagi pembentukan zona bebas senjata, selain yang menjadi tanggungjawab UNIFIL di Lebanon Selatan. 
Panglima TNI memberikan penekanan kepada seluruh awak kapal bahwa sebagai prajurit yang sedang melaksanakan tugas operasi di lapangan harus selalu membekali diri dengan pengetahun terkait role of engagement, dan/atau terkait dengan otoritas UNIFIL untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan di daerah operasi. Di sisi lain ABK KRI SIM-367 sebagai bagian unit kerja MTF UNIFIL, harus membekali diri dengan keterampilan teknis dalam konteks membantu peningkatan kemampuan Tentara Nasional Lebanon, sesuai kemampuan dan batas kemampuan yang dimiliki. 
"Pahami aturan pelibatan, komando dan kendali komando CTF-448 guna menghindari kesalahpahaman antar unit tugas dan guna menghindari kerugian personel dan materil serta pahami misi MTF adalah sarat dengan misi politis, diplomatis, strategis dan misi taktis, yang menuntut kesatuan komando dan disiplin para prajurit sekalian", ujar Panglima TNI. 
Tugas utama KRI SIM-367 sebagai unsur MTF adalah membantu Angkatan Laut Pemerintah Lebanon dalam menegakkan kedaulatan negaranya secara mandiri, mengamankan garis pantai, mencegah masuknya senjata dan material lainnya secara ilegal di perairan Lebanon sesuai mandat Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1701 tahun 2006. 
Selama penugasan, KRI SIM-367 secara aktif akan berkontribusi kepada  Maritime Task Force/UNIFIL dengan melaksanakan patroli rutin, latihan bersama baik dengan Lebanese Armed Forces (LAF) - Navy maupun unsur-unsur  Maritime Task Force/UNIFIL lainnya di wilayah perairan Lebanon. 
Dalam misi ini, KRI SIM-367 merupakan penugasan yang kedua, yang pertama tahun 2011 sukses menjalankan misi yang sama. KRI SIM-367 melaksanakan tugas selama 10 bulan di perairan Lebanon, dengan 2 bulan pelayaran pergi-pulang dan 8 bulan berada di Area of Maritime Operations Lebanon. Rute pelayaran menuju Lebanon, yaitu Surabaya-Jakarta-Belawan-Colombo (Srilangka)-Salalah (Oman)-Port Said (Mesir) dan Beirut (Lebanon).  

TNI.