Minggu, 11 Mei 2014

Robot Perang


Melihat berbagai sistem senjata mutakhir di film science fiction apakah kita sudah bisa menggunakan pasukan robot untuk bertempur?

Michael Ardine – Bogor

Saat ini apa yang kita lihat dalam film science fiction tentang pasukan Robot Perang yang mampu secara mandiri atau bersama-sama bertempur di udara, darat, dan laut sudah dikembangkan dengan nama teknologi Sistem Senjata Otonom (Autonomous Weapons Systems/ AWS). Sistem Senjata Otonom adalah sistem senjata yang dapat memilih dan menembak pada target sendiri tanpa campur tangan manusia. Senjata sepenuhnya otonom untuk menilai konteks situasional di medan perang dan memutuskan metode menyerang terbaik sesuai dengan informasi yang diproses.

Sistem Senjata Otonom akan bertindak mengikuti suatu "kecerdasan buatan" yang pada dasarnya diciptakan lewat perhitungan aritmetika dan pemrograman robot. Namun sampai saat ini belum memiliki semua fitur kecerdasan serta “perasaan” atau penilaian manusia, agar bisa bertanggung jawab dan tunduk mematuhi aturan-aturan dan norma-norma. Penggunaan kecerdasan buatan dalam konflik bersenjata yang akan menjadi tantangan mendasar bagi perlindungan warga sipil sesuai dengan hak asasi manusia internasional dan hukum humaniter.

Sistem Senjata Otonom berbeda dari sistem senjata remote control seperti Drone atau wahana nirawak yang masih dikemudikan oleh manusia dan komputer dari jarak jauh, karena  tidak memerlukan panduan atau pengendalian manusia setelah diprogram dan diaktifkan. Meskipun Sistem Senjata Otonomi dengan kemampuan  mematikan belum digunakan saat ini, namun kemampuan beroperasi dengan berbagai tingkat otonomi atau kebebasan bertindak dan menyerang sudah mulai digunakan. Sistem robot dengan berbagai tingkat otonomi dan mematikan telah digunakan secara aktif oleh Amerika Serikat, Inggris, Israel, dan Korea Selatan.

Penggunaan intensif pesawat tanpa awak  MQ - 1 Predator adalah saat CIA mulai melihat betapa  praktisnya jika  menggunakan robot udara untuk mengumpulkan intelijen dan menyerang sasaran dengan resiko dan biaya lebih kecil.

Para pakar percaya bahwa perang modern masa depan akan menggunakan  sistem senjata otonom.  Militer AS berinvestasi besar-besaran dalam penelitian dan pengembangan sistem senjata otonom  seperti wahana udara tak berawak  IAI Pioneer & MQ - 1 Predator  yang dapat dipersenjatai dengan rudal dan dioperasikan dari pusat komando jarak jauh untuk pengintaian dan penyekatan sasaran.

DARPA telah menyelenggarakan kompetisi di tahun 2004 & 2005 yangmelibatkan perusahaan swasta dan universitas untuk mengembangkan kendaraan darat tak berawak untuk bernavigasi melalui medan kasar di Gurun Mojave dengan beberapa simulasi tugas untuk hadiah  2 juta dolar .

Bidang artileri juga telah melihat beberapa penelitian yang menjanjikan dengan sistem senjata eksperimental bernama Dragon Fire II yang secara otomatis mampu mengisi peluru (loading) dan menghitung balistik untuk menembak secara akurat.

Pengembangan jet tempur dan pengebom otonom untuk menghancurkan target sangat menjanjikan karena tidak memerlukan pelatihan untuk pilot robot dan pesawat otonom mampu melakukan manuver yang tidak dapat dilakukan pilot manusia, desain pesawat tidak memerlukan sistem pendukung kehidupan, dan hilangnya pesawat tidak berarti hilangnya pilot manusia.  

Bahkan system robotika modern mampu membuat wahana tanpa awak dalam ukuran dan kemampuan sehinga mampu meniru burung kecil, serangga, ikan  atau binatang kecil yang dapat masuk celah-celah atau lubang dan masuk diantara kabel listrik untuk fungsi pengintaian hingga penyerangan, dengan senjata peledak atau senjata kimia dan biologi.

Namun, semua senjata otonom peperangan masih memiliki keterbatasan karena masih  memerlukan intervensi manusia untuk memastikan masih sesuai Konvensi Jenewa untuk hukum perang . Pertanyaan yang timbul adalah, dapatkah keputusan atas kematian dan kehidupan diserahkan kepada mesin? Dapatkah Sistem Senjata Otonom berfungsi dalam cara yang benar dan “etis”? Apakah mesin mampu bertindak sesuai dengan hukum kemanusiaan  atau hak asasi manusia internasional ?

Mengingat sebagian besar konflik bersenjata saat ini adalah konflik tanpa batas yang jelas antara berbagai kelompok bersenjata dan warga sipil, patut dipertanyakan bagaimana robot dapat secara efektif diprogram untuk menghindari korban sipil ketika manusia sendiri masih menghadapi kesulitan untuk mengatasi dilema ini .

Serangan militer tidak bisa dilakukan bila berisiko menyebabkan kerusakan sipil  dengan proporsional tinggi. Jelas diragukan  bahwa teknologi berpikir sistem robot perang saat ini mampu membuat keputusan tersebut .
Kelemahan terbesar sistem robotika perang adalah ketidakmampuan wahana robotika untuk mengakomodasi kondisi non-standar yang memerlukan intuisi dan perasaan manusia tentang yang baik dan jelek, yang salah dan benar, yang tepat dan tidak tepat. (Kol. Pnb. Agung "Sharky" Sasongkojati)

BNPB Sewa Empat Helikopter Multiguna


Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyewa empat helikopter multiguna (2 Mi-171 dan 2 Mi-8MTV-1) dari AAL Group Ltd  Sharjah, Uni Emirat Arab. Heli berukuran besar ini akan digunakan untuk penanggulangan bencana asap di Sumatera dan Kalimantan dalam enam bulan ke depan.

Keempat heli diangkut menggunakan pesawat kargo raksasa An-124 Ruslan dan mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu petang pukul 17.35 WIB, tanggal 7 Mei 2014.

Presiden Direktur Pegasus Air Service, Kabul Riswanto, selaku mitra dari Indonesia untuk pengadaan heli Mi-171, mengatakan dua heli akan ditempatkan di Pekanbaru, satu di Pontianak, dan satu lagi di Palangkaraya. “BNPB menyewa heli tersebut berikut pilot dan teknisinya, total sebanyak 28 orang,” jelasnya.

Country Manager AAL Pacific, Donnie Armand, mengatakan AAL yang berpusat di Sharjah telah memiliki pengalaman mengoperasian Mi-171 dan Mi-8 untuk berbagai misi di berbagai kawasan di dunia. “Heli ini selain mampu mengangkut personel dan kargo, juga didesain untuk melakukan misi pemadaman api. Pengoperasian di Indonesia merupakan yang pertama kali bagi AAL,” ujarnya.


Proses bongkar muat empat heli Mi-171 dari An-128 dilaksanakan pada Kamis kemarin. Selanjutnya bagian-bagian heli yang dicopot dirakit ulang dan akan diuji terbang terlebih dahulu sebelum dioperasikan oleh BNPB. 
 

“Air Marshal” Akan Diadopsi Indonesia


Keberadaan petugas penjaga keamanan di dalam pesawat yang sedang terbang (sering disebut sebagai Air Marshal) akan diadopsi di penerbangan nasional.  Keberadaan Air Marshal ini disetujui dalam pertemuan anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) di Montreal pada 25 Maret – 4 April 2014 lalu.

“Dalam pertemuan tersebut, disepakati untuk meng-endorse Protocol Tokyo yang salah satunya memuat tentang keberadaan Air Marshal. Karena kita merupakan contracting state ICAO, jadi wajib meratifikasinya,” ujar Direktur Keamanan Penerbangan Kementerian Penerbangan Yusfandri Gona, Kamis kemarin (8/5/2014).

Menurut Yusfandri, sampai saat ini Pemerintah masih membahas secara intensif tentang hal tersebut. “Kita masih membahas bagaimana mekanismenya, siapa saja nanti yang akan diajak kerjasama dan sebagainya,” ujarnya.
Keberadaan Air Marshal ini dipastikan akan melibatkan pihak luar. Terutama tentang siapa yang akan menjadi  Air Marshal.

Tugas seorang Air Marshal memang tidak mudah. Misalnya, dia harus ikut dalam penerbangan dengan cara menyamar sehingga tidak mengundang kecurigaan orang lain. Selain itu dia juga harus mampu menangani masalah keamanan di dalam pesawat yang sempit dan mempunyai karakteristik sangat vital.  Seperti contoh peristiwa penumpang yang menggedor-gedor pintu kokpit dalam penerbangan Virgin  Air  Australia dari Brisbane menuju Denpasar beberapa waktu lalu. untuk mampu menangani hal tersebut,  seorang Air Marshal juga harus menguasai seluk-beluk penerbangan.

Di beberapa negara, Air Marshal sudah diterapkan seperti di AS, Kanada dan Jerman.  Di negara tersebut sudah ada asosiasi yang menaungi keberadaan Air Marshal.
 

Ukraina Krisis, Kemenhan Batal Beli 50 Unit BTR-4


BTR-4 produksi Ukraina yang batal dibeli Kemenhan (ist)

PolitikindonesiaKrisis politik yang melanda Ukraina membuat Kementerian Pertahanan (Kemenhan) membatalkan rencana pembelian 50 unit kendaraan lapis baja Bronetransporter 4 atau BTR-4. Kemenhan, akan mencari negara lain yang dapat memasok kebutuhan tersebut.
Kepada pers, di sela acara Cyber Defence Competition 2014 di Akademi Angkatan Laut, Surabaya, Jumat (09/05), Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, awalnya, negara Eropa timur tersebut dipilih lantaran sudah dikenal sebagai produsen kendaraan lapis baja dengan kualitas bagus. BTR-4 itu dibuat oleh Biro Desain Kharkiv Morozov Machine Building (KMDB) Ukraina.
“Alutsista ini masuk ke dalam rencana strategis pertama, tapi ragu-ragu jadi beli karena Ukraina sedang perang,” ujar Purnomo.
Pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) ini guna memenuhi capaian  kekuatan minimum pokok (minimum essential forces).
Daftar belanja alutsista TNI AL merupakan paling banyak datang pada 2014. Purnomo mengatakan, rencananya BTR-4 diperuntukkan untuk Korps Marinir.
Meski begitu, Menhan memastikan, pembatalan pembelian itu tidak terlalu mengganggu pencapaian kekuatan minimum pokok TNI AL. Pasalnya, Kemenhan bersama Mabes AL sedang berdiskusi untuk mengalihkan anggaran yang tersedia kepada produsen kendaraan lapis baja lainnya.
Disamping itu, Korps Marinir saat ini sudah menerima sebanyak 54 tank amfibi BMP-3F dari Rusia. “Mungkin pembelian dialihkan ke negara lain, sedang dicarikan,” kata Purnomo.
Secara khusus, Purnomo menyambut baik pencapaian kekuatan pokok minimun TNI yang sudah mencapai 40 persen. Capaian itu melebihi target yang ditetapkan sebesar 30 persen pada rencana strategis pertama periode 2009-2014.
Tolok ukurnya,  beberapa alutsista yang dibeli lebih murah dari harga normal disebabkan kemampuan diplomasi delegasi Kemenhan. “Kita bakal punya skuadron helikopter Apache dan Blackhawk, skuadron Sukhoi dan F-16, dan kapal cepat rudal maupun kapal korvet,” tandas Purnomo.
 

Panglima TNI Buka Latsitardanus ke-34 di Banyuwangi

 Panglima TNI Buka Latsitardanus ke-34 di Banyuwangi

Panglima TNI Jenderal TNI Dr. Moeldoko membuka secara resmi Latsitardanus (Latihan Integrasi Taruna Wreda Nusantara) ke-34 tahun 2014, bertempat di Lapangan Blambangan, Alun-Alun Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (10/5/2014).
Panglima TNI dalam sambutannya mengatakan, kegiatan Latsitardanus merupakan realisasi kurikulum integratif taruna tingkat akhir Akademi Militer (Akmil), Akademi Angkatan Laut (AAL) dan Akademi Angkatan Udara (AAU) sebagai tahapan pendidikan di luar kampus sebelum para Taruna dilantik menjadi Perwira TNI.
"Latsitardanus yang saat ini sedang berlangsung, dapat menjadi wahana integrasi para generasi muda calon pemimpin bangsa masa depan serta menjadi media membangun kebersamaan dengan masyarakat, melalui bhakti nyata sebagai wujud kepedulian sosial", harap Jenderal Moeldoko.
Panglima TNI juga menegaskan bahwa, semua hal  tersebut merupakan modal dalam membangun dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Harapan ini sejalan dengan tema yang diangkat yaitu : "Melalui Latsitarda Nusantara XXXIV Tahun 2014, Kita Tingkatkan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur, Kepedulian Sosial, Serta Kemanunggalan TNI, Mahasiswa dan Masyarakat, Guna Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa".
Lebih lanjut Jenderal TNI Moeldoko mengatakan, melalui Latsitardanus, generasi muda TNI, Praja IPDN, Mahasisiwa dan Masyarakat dapat merajut kebersamaan dalam meningkatkan kualitas masyarakat Jawa Timur, khususnya masyarakat Kabupaten Banyuwangi, Jember, Situbondo dan Bondowoso, melalui kegiatan kemasyarakatan serta kegiatan lain yang bermanfaat bagi masyarakat, agar memiliki kemandirian, menuju masyarakat yang cerdas, sehat, sejahtera dan taat hukum.
"Kepedulian sosial seperti ini harus menjadi visi, ciri dan identitas generasi muda penerus bangsa, untuk membawa masyarakat berkesejahteraan di tengah arus globalisasi yang bergerak cepat dan dinamis", tegas Panglima TNI. 
Latsitardanus kali ini diikuti oleh 1.500 personel, terdiri dari para Taruna Akmil, AAL, AAU, Praja IPDN dan Mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi se-Indonesia.

TNI. 

KRI Banjarmasin promosikan diri di Filipina

KRI Banjarmasin promosikan diri di Filipina
Foto dokumentasi - KRI Banjarmasin - 592 saat melakukan proses penggenangan (platform) untuk mengeluarkan tank amfibi (arsip/ANTARA/Basrul Haq)

Kapal Perang Republik Indonesia Banjarmasin mempromosikan keunggulannya di hadapan para pejabat Angkatan Laut Filipina, Sabtu waktu setempat.

Promosi kapal buatan PT PAL itu dilakukan serangkaian muhibah Kartika Jala Krida Taruna AAL Tingkat II Angkatan LXI ke Manila, setelah  menyinggahi kota Qingdao (Tiongkok), Busan (Korea Selatan) dan Jepang, demikian laporan dari KRI Banjarmasin yang diterima Antara.

Promosi kapal perang Indonesia bernomor lambung 592 di Manila dilakukan dengan melakukan pelayaran bersama (joy sailing) awak dan kru KRI Banjarmasin bersama sejumlah personel Angkatan Laut Filipina yang dipimpin Komandan Pusat Pendidikan dan Latihan Angkatan Laut Filipina Laksamana Muda Jose Renan C Suarez AFP.

Pelayaran bersama menggunakan KRI Banjarmasin itu juga diikuti Direktur Utama PT PAL Firmansyah Arifin, Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Laut (Asrena Kasal) Laksda TNI Ade Supandi dan Koordinator Staf Ahli Kasal (Koorsahli Kasal) Laksda TNI Sudirman.

Selama pelayaran bersama berlangsung, dipertunjukkan latihan-latihan take off dan landing helikopter  Bolcow dari geladak heli KRI Banjarmasin-592, peran docking dan undocking, dengan dikeluarkan LCU (Landing Craft Utility) dari badan kapal berjenis Landing Platform Dock (LPD) itu.

Sebelumnya Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Marsetio di Qingdao, Tiongkok mengatakan Filipina telah memesan dua kapal sejenis dari PT PAL.

"Pelayaran bersama KRI Banjarmasin dengan personel Angkatan Laut Filipina sekaligus mempromosikan kapal LPD yang akan dibeli oleh Filipina dan telah ditandatangani kontraknya," katanya.

Komandan KRI Banjarmasin-592 Letkol Laut (P) Jales Jamca Jayamahe mengemukakan pelayaran bersama tersebut untuk mempromosikan kapal perang jenis LPD PT PAL sekaligus lebih menjalin hubungan baik Angkatan Laut kedua negara.

Menanggapi aksi selama pelayaran bersama itu, Komandan Pusat Pendidikan dan Latihan Angkatan Laut Filipina Laksamana Muda Jose Renan C Suarez AFP mengatakan,"teknologinya cukup bagus, dan personelnya juga cekatan."

Sementara itu Direktur Utama PT PAL Firmansyah Arifin menjawab Antara mengatakan Filipina telah memesan dua kapal perang jenis LPD dengan nilai kontrak 90 juta dolar AS.

"Kapal pertama ditargetkan selesai pada pertengahan 2016 dan kapal kedua selesai delapan bulan kemudian. Baru Filipina yang memesan kapal perang jenis ini dengan nilai kontrak yang besar," katanya.

Jumat, 09 Mei 2014

Tenaga Profesional Penerbangan: Targetnya Ekspor Pekerja Terampil

Loka Banyuwangi

Masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tenaga profesional di sektor penerbangan Indonesia. Dari segi jumlah, dibutuhkan ribuan pilot, teknisi pesawat udara, dan ATC (Air Traffic Controller). Belum lagi pemenuhan kompetensi dan kapabilitas para tenaga profesional tersebut, yang sampai saat ini kualitasnya masih harus terus ditingkatkan. Begitu pula kompetensi para tenaga pendukunnya, seperti awak kabin, serta petugas pasasi, ground support equipment, dan keamanan atau aviation security (avsec), profesionalitasnya perlu terus dikembangkan. Padahal ada target agar mereka bisa menjadi tenaga-tenaga profesional kelas dunia, bukan sekadar memenuhi kebutuhan nasional. Untuk mengetahui berapa jumlah tenaga profesional penerbangan yang dibutuhkan serta melihat dan memahami bagaimana kondisi pendidikan dan pelatihannya, Reni Rohmawati, Remigius Septian Hermawan, dan Gatot Raharjo menyajikannya dalam Fokus kali ini. 

                Sampai saat ini masih sering kita dengar bahwa Indonesia kekurangan tenaga penerbang, teknisi pesawat udara, dan ATC. Apakah betul kita memerlukan banyak tenaga profesional penerbangan itu? Apa yang sudah dan akan dilakukan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, untuk mengatasi persoalan tersebut?

                Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Perhubungan, Santoso Edi Wibowo, menguraikan tentang isu strategis kebutuhan tenaga kerja di sektor penerbangan. Dari data CMO 2013-Boeing yang dirilisnya, dunia membutuhkan 980.799 pilot, 1.164.969 Teknisi Pesawat Udara (TPU), dan 139.793 ATC (Air Traffic Controller), sampai tahun 2030. Sementara itu, di negara-negara Asia Tenggara dibutuhkan 47.700 TPU dan 42.200 pilot sampai tahun 2029. Kebutuhan Indonesia diperkirakan 10 persennya dari angka kebutuhan di ASEAN atau 4.770 TPU dan 4.220 pilot, juga 1.000 ATC. 

Secara terinci, ia menyebutkan bahwa kebutuhan mereka per tahun untuk periode 2015-2019 adalah 700 pilot, 800-900 TPU, dan 200-300 ATC. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, saat ini BPSDM Perhubungan hanya dapat memenuhi 70-90 pilot, 60-90 TPU, dan 120-130 ATC per tahun. Namun selama lima tahun ke depan (2015-2019) pihaknya menargetkan dapat memasok 3.000 pilot, 4.000 TPU, dan 945 ATC.

BPSDM Perhubungan memang memiliki prasarana dan sarana untuk mencetak para profesional penerbangan, termasuk meningkatkan kompetensinya. Sampai tahun ini, sekolah atau tempat diklatnya adalah STPI (Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia) Curug, ATKP (Akademi Teknis dan Keselamatan Penerbangan) Medan, ATKP Surabaya, ATKP Makassar, ATKP Surabaya, dan Loka Diklat Penerbang Banyuwangi. Ada lagi BPP (Balai Pendidikan dan Pelatihan) Penerbangan Palembang dan BPP Jayapura untuk diklat kompetensi insan penerbangan.

Ke depan, kata Santoso, akan dibentuk BP3 (Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan), organisasi baru sebagai penyelenggara pelatihan atau kursus untuk penambahan kompetensi. Secara bertahap, seluruh pelatihan yang ada STPI pun akan dialihkan ke BP3 agar STPI fokus sebagai sekolah pendidikan tinggi, bahkan akan ditingkatkan untuk menghasilkan master of aviation.

Dijamin kerja
                Siswa-siswa yang dididik di lembaga pendidikan milik BPSDM Perhubungan dijamin masuk kerja. “Untuk tenaga ATC, kami punya MoU dengan AirNav Indonesia, sehingga dijamin masuk kerja, tapi dengan catatan IP-nya minimal 2,75,” ujar Yudhi Sari Sitompul, Kepala Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Udara BPSDM. Para siswa ATC yang sekolah di STPI Curug dan ATKP sampai jenjang D3 atau D4 ini pun harus belajar dengan giat untuk mencapai angka tersebut. “Belakangan kami sudah salurkan 100 ATC,” ungkapnya.

                Begitu juga untuk siswa Teknik Navigasi Udara, yang masih dibutuhkan oleh AirNav Indonesia, serta PT Angkasa Pura I dan PT Angkasa Pura II. Namun untuk jurusan Teknik Listrik serta Teknik Bangunan dan Landasan, secara bertahap jumlahnya akan dikurangi karena kebutuhannya tidak banyak. Apalagi perguruan tinggi lain juga dapat mencetak tenaga-tenaga ini. “Kita reduce supaya uang negara tak terbuang sia-sia,” kata Yudhi.

                Dibandingkan dengan tenaga-tenaga tadi, kebutuhan teknisi dan pilot memang lebih banyak. Para siswa yang dididik di Curug ataupun di ATKP-ATKP langsung direkrut operator penerbangan dan fasilitas perawatan pesawat (MRO, Maintenance Repair Overhaul). Karena itulah, untuk memenuhi kebutuhan pilot, BPSDM Perhubungan tahun lalu membuka Loka Diklat Penerbang di Banyuwangi. “Mudah-mudahan Agustus nanti angkatan pertama yang lulus. Ada 12 orang,” ujar Yudhi.

                Sekolah penerbang di Banyuwangi lebih cepat karena jenjangnya non-diploma, sedangkan di Curug D2 atau dua tahun pendidikan. Menurut Yudhi, rencana ke depan, diklat penerbang di Curug akan “dikeluarkan” dari STPI dan menjadi non-diploma. Tempatnya tetap di Curug, tapi difokuskan menjadi diklat atau sekolah pilot yang menghasilkan penerbang dengan kompetensi memuaskan.

Kenapa sekarang ini pilot dari STPI sampai jenjang D2? Karena diklatnya menjadi bagian dari STPI dan sekolah tinggi diharuskan minimal mencetak anak didik dari jenjang D2 ke atas. Padahal di negara mana pun untuk menjadi pilot cukup non-diploma, yang umumnya ditempuh dalam waktu rata-rata satu tahun. “Kenapa kita pun tidak fokus saja untuk mendidik profesional pilot?” ucap Yudhi.

Pilot Curug dipertanyakan
                Target BPSDM Perhubungan untuk mencetak pilot sebanyak mungkin dan berkualitas tinggi menjadi harapan banyak pihak. Namun beberapa kalangan mempertanyakan kondisinya sekarang ini, terutama menyangkut uang negara yang menjadi bea siswa bagi para siswanya.

Dalam setahun, seperti digambarkan di atas, STPI hanya meluluskan 70 pilot. Padahal setiap tahun merekrut siswa sampai 200 orang dan uang negara yang dikucurkan juga tidak sedikit. Kalau setiap siswa mendapat dana Rp400 juta, berapa yang dikeluarkan dalam setahun? Pertanyaan ini diungkap oleh para praktisi penerbangan, terutama yang terjun di sekolah penerbang.