Perum
Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI)
menyatakan, wilayah udara Natuna ditargetkan kembali ke Indonesia.
"Kami harap tahun 2018-2020 sudah terlihat nyata dari sisi
infrastruktur," kata Direktur Keselamatan dan Standar LPPNPI Wisnu
Darjono saat dihubungi Tempo, Senin, 4 November 2013.
Ia menuturkan, saat ini Indonesia sedang mempersiapkan pemasangan radar
di Tanjung Pinang serta Natuna untuk fasilitas penerbangan sipil. Wisnu
mengungkapkan, pengambilalihan wilayah udara Natuna akan melibatkan
beberapa kementerian, yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian
Pertahanan ,dan Kementerian Perhubungan.
"Wilayah udara Natuna memang masih ditangani air traffic services (ATS) Singapura," ucapnya.
Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Ida Bagus Putu Dunia mengatakan,
Pulau Natuna merupakan salah satu dari 12 pulau terluar milik
Indonesia. Natuna memang berbatasan langsung dengan Malaysia dan
Vietnam.
Karena berada di Laut Cina Selatan, posisi Natuna juga terbilang
strategis. "Untuk menjaga Natuna, TNI AU punya Landasan Udara Rinai dan
juga radar pengawas," kata Putu Dunia.
Sebelumnya, Direktur Utama LPPNPI Ichwanul Idrus pernah menjelaskan ada
sebagian wilayah navigasi Indonesia yang pengelolaannya dititipkan
kepada asing. "Untuk wilayah ABC, itu masih dikelola Singapura dan
Malaysia," ujarnya kepada Tempo saat dijumpai di sela-sela pertemuan
Civil Air Navigation Services Organisation (Canso) Asia Pasifik.
Ia menjelaskan, selama ini Indonesia memang masih belum siap mengelola
navigasi sektor ABC. Ichwanul mengungkapkan, sektor ABC, antara lain,
mencakup wilayah Batam dan Natuna. Menurut dia, masih ada kekurangan
Indonesia yang harus diperbaiki sebelum dapat mengelola wilayah
tersebut.
"Soal infrastruktur dan provider," ucapnya. Ichwanul mengatakan, sebelum
LPPNPI didirikan Januari silam, pengelolaan navigasi Indonesia masih
dilakukan oleh PT Angkasa Pura. Status Bandara Batam yang sebelumnya
merupakan bandara unit pelaksana teknis (UPT) di Direktorat Jenderal
Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan, sempat menjadi kendala.
Wisnu menyatakan, sektor ABC mulai dikelola Singapura dan Malaysia pada
1973. "Sektor B dipinjam Singapura untuk wilayah militer," ucapnya. Ia
pun menjelaskan, Singapura meminjam wilayah tersebut karena kekurangan
lahan bagi tentaranya untuk latihan.
Yang termasuk sektor A adalah wilayah di bagian utara Singapura,
sedangkan sektor C mencakup bagian utara sektor B yang tersambung ke
Laut Cina Selatan. Wisnu menuturkan, pengelolaan tata ruang udara sektor
C dengan ketinggian di atas 24.500 kaki dilakukan oleh Singapura.
Sedangkan untuk ketinggian di bawah 24.500 kaki, pengelolaan diserahkan
kepada Malaysia.
Menurut dia, sektor ABC merupakan kepunyaan Indonesia dan harus diambil
kembali. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan, pengelolaan sektor ABC harus kembali ke Indonesia 15 tahun
sejak undang-undang itu diberlakukan, artinya paling lambat pada 2024.