Meski tergolong alutsista tua, tapi keberadaan frigat Fatahillah
Class punya arti tersendiri bagi TNI AL. Selain dibekali persenjataan
yang cukup padat dengan kaliber besar, seperti meriam Bofors 120 mm dan
rudal anti kapal MM-38 Exocet, Fatahillah Class yang terdiri dari KRI
Fatahillah 361, KRI Malahayati 362 dan KRI Nala 363, adalah produk gress yang dibeli baru. Setelah sekian lama sebelumnya lebih banyak membeli alutsista bekas.
Penandatanganan kontrak pengadaan Fatahillah Class dilakukan sejak
1975, sebagai pembuatnya adalah galangan Wiltin Fijenoord, Schiedam,
Belanda. Dan, secara bertahap ketiga kapal perang ini diserahkan pada
periode tahun 1979 – 1980. Di masa-masa awal kehadirannya, Fatahillah
Class jelas sangat mumpuni, selain senjatanya yang lumayan gahar,
perangkat elektronik dan sensor yang ditanam pun tergolong yang paling
canggih. Tapi perkembangan teknologi, tuntutan serta tantangan tugas
yang kian dinamis, menjadikan perlahan perangkat elektronik dan sista
Fatahillah Class mulai terlihat usang.
Untuk urusan sistem senjata, rasanya MM-38 Exocet
sudah tergolong rudal anti kapal yang uzur. Belum lagi, Fatahillah
Class sedari awal tak dibekali rudal anti serangan udara (SAM), hal
tersebut menjadikan sisi pertahanan korvet berdaya hancur frigat ini
menjadi lemah, meski keberadaan roket anti kapal selam Bofors 375 mm dan meriam Bofors 120 mm masih menjadi efek deteren, terutama dalam misi BTK (bantuan tembakan kapal) ke target permukaan.
Masa pengabdian Fatahillah Class pun belum ada tanda-tanda akan berakhir, justru TNI AL telah melakukan serangkaian upgrade
untuk meningkatkan kinerja frigat ini. Salah satunya yang sudah terbaca
adalah upgrade pada elemen perangkat elektronik. Berdasarkan siaran
pers dari Terma, perusahaan penyedia solusi pertahanan dan antariksa
asal Denmark, pada 10 September 2013 lalu, Kementrian Pertahanan
(Kemhan) RI telah menandatangani kontrak dengan Ultra Electronis Command
and Control Systems senilai US$ 51 juta. Dalam rangkaian solusi
integrasi elektronik tersebut, pihak Ultra Electronics yang berbasis di
Inggris dan Kemhan RI menunjuk Terma untuk memasok perangkat radar
pengintai (surveillance radar). Dalam siaran pers, disebutkan kontrak upgrade hanya difokuskan menggarap salah satu dari Fatahillah Class, yakni KRI Fatahillah 361.
Radar pengintai yang dipasangkan di KRI Fatahillah yakni jenis
SCANTER 4100. Radar intai ini punya kemampuan untuk mengendus obyek di
permukaan dan udara secara simultan. Dibanding jenis radar lainnya,
keunggulan SCANTER 4100 mampu beroperasi optimal meski cuaca di laut
buruk dan disertai gelombang tinggi. Dari PIT (Pusat Informasi Tempur),
awak KRI Fatahillah bakal mampu mengidentifikasi obyek dalam jarak
medium pada pola 2D (dua dimensi). Jangkauan intai radar ini mencapai 96
nautical mile (setara dengan 177,91 Km). Sementara jangkauan pindah ke
udara mencapai ketinggian 35.000 feet (setara 10.668 meter) dengan
kecepatan rotasi 8 – 46 rpm.
Kebisaan lain yang ditawarkan SCANTER 4100 yakni mampu mendeteksi
datangnya pesawat tempur, helikopter dan rudal anti kapal, termasuk
rudal yang terbang dalam pola sea skimming (dekat dengan
permukaan air laut untuk menghindari radar), kemudian handal untuk
mendeteksi secara dini obyek berupa ancaman berdimensi kecil (perahu
karet dan boat) saat cuaca buruk.
Dengan mengadalkan frekuensi antara 8850 – 9000 Mhz dan X-band, radar ini dapat pula membantu pengendalian pesawat tanpa awak (UAV) dan memandu operasional helikopter. Disokong teknologi antena IFF (identification friend of foe) dan stabilizing platform, SCANTER 4100 dapat men-track
500 obyek (target) di permukaan dan 100 obyek subsonic dan supersonic
di udara dalam waktu bersamaan. Untuk menunjang operasionalnya, radar
ini di dukung perangkat air cooled racks dan water cooled racks yang
ditanam di bawah dek.
Secara keseluruhan, adopsi SCANTER 4100 menjadikan frigat Fatahillah kian bergigi,
pasalnya dalam kondisi cuaca buruk, dimana penglihatan visual terbatas,
deteksi terhadap ancaman tetap dapat dipantau. Data yang dihasilkan
dari radar ini juga dapat di transmisikan Command Management System
untuk menggerakan Fire Control System untuk proses analisa pada target
lawan. Lepas dari misi tempur, keberadaan radar intai ini juga bisa
berperan penting dalam misi SAR (search and rescue).
Bila dibandingkan dengan radar sebelumnya di KRI Fatahillah, yakni
kombinasi radar udara DA-5, S-Band, low pulse 2600, dan radar senjata WM
28, maka jarak endusan radar hanya mencapai 32 mil (setara 51,5 Km).
Menurut informasi dari Terma, selain ideal dipasang pada frigat dan
korvet, jenis radar intai ini juga pas digunakan pada kapal penjaga
pantai dan LPD (landing platform dock). Setelah KRI Fatahillah yang telah dipercanggih, semoga upgrade yang sama juga menyambangi KRI Malahayati dan KRI Nala. (Bayu Pamungkas)