Minggu, 10 November 2013

Ketika tentara Indonesia-China unjuk bela diri militer

Seorang personel Korps Pasukan Khas TNI AU (kiri) menangkis tendangan koleganya dari Pasukan Khusus Angkatan Udara China, di Margahayu, Jawa Barat, beberapa hari lalu. Kedua pasukan berlatih anti teror bersandi Shark Knife 2013. (Dinas Penerangan Korps Pasukan Khas TNI AU)
 
Lapangan dekat rumah latihan di bekas Markas Komando Detasemen B-90 Bravo Korps Pasukan Khas TNI AU, Margahayu, Jawa Barat, Rabu siang. Puluhan personel korps baret jingga TNI AU berbaris rapi dalam pakaian olahraga lapangan loreng, barisan sama juga ada oleh Pasukan Khusus Angkatan Udara China. 

Di depan mereka, berdiri Sersan Dua Yudi Pramono, juga dengan seragam sama. Di sampingnya ada dua personel korps baret jingga itu pada jarak cukup jauh, didampingi dua koleganya dari China dengan disaksikan belasan personel militer TNI AU dan Angkatan Udara China itu. 

"Perhatikan gerakan ini, kuda-kuda disiapkan… Tangan kiri mengepal dan siku kanan dibebaskan… Kaki kanan diayun sedikit ke depan, agak jinjit sambil mengayun ke atas siku kanan… " aba-aba diutarakan Pramono. Instruksinya itu diulang dalam bahasa Mandarin.

Satu persatu langkah dan gerakan bela diri militer dibagikan kepada personel Angkatan Udara China yang datang ke Markas Komando Korps Pasukan Khas TNI AU, Pangkalan Udara TNI AU Sulaeman, Jawa Barat, itu. Mereka menjadi bagian dari latihan bersama korps baret jingga itu dengan Pasukan Khusus China, dalam latiihan bersandi Sharp Knife 2013

Ini pertama kalinya kedua pasukan di angkatan udara masing-masing bertemu untuk berlatih bersama. Korps Pasukan Khas TNI AU pernah membeli peluru kendali panggul anti serangan udara QW-1 buatan China dan tidak lagi memperbarui kontrak pembelian. 

"Pihak China yang melayangkan surat untuk berlatih bersama ini," kata Komandan Satuan B-90 Bravo, Kolonel Pasukan Novlan Mirzah. Satuan khusus anti teror Korps Pasukan Khas TNI AU yang dia pimpin ini "kebagian" jatah cukup banyak kegiatan dalam Sharp Knife 2013 pada 6-13 November ini. 

China tidak memiliki komando utama yang sama dengan Korps Pasukan Khas TNI AU yang dahulu bernama Pasukan Gerak Tjepat AURI itu. Korps ini memang sesuai namanya, yaitu memiliki kekhasan pada medan tugas dan fungsi asasinya sebagai unsur pendarat dan penguasaan di lapangan di dalam organisasi TNI AU. 

Bahkan di dunia, cuma sedikit negara yang memiliki pasukan seperti mereka; dengan fungsi dan tugas utama pada pertahanan pangkalan udara, pengendalian tempur udara, dan SAR tempur. "Salah satu prinsipnya, semua pesawat udara militer memerlukan pangkalan udara sebagai basis operasi dan itu menjadi tanggung jawab kami," kata Komandan Pusat Pendidikan Korps Pasukan Khas TNI AU, Kolonel Pasukan Rolland DG Waha. 

Kemampuan dasar pasukan komando, mutlak harus mereka kuasai yang sama juga dengan pasukan elit lain negara manapun. Beberapa yang cukup membedakan adalah kemampuan merebut, menguasai, dan mengoperasikan pangkalan udara; di sini aspek-aspek lain harus bisa dikuasai juga, di antaranya meteorologi, komunikasi operasi udara, radar, hingga peran kendali lalu-lintas udara, hingga logistik. 

Pensiunan Special Air Service, Hugh McMannan dalam Ultimate Special Forces, mengurai, Angkatan Darat Kerajaan Inggris memiliki Para Resiment yang mengkhususkan diri pada operasi dari udara, mirip dengan batalion lintas udara pada TNI AD. 

Angkatan Darat Amerika Serikat, menurut McMannan, mempunyai 160th Special Operations Aviations Regiment, tugas intinya operasi lintas udara dan dukungan misi pasukan khusus militer negara itu. Mereka bagian dari Komando Operasi Khusus Angkatan Darat Amerika Serikat (USASOC). 

China tidak demikian; angkatan udaranya tidak memiliki pasukan dengan tugas utama dan kemampuan operasionalisasi pangkalan udara serta parameter tambahan lain. Yang mereka miliki adalah Pasukan Khusus Angkatan Udara China, dengan tugas pokok kontra terorisme. 

Tidaklah heran jika dalam sambutan upacara pembukaan Sharp Knife 2013, Komandan Delegasi Angkatan Udara China, Kolonel Senior Lie Zhanghua, menegaskan kepentingan penanggulangan serangan terorisme yang dikatakan sebagai tanggung jawab semua pihak. Komandan Korps Pasukan Khas TNI AU, Marsekal Muda TNI Amarullah, berdiri di samping kirinya di podium, di pasukan masing-masing. 

Dengan alasan itulah, maka kemampuan individual personel masing-masing angkatan udara harus terus diasah; yang dalam Sharp Knife 2013 ini diwujudkan dalam saling berbagi pengetahuan bela diri militer. 

"Kami mengenalkan Bravo Martial Art, temuan kami yang diperas dari bela diri kebanggaan kita, silat, dan bela diri milter Rusia, Sistema. Hasilnya adalah bela diri yang pas dengan keperluan kami, yaitu gerakan mematikan yang senyap, cepat, tepat, dan mudah dipelajari," kata Pramono. 

Sebagai instruktur bela diri militer di komando utama TNI AU itu, dia memberi langkah-langkah melumpuhkan dan mematikan lawan secara praktis kepada puluhan tentara Angkatan Udara China itu. Yang unik, semuanya tanpa senjata alias tangan kosong; hanya dalam tiga gerakan, lawan sudah terpelanting. 

Pada giliran China, seorang instruktur juga di siapkan plus penerjemah dari bahasa Mandari ke bahasa Indonesia. Kini personel-personel Korps Pasukan Khas TNI AU yang mencoba keampuhan "jurus-jurus" China, juga dalam langkah demi langkah. 

Yang membedakan, setiap gerakan pukul atau tendang diperagakan, kekuatan penuh instruktur dikerahkan sehingga "korban" kerap sampai tergoyang dari kuda-kudanya sambil nafas bertahan disalurkan. China sampai memeragakan cara melumpuhkan lawan yang bersenjata sangkur hingga senapan serbu bull-pup standar mereka, Type 95. 

Walau sudah sangat menguasai teknik bela diri standar mereka itu, namun puluhan tentara China itu tetap sangat serius mengikuti gerakan sang instruktur, dengan penuh kedisplinan. Satu personel Korps Pasukan Khas TNI AU suka rela maju mencoba sebagai penyerang, dalam sekejap dia terpelanting dan tangannya dikunci. 

Begitupun saat personel TNI AU diminta menjadi pihak yang melumpuhkan; "musuh"-nya, personel Angkatan Udara China sebagai penyerang dengan Type 95 di tangan bisa dijatuhkan secara mudah dan cepat sebelum mata ini sempat berkedip. 

Bahasa yang berbeda bukan masalah untuk memahami bahwa "teman" menang dan "musuh" sudah tidak berdaya. Suara tawa kedua pasukan yang berbeda bahasa itu ternyata sama saja, begitupun ekspresi kesenangan yang terpancar.

Torpedo SUT Buatan PT. DI

KRI Cakra 401

SUT Torpedo adalah Surface and Underwater Target Torpedo produksi PT Dirgantara Indonesia dibawah lisensi AEG (Allgemeine Elektrizitäts-Gesellschaft) Jerman.

Uji tembak senjata taktis berupa Torpedo SUT (Surface and Underwater Target) dari KRI Cakra-401 saat Latgab TNI Juni 2008 lalu, sukses menghantarkan eks KRI Karang Galang ke peraduan terakhirnya di dasar laut. Kapal ini jugalah yang menjadi sasaran tembak rudal C-802 yang diluncurkan KRI Layang-805. Dengan berat hulu ledak 260 Kg, torpedo SUT mampu menjangkau sasaran dengan jarak tembak efektif maksimal 40 Km.

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh40VSxWKEm8mJ7OVcbPVaK17BE4d0ScWu89svyPJHaqqj1ux1lGdrMYDr-Nv0ugu6Pk59WSPJcHLe2cFtAnyROaqvICyF2r2UERyHanYvWtzSCJ02xsirUr-3qt2UvT-n6iR9hS3JJ-TY/s1600/14+torpedo+kri+nanggala+tepat+mengenai+sasaran.1.jpg

Ada ciri khusus yang membedakan Torpedo SUT dengan Torpedo lainnya, yakni adanya kabel sebagai pemandu ketarget yang dituju. Kabel berfungsi memberikan data-data akustik guna mengendalikan arah tujuan torpedo, dan juga berfungsi sebagai penangkal jamming karena datalink dipandu dua arah.

Torpedo SUT digerakkan dengan motor listrik, dengan tingkat kebisingan rendah. Setelah torpedo dirasa aman dari reduksi jamming sonar lawan, kabel akan terlepas dan kendali diambil alih secara mandiri oleh data prosesor yang ada di dalamnya.

 Spesifikasi :
  •     Tipe: Heavyweight Torpedoe
  •     Diameter: 533 mm
  •     Panjang dengan kasket: 6,620 mm
  •     Panjang tanpa kasket: 6,150 mm
  •     Berat varian perang: 1,414 kg
  •     Berat varian latihan: 1,224 kg
  •     Jarak operasional: 28 km
  •     Kecepatan/ jarak: 35 knots/24,000 yd; 23 knots/ 56,000 yd
  •     Hulu ledak: 225 kg
  •     Maksimal kedalaman menyelam: 100 m
Torpedo SUT buatan PTDI menggunakan sistem pemandu sonar pasif, pengembangan kedepannya akan diintegrasikan juga dengan sonar aktif. Sejatinya torpedo SUT dibuat pertama kali oleh Jerman saat perang dunia II, namun kini sudah tidak diproduksi lagi.

Ada 2 varian Torpedo SUT.
  1. Dibuat Korsel, yakni White Shark (SUT/SST-3) dan Blue Shark (SUT/SST-4). Kisaran harga pasar internasional untuk kedua Torpedo ini antara 1,6 s/d 2 juta dolar, tergantung dari kuantitas dan kondisi pengiriman.
  2. Dibuat PTDI adalah varian SST4.
sut torpedo

Berikut negara (regional Asia-Australia) pengguna Kapal Selam (KS) dan jenis torpedo yang digunakan saat ini :
  •     Australia – Mk 48 Model 6/7 (KS Collins)
  •     Taiwan – SUT (produksi Indonesia) (KS Hai Lung)
  •     Indonesia – SUT/SST-4 (KS cakra/ 209 Type)
  •     Malaysia – Blackshark (KS Scorpene)
  •     Singapore – Type 617 dan 43X2 (KS Challenger) rumor akan diupgrade ke blackshark
  •     Korea Selatan – LG K731 Whiteshark/ SUT (KS Changbogo)
Saat ini perkembangan senjata torpedo sudah lebih maju, beberapa bahkan sudah mengaplikasi teknologi baru. Begitu pula dengan teknologi terbaru yang digunakan di kapal selam, seperti : sonar, mesin diesel elektrik, persenjataan dan torpedo.

Salah satunya MK-48 buatan AS yang telah menggunakan pemandu sonar pasif dan aktif, serta VA-111 Shkval buatan Rusia yang menggunakan efek pendorong motor ‘superkavitasi’, sehingga torpedo dapat mencapai kecepatan 200 knot atau 370 km/jam.
 IndoBim.

Arah Minimum Essential Force dan Alutsista TNI (Antonov)


Jet tempur SU 27 TNI AU
Jet tempur SU 27 TNI AU

Saya ingin berkomentar tentang MEF (Minimum Essential Force) dan ALUTSISTA Indonesia. Dari kacamata awam saya, sejak awal tampak tidak ada logika dalam perencanaannya, ataupun kalau ada master plan, di tikungan disalip oleh tindakan-tindakan yang dadakan. Kalau pun ada Master Plan, semacam defence white paper, tidak pernah dipublikasikan, paling tidak kepada DPR. Kalau dikatakan rahasia, ok lah, tapi apa, siapa dan bagaimana mengontrolnya ?. Tidak jelas PDCA-nya (Plan, Do, Check, Act).
Di sini saya komentari tentang tujuan MEF dan implikasinya. Dari namanya yang minimum, bisa diartikan bukan parity/ paling tidak sama, tetapi deterrent/ daya tangkal. Selama defence budget kita hanya sekitar 1 % dari GDP, tidak mungkin kita mencapai parity, yang memerlukan 5 – 10%.
Dengan begitu, secara logika urutan prioritas adalah TNI AU, TNI AL dan TNI AD. Kuncinya adalah jenis alutsista yang dipilih harus mempunyai daya tangkal besar, secara politik/ diplomasi, maupun militer.
Kacamata awam saya melihat yang paling berhasil menerapkannya adalah TNI AU. Matra yang lain masih gamang.
Apa jenis alutsista kunci untuk maksimum daya tangkal? Pendapat saya adalah sebagai berikut :
TNI AU : tujuannya adalah air superiority di atas wilayah RI. Alatnya adalah (1) Heavy fighter generasi 4++, semacam SU-35, dan (2) Integrated air defence system (IADS), semacam S-300/400.
TNI AL : tujuannya adalah sea superiority/ sea denial di ALKI dan sekitarnya. Alatnya adalah (1) Kapal selam, semacam Kelas Improved Kilo, dan (2) shore based anti ship missile, semacam Yakhont versi darat.
TNI AD : tujuannya adalah basis kekuatan darat, yaitu:
(1)memperkuat semua batalyon infanteri tempur kita dari segi pelatihan, perlengkapan personil (rompi anti peluru, tidak ada lagi “sumbangan” dari Freeport), standarisasi senjata (semua buatan Pindad, tidak ada lagi M-16), SMR Minimi tingkat regu dan FNMAG tingkat kompi, senjata anti tank, anti serangan udara, alat komunikasi, NVG, transportasi ringan dan lain-lain sehingga dapat bertempur siang dan malam di segala medan,
(2) memperkuat semua batalyon senjata bantuan mekanis dan artileri medan dan penangkis serangan udara.
Pasti ada yang ingin menambah, tapi ya constraint –nya adalah defence budget kita hanya sekitar 1 % dari GDP, dan ini akan berkelanjutan karena situasi dan ekonomi dunia, yang menurut pakar ekonomi berlanjut jangka pendek ke depan.
Catatan :
-Leo bisa disebut mempunyai daya tangkal, tetapi daya tangkalnya kecil, hanya ditujukan ke Malaysia, bukan regional.
- Jumlah alutsista kunci, tentu disesuaikan dengan anggaran, namun determinasi kita untuk punya saja sudah menjadi deteren yang ampuh. (by Antonov).

Ini Cara Elegan RI Desak AS Akui Penyadapan

Situs Kedubes AS di jejaring sosial.
Aksi penyadapan yang dilakukan Amerika Serikat memicu reaksi keras dari berbagai kalangan di Indonesia. Salah satunya adalah untuk meninjau ulang hubungan diplomatik antara Indonesia dan AS.

Menurut Ganetawati Wulandari, Pengamat Hubungan Internasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), perlu smart diplomacy untuk menyelesaikan masalah penyadapan itu.

"Maksud dari smart diplomacy adalah menggunakan cara-cara persuasif. Jadi, Indonesia tidak perlu menggunakan kekuatan yang berlebihan. Sudah tidak zaman lagi kita melakukan protes dengan menggunakan hard power," kata Ganetawati.

Dia menambahkan, dalam konteks penyadapan ini, dirinya yakin tidak ada yang mau berperang dengan negara yang melakukan penyadapan.

"AS adalah negara besar yang memiliki kemampuan keuangan dan dukungan militer yang global. Apakah kita mampu menghadapinya? Itu adalah yang perlu diukur sebelum memutuskan hubungan diplomatik," ujar Ganetawati.

Ganetawati juga menyampaikan pemutusan aksi diplomatis itu akan menyebabkan nilai kerugian yang jauh lebih besar bagi Indonesia. Dan tidak ada manfaat positif dari pemutusan hubungan diplomatik dengan AS.

Menurutnya, salah satu contoh untuk menyelesaikan masalah ini adalah dengan menawarkan isu-isu terkait dengan kepentingan suatu negara. Misalnya, data dalam masalah terorisme, AS sangat membutuhkan data-data tersebut.

"Untuk membuat AS mengaku telah melakukan penyadapan apa saja, Indonesia harus mengunci data mengenai terorisme yang dibutuhkannya. Ada proses tawar menawar untuk mendesak AS mengakui penyadapannya," kata Ganetawati.

Selain itu, tambah Ganetawati, Indonesia juga harus meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam bidang teknologi. Sebab, peran teknologi dalam menangkal penyadapan sangat penting.

"Sekarang model penyadapan semakin canggih dan rumit. AS mungkin saja melakukan penyadapan dengan menggunakan satelit di ruang angkasa," kata Ganetawati.
 

Cegah Penyadapan Asing, RI Harus Perkuat Sistem Sandi

"Yang paling penting, kita disadap tapi tidak bisa dimengerti mereka."

Mantan Panglima TNI (Purn) TNI Agus Suhartono bersama Menhan Purnomo Yusgiantoro dan mantan KSAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo 
Mantan Panglima TNI (Purn) TNI Agus Suhartono mengungkapkan pentingnya sistem sandi untuk mencegah penyadapan pihak asing. Menurut Agus, saat dirinya masih menjabat sebagai Panglima TNI, ide tersebut sudah ada dengan misi dan fungsi yang sama.
"Sudah ada (sistem sandi), tapi butuh waktu merealisasikannya. Sumber daya manusianya harus dilatih, agar bisa mengawal organisasi," kata Agus kepada VIVAnews.

Agus menjelaskan, ada peralatan otomatis yang disebut enkripsi, yang dapat dikembangkan oleh Pemerintah. Namun, sayangnya belum semua alutsista yang dimiliki RI menggunakan alat tersebut.

"Untuk alusista kita, dilengkapi dengan peralatan pengamanan yang pertama sandi yang sifatnya manual, yang jika dibaca dia harus melihat buku. Seperti pesawat dan alat tempur kita. Sekarang masalahnya, belum semua dilengkapi enkripsi. Akibatnya adalah manakala salah satu menggunakan enkripsi atau tidak, itu tidak akan berguna. Oleh karena itu, alusista kita harus dilengkapi dengan enkripsi," katanya.

Agus menilai, aksi sadap yang dilakukan Amerika Serikat dan Australia dilancarkan untuk memperkuat strategi negara mereka. Maka, langkah yang harus dilakukan untuk mencegah penyadapan asing, menurut dia, adalah memperkuat sistem persandian.

"Yang paling penting, kita disadap tapi tidak bisa dimengerti oleh mereka. Oleh karena itu sistem persandian itu penting," ujarnya.

Sementara, karena belum adanya pernyataan yang jelas dan memuaskan hingga kini, Dewan Perwakilan Rakyat pada Senin 11 November 2013 akan mengundang Duta Besar Australia untuk Indonesia, Greg Moriarty dan Wakil Dubes Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia, Madam Bauer ke Gedung Parlemen. 

Menurut Wakil DPR, Priyo Budi Santoso DPR ingin berdialog soal isu penyadapan yang dilakukan kedua negara itu kepada pejabat tinggi Indonesia. (eh)
 Vivanews.

Spionase Kanguru di Tanah Garuda

Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa pun mengancam akan mengevaluasi kerjasama di bidang informasi dan intelijen dengan Australia. (ANTARA/Nyoman Budhiana)

“Buka rahasia mereka, lindungi rahasia kita (reveal their secrets, protect our own)”. Itulah semboyan Badan Intelijen Australia (Defence Signals Directorate) yang tahun 2013 ini berganti nama menjadi Australian Signals Directorate. Dengan moto itu, agen-agen DSD menjejakkan kaki di Bali ketika Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 2007.

Mereka membawa tugas khusus, mengumpulkan nomor-nomor telepon para pejabat pertahanan dan keamanan di Indonesia. Dalam misinya itu, DSD bekerja bahu-membahu dengan badan keamanan nasional Amerika Serikat (National Security Agency) untuk memperoleh informasi yang menjadi target mereka. Semua itu diungkapkan Edward Snowden --mantan kontraktor NSA yang kerap membocorkan rahasia intelijen AS-- dalam dokumen yang ia bocorkan dan dilansir harian Inggris The Guardian, 2 November 2013.

DSD bahkan disebut memasukkan ahli Bahasa Indonesia ke dalam timnya untuk memonitor dan menyeleksi informasi dari komunikasi yang berhasil mereka dapatkan. “Tujuan dari upaya (spionase) ini adalah untuk mengumpulkan pemahaman yang kuat tentang struktur jaringan yang diperlukan dalam keadaan darurat,” kata dokumen Snowden itu.

Sayangnya misi Australia itu pada akhirnya dianggap gagal karena satu-satunya nomor telepon pejabat yang berhasil mereka ketahui adalah milik Kepala Kepolisian Daerah Bali.

Namun, gagal di Bali, bukan berarti Australia tak mendapat apa-apa. Upaya penyadapan atau pengumpulan informasi bukan hanya dilakukan sekali itu.

Harian Australia The Sydney Morning Herald melaporkan Negeri Kanguru secara intensif dan sistematis melakukan aksi mata-mata dan membangun jejaring spionase mereka di Tanah Garuda ini melalui kantor kedutaan besar mereka di Jakarta. Media Australia lainnya, Fairfax, menyatakan pos-pos diplomatik Australia yang tersebar di Asia mempunyai fasilitas untuk mencegat lalu-lintas data dan panggilan telepon dari pejabat-pejabat penting di negara-negara di kawasan ini.

Aktivitas pengintaian itu dilakukan tanpa sepengetahuan mayoritas diplomat Australia yang berkantor di Kedutaan Australia. Data-data intelijen dikumpulkan DSD melalui kedutaan-kedutaan Australia di Jakarta, Kuala Lumpur, Bangkok, Hanoi, Beijing, Dili, dan Port Moresby. Dengan demikian negara-negara yang menjadi sasaran aksi spionase Australia adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, China, Timor Leste, dan Papua Nugini.

Laporan mengenai aksi mata-mata Australia itu merupakan bagian dari dokumen yang dibocorkan Snowden dan dipublikasikan oleh harian Jerman, Der Spiegel. Dokumen itu menyoroti kemitraan spionase “Lima Mata” yang antara lain mencakup Inggris, Kanada, dan Australia. Disebutkan bahwa fasilitas penyadapan mereka seperti antena, kerap tersembunyi dalam fitur arsitektur palsu atau atap gudang pemeliharaan di berbagai kantor kedutaan.

Seorang mantan perwira di DSD menyatakan Kedutaan Besar Australia di Jakarta menjadi pemain kunci dalam mengumpulkan informasi. Australia menyasar data politik, ekonomi, dan intelijen melalui kedutaannya yang berlokasi di kawasan sibuk Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan. Selain di Jakarta, Konsulat Jenderal Australia di Denpasar, Bali, juga disebut digunakan untuk mengumpulkan data-data intelijen.

Jakarta menjadi pusat aksi spionase Australia di Asia karena dua faktor. Pertama, pertumbuhan jaringan telepon seluler yang pesat di Indonesia dan Jakarta khususnya. Kedua, elite politik di Jakarta disebut amat cerewet. “Jaringan seluler merupakan anugerah besar, dan elite Jakarta adalah kelompok yang amat suka bicara. Mereka bahkan tetap mengoceh meski merasa agen intelijen Indonesia sendiri mendengarkan (menyadap, red) mereka,” kata mantan perwira DSD itu seperti dikutip International Business Times Australia (baca juga bagian 3: Memburu Finenko di Jakarta).

Sejumlah data intelijen yang dicari Australia di Indonesia antara lain terkait terorisme dan penyelundupan manusia. Aksi terorisme kerap terjadi di Indonesia, sedangkan penyelundupan manusia menyangkut ribuan imigran gelap yang selalu menempuh jalur laut melalui Indonesia untuk mencari suaka di Australia. Parahnya, cara masuk ilegal via Indonesia ini amat berbahaya sehingga ratusan imigran seringkali tewas tenggelam saat menyeberang dengan perahu ke perairan Australia.

Kemarahan Jakarta

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono melalui juru bicaranya Julian Aldrin Pasha, Jumat 8 November 2013, menyatakan tak dapat menerima adanya aksi penyadapan Australia terhadap Indonesia. “Selama ini hubungan bilateral kami selalu kondusif, baik, dan saling percaya. Kalau benar ada tindakan (penyadapan) seperti itu, kami sangat tak bisa menerimanya. Pemerintah mengecam hal ini. Sikap kami tegas,” kata Julian kepada VIVAnews.

Indonesia telah memanggil Duta Besar Australia di Jakarta, Greg Moriarty, untuk memberikan penjelasan. Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa pun mengancam akan mengevaluasi kerjasama di bidang informasi dan intelijen dengan Australia. “Kami harus mengkaji ulang bagaimana ke depannya kerjasama dengan negara-negara yang tidak bisa memberikan konfirmasi apakah aksi penyadapan seperti ini benar dilakukan (atau tidak),” kata Marty.

Padahal Indonesia dan Australia selama ini menjalin kerjasama erat di bidang penangkalan aksi teror dan penyelundupan manusia. “Kalau mereka (Australia) mengumpulkan informasi di luar forum resmi, lalu apa manfaat kerangka yang resmi itu? Hal ini perlu dipikirkan masak-masak. Indonesia tidak terima diperlakukan seperti ini,” ujar Marty.

Pernyataan Marty itu mencerminkan kekesalan Indonesia yang tidak mendapat klarifikasi memuaskan. Isu penyadapan ini telah ditanyakan Indonesia ke perwakilan negara terkait dalam berbagai kesempatan. “Tapi jawaban mereka tetap sama, bahwa mereka tidak bisa mengkonfirmasi atau menyangkal pemberitaan tersebut,” kata Marty.

Indonesia menuntut komitmen Australia dan AS untuk tak lagi melakukan aksi spionase. “Kami perlu tegaskan, tidak boleh ada tindakan yang mengingkari atau tidak selaras dengan semangat persahabatan antar negara. Enough is enough. Setiap negara tidak sepatutnya melakukan aksi itu,” ujar Marty. Apalagi ongkosnya akan jauh lebih mahal jika aktivitas spionase tersebut terbongkar, yakni potensi kerusakan hubungan bilateral kedua negara karena hilangnya rasa saling percaya (lihat Infografik: Kala Aksi Intelejen Asing Terbongkar).

Marty pun menyindir Australia dan AS sekaligus. “Jika Australia sendiri yang menjadi subyek aktivitas (mata-mata) itu, menurut mereka itu tindakan bersahabat atau tidak? Kami tidak bisa menerima aksi spionase Australia atas perintah Amerika Serikat,” ujar mantan Duta Besar RI untuk PBB itu.

Hal yang saat ini penting dilakukan Indonesia, kata Marty, adalah meningkatkan kewaspadaan dan kapasitas untuk meminimalkan penyadapan. Dalam rangka itu pula Indonesia bergabung dengan Jerman dan Brasil dalam mensponsori resolusi anti spionase yang diajukan ke Sidang Umum PBB. Rancangan resolusi itu meminta dihentikannya aksi spionase Internet dan pelanggaran privasi. Indonesia berharap, melalui resolusi itu Australia dan AS tak lagi memata-matai Indonesia dan puluhan negara lain.

Canberra bungkam

Pernyataan Perdana Menteri Australia Tony Abbott sama sekali tak dapat menjernihkan isu penyadapan ini. Ia hanya mengatakan badan dan agen intelijen negaranya selalu bertindak dalam koridor hukum. “Setiap badan pemerintah Australia bertugas sesuai aturan yang berlaku,” kata dia.

Dubes Australia untuk RI, Greg Moriarty, juga tak mau berkomentar soal pemanggilannya oleh Kemlu RI terkait aksi spionase Australia. Juru Bicara Moriarty, Ray Marcello, dalam surat elektroniknya kepada VIVAnews menyatakan pihaknya terus mengikuti perkembangan pemberitaan di Indonesia.

Australia pun mahfum dengan ancaman Marty Natalegawa untuk memutuskan kerjasama dengan Australia di bidang penangkalan aksi teror dan penyelundupan manusia. Marcello mengatakan, Australia sangat menghargai hubungan kemitraan yang dekat dengan Indonesia. Kerjasama bilateral yang telah dibangun sejak lama itu dianggap Australia sangat menguntungkan kedua negara.

“Kami terus menantikan kerjasama dengan Indonesia di beragam bidang seperti penanggulangan aksi terorisme dan penyelundupan manusia,” kata Marcello.

Menanggapi kemarahan Indonesia, Australia pun mengutus menteri pertahanannya, David Johnston, untuk terbang ke Jakarta, Kamis 7 November 2013. Namun setelah menggelar pertemuan dengan Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro, Jumat 8 November 2013, Johnston tak bersedia memberikan keterangan kepada media. Ia langsung kembali ke Australia.

Hasil pertemuan itu jauh dari memuaskan. Menurut Purnomo, dia dan Johnston menyerahkan isu penyadapan tersebut kepada kementerian luar negeri kedua negara karena isu penyadapan terkait hubungan diplomatik. “Itu adalah isu makro yang sedang dibicarakan pada level politik luar negeri antara Menlu Australia Julie Bishop dengan Menlu RI Marty Natalegawa,” kata Purnomo.

Bishop yang berada di Indonesia terkait agenda Bali Democracy Forum VI pada 7-8 November 2013, membantah hubungan bilateral Australia dengan Indonesia rusak karena isu penyadapan. “Saya tidak terima apabila ada pernyataan yang menyebut hubungan kedua negara retak,” kata dia. Bishop justru mengatakan telah melakukan diskusi yang bermanfaat dengan beberapa menteri Indonesia terkait masalah penanggulangan aksi teror dan penyelundupan manusia.

Sementara itu pakar keamanan Australia dari Australian National University, Profesor Michael Wesley, mengatakan Indonesia akan rugi bila memutus hubungan diplomatik dengan Australia. Wesley tak yakin Menlu RI Marty Natalegawa bersungguh-sungguh dengan ancamannya untuk menghentikan kerjasama dengan Australia.

Wesley berpendapat Marty hanya menggertak pemerintahan baru Australia yang masih berjalan dua bulan. Dikutip Sydney Morning Herald, dia mengatakan, “Marty Natalegawa adalah diplomat yang amat berpengalaman. Dia tahu pemerintahan di Canberra masih baru. Di sana ada perdana menteri dan menteri luar negeri yang tak berpengalaman.”  
Vivanews.

Sabtu, 09 November 2013

Ini alasan KPK gandeng Kopassus untuk perangi korupsi

Ini alasan KPK gandeng Kopassus untuk perangi korupsi
Gladi resik HUT TNI ke-68. ©2013 Merdeka.com/imam buhori

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggandeng Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD untuk memerangi korupsi. Sejumlah pegawai baru KPK dikirim ke Pusat Pendidikan Kopassus (Pusdikpassus) Kopassus Batujajar Bandung untuk dilatih.

Kenapa KPK menggandeng Kopassus?

"Itu namanya induksi pegawai. Setiap ada Indonesia memanggil dilakukan induksi, kayak training atau pendidikan dasar. Nah ini dilakukan di Batujajar, tahun sebelumnya di Cilandak, sebelumnya lagi di Sukabumi 3 bulan. Kalau sekarang 1,5 bulan tapi di Batujajar," kata juru bicara KPK, Johan Budi SP saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis (8/11).

Johan membantah kalau KPK 'dimiliterisasi'. Menurutnya sebagian materi tetap diberikan oleh Pimpinan KPK, jaksa, bahkan polisi. Hanya bagian-bagian tertentu saja melibatkan instruktur dari Kopassus.

"Instruktur nembak, bela diri dan pelatihan samapta-nya saja," jelas Johan.

Kenapa pilih Kopassus? Bukan satuan yang lain, atau Polri?

"Ya tidak apa-apa, dulu juga kejaksaan pernah (dilatih Kopassus) tidak apa-apa," kata dia.

Sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad bertindak selaku Inspektur Upacara pada Pembukaan pendidikan dan latihan Induksi Pegawai baru KPK angkatan Indonesia memanggil VII/2013.

Pendidikan ini diikuti 163 peserta berlangsung dari Rabu 6 November sampai 21 Desember mendatang. Selama pendidikan peserta akan mengikuti serangkaian kegiatan antara lain psikologi lapangan, kepemimpinan, lapangan, team work opstacle (halang rintang), dan problem solving. Mereka juga diajari beberapa materi kemiliteran seperti tarzan cross, PBB, PUDD dan survival.

"Tujuan diadakannya pendidikan dan latihan ini adalah untuk membentuk karakter pegawai baru atau insan KPK yang handal dan tangguh serta sesuai dengan dasar dan norma KPK," kata Abraham Samad .

"Semoga misi KPK untuk mengikis korupsi yang dilakukan para koruptor yang semakin pintar bisa dilaksanakan," lanjut Abraham.

Tampak hadir pada acara tersebut sejumlah pejabat teras Kopassus di antaranya Pamen ahli Golongan 4 Kopassus, Danpusdikpassus dan para Asisten Danjen Kopassus. Sedangkan dari pihak KPK tampak wakil ketua Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas .