KRI Irian
Sebagai bangsa maritim, sudah seyogyanya kita memiliki angkatan laut
yang mumpuni. Tidak hanya bicara soal kualitas dan kuantitas
persenjataan, tapi sudah sepatutnya kita mempunyai arsenal persenjataan
yang bisa menggetarkan nyali lawan. Hal inilah yang dahulu begitu
dibanggakan bangsa Indonesia di era tahun-60an. Selain punya armada
angkatan udara yang terkuat se Asia Tenggara, Angkatan Laut (TNI-AL)
dikala itu memiliki kapal perang tipe penjelajah ringan buatan Uni
Soviet.
Hingga kini pun belum ada satu negara di Asia Tenggara yang pernah
memiliki kapal penjelajah selain Indonesia. Kapal penjelajah legendaris
itu adalah KRI Irian, yang sengaja didatangkan pemerintah Indonesia
dalam rangka pembebasan Irian Barat (Papua). Berikut petikan profil KRI
Irian yang diperolah dari sumber wikipedia.org.
Merian kaliber 6 inchi, total ada 12 meriam dengan 4 turret
KRI Irian adalah Kapal penjelajah kelas Sverdlov dengan kode penamaan
soviet Project 68-bis. Kapal jenis ini adalah Kapal Penjelajah
konvensional terakhir yang dibuat untuk AL Soviet, 13 kapal diselesaikan
sebelum Nikita Khrushchev menghentikan program ini karena kapal jenis
ini dianggap kuno dengan munculnya rudal (peluru kendali). Kapal ini
adalah versi pengembangan dari Penjelajah Kelas Chapayev.
Kapal ini dibuat di Admiralty Yard, Leningrad.Peletakan lunas pertama
dilakukan pada tanggal 9 Oktober 1949, kapal diluncurkan pada tanggal
17 September 1950, dan pertamakali kapal dioperasikan pada tanggal 30
Juni 1952
Pada 11 Januari 1961 Pemerintah Soviet mulai mengeluarkan instruksi
kepada Central Design Bureau #17 untuk memodifikasi Ordzhonikidze supaya
ideal beroperasi di daerah tropis. Modernisasi skala besar dilakukan
untuk membuat kapal ini bisa beroperasi pada suhu +40°C, kelembapan 95%,
dan temperatur air +30°C.
Tetapi perwakilan dari Angkatan Laut Indonesia yang kemudian
mengunjungi kota Baltiisk menyatakan bahwa mereka tidak sanggup untuk
menanggung biaya proyek sebesar itu. Akhirnya modernisasi dialihkan
untuk instalasi genset diesel yang lebih kuat guna menggerakkan
ventilator tambahan.
Dalam observasi teleskop
Pada 14 Februari 1961 Kapal ini tiba di Sevastopol dan pada 5 April
1962 kapal ini memulai ujicoba lautnya. Pada saat itu Kru Indonesia
untuk kapal ini sudah terbentuk dan ada di atas kapal. Mekanik kapal ini
Bapak Yatijan, di kemudian hari menjadi Kepala Departemen Teknik ALRI.
Begitu juga banyak dari pelaut yang lain, di kemudian hari banyak yang
mampu menduduki posisi penting.
Datang ke Surabaya pada 5 Agustus 1962 dan dinyatakan keluar dari
kedinasan AL Soviet pada 24 Januari 1963. Tidak pernah Uni Soviet
menjual kapal dengan bobot seberat ini kepada negara lain kecuali kepada
Indonesia. ALRI yang belum pernah mempunyai armada sendiri sebelumnya,
belajar untuk mengoperasikan kapal-kapal canggih dan mahal ini dengan
cara trial and error / coba-coba. Pada November 1962 tercatat sebuah
mesin diesel kapal selam rusak karena benturan hirolis saat naik ke
permukaan, sebuah destroyer rusak dan 3 dari 6 boiler KRI Irian rusak.
Suhu yang panas dan kelembapan tinggi berefek negatif terhadap armada
ALRI, akibatnya banyak peralatan yang tidak bisa dioperasikan secara
optimal. Di lain pihak kehadiran kapal ini membuat AL Belanda secara
drastis mengurangi kehadirannya di perairan Irian Barat.
Kapal penjelajah sejenis KRI Irian, milik AL Rusia
Pada 1964 Kapal Penjelajah ini sudah benar-benar kehilangan efisiensi
operasionalnya dan diputuskan untuk mengirim KRI Irian ke Vladivostok
untuk perbaikan. Pada Maret 1964 KRI Irian sampai di Pabrik Dalzavod.
Para pelaut dan teknisi Soviet terkejut melihat kondisi kapal dan
banyaknya perbaikan kecil yang seharusnya sudah dilakukan oleh para awak
kapal ternyata tidak dilakukan. Mereka juga tertarik dengan sedikit
modifikasi yang dilakukan ALRI yaitu mengubah ruang pakaian menjadi
ruang ibadah (sesuatu yang tidak mungkin terjadi di negara komunis).
Setelah perbaikan selesai pada Agustus 1964 kapal menuju Surabaya
dengan dikawal Destroyer AL Soviet. Setahun kemudian (1965) terjadi
pergantian pemerintahan. Kekuasaan pemerintah praktis berada di tangan
Soeharto. Perhatian Soeharto terhadap ALRI sangat berbeda dibandingkan
Sukarno. Kapal ini dibiarkan terbengkelai di Surabaya, bahkan terkadang
digunakan sebagai penjara bagi lawan politik Soeharto.
Terdapat beberapa versi tentang riwayat KRI Irian setelah peristiwa G30S.
Versi pertama menyebutkan bahwa pada tahun 1970, KRI Irian sudah
sedemikian parah terbengkalai hingga mulai terisi air. Tidak ada orang
yang peduli untuk menyelamatkan Kapal Penjelajah ini. Sehingga pada masa
Laksamana Sudomo menjabat sebagai KSAL maka KRI Irian dibesituakan
(scrap) di Taiwan pada tahun 1972 dengan alasan kekurangan komponen suku
cadang kronis.
Sebagian kini ditenggelamkan untuk biota laut
Versi kedua, menurut Hendro Subroto, kapal perang yang dibuat hanya
empat buah ini di jual ke Jepang setelah persenjataannya dipreteli.
“Padahal di Tanjung Priok masih terdapat dua gudang suku cadang. Tapi
karena perawatan sebelumnya di tangani orang Rusia, selepas Gestapu,
kita tidak punya teknisi lagi,” menurut Hendro.
Lapisan baja Pelindung
Dalam satuan mm:
* Sabuk lapis baja utama : 100 mm
* Buritan : 32 mm
* Dek : 50 mm
* Rumah Dek : 130 mm
* Tempurung meriam utama : 175 mm
Peralatan Elektronik
* Radar:
o Radar Pencari udara Gyus-2
o Radar pencari permukaan laut Ryf
o Radar navigasi Neptun
* Sonar:
o Tamir-5N dipasang di hull
* Lain-lain:
o Machta ECM (electronic Counter Measures)
Senjata artileri KRI Irian
Senjata utama dari KRI Irian adalah buah 4 turret, dimana setiap
turret berisi 3 meriam berukuran 6 inchi. Sehingga total ada 12 meriam
kaliber 6 inchi di geladaknya.[2]
Pemandanagn lain dari RI Irian.
* 10 Tabung Torpedo anti-Kapal selam kaliber 533 mm
* 12 Buah Kanon tipe 57 cal B-38 Kaliber 15.2 cm (6 depan, 6 Belakang)
* 12 Buah Kanon ganda tipe 56 cal Model 1934 6 (twin) SM-5-1 mounts Kaliber 10 cm
* 32 Buah Kanon multi fungsi kaliber 3,7 cm
* 4 Buah triple gun Mk5-bis turrets kaliber 20 mm (untuk keperluan anti-Serangan udara)
Tenaga penggerak
Sebagai tenaga penggerak, KRI Irian mengandalkan 2 buah turbin uap
TB-72 yang mendapat pasokan uap dari 6 buah Pendidih KV-68 dan
disalurkan melalui 2 buah shaft.
Tenaga total yang tersedia adalah sekitar 110.000 hp sampai 122.000
hp pada kedua shaft, tenaga ini mampu membuat kapal 13.600 ton ini
mencapai kecepatan maksimum 32,5 knot. Sedangkan jarak maksimum yang
bisa ditempuh adalah 9000 mil laut dengan kecepatan konstan 18 knot.[2]
Jumlah awak kapal
Kapal ini dapat memuat 1.270 awak kapal, termasuk 60 orang perwira, 75 perwira pengawas, 154 perwira pertama.