Latihan Operasi Udara Angkasa Yudha 2013, Natuna, Kepri (photo: msn.com)
Enam “elang besi” Hawk 100/200 menderu seperti merobek langit
Natuna, Kepulauan Riau, meliuk-liuk sambil menjatuhkan bom berbobot
ratusan kilogram. Sasarannya satu objek di sebuah pulau kecil. Dari arah
lain melintas tiga pesawat F-16. Empat bom meluncur ke sasaran.
Tak lama, muncul pula tiga pesawat Sukhoi SU-27/30. Di setiap pesawat
garang itu, tersemat 6 bom yang lalu dilepas untuk menumbuk sasaran.
Bak kelincahan seekor alap-alap, Sukhoi terakhir melontarkan puluhan
roket. Sasaran pun hancur lebur.
Operasi Angkasa Yudha 2013, Natuna, Kepri
Pemasangan Bom di Pesawat Tempur Bandara Hang Nadim, Batam, Kepri
Super Tucano dalam Angkasa Yudha 2013 di Bandara Hang Nadim
Asap membubung tinggi. Tapi serangan belum berakhir. Sebagai
penutup, tiga pesawat EMB-314 Super Tucano melintas. Bom kembali
berjatuhan.
Di atas sasaran yang remuk redam itu, melintas tujuh pesawat C-130
Hercules, terbang tenang dikawal dua Sukhoi 27/30 bersenjata rudal. Dari
lambung pesawat, ratusan personel Pasukan Khas Angkatan Udara melompat
terjun.
Peterjun ini akan bertugas menyapu sisa-sisa musuh yang menguasai
objek vital di Natuna, wilayah Indonesia yang berbatasan dengan Laut
China Selatan yang sedang disengketakan lima negara itu.
Operasi Udara Angkasa Yudha 2013, Kepulauan Riau
Angkasa Yudha 2013, Kepulauan Riau (photo: poskotanews.com)
Inilah aksi penutup Latihan Operasi Udara dengan sandi “Angkasa Yudha
2013” yang digelar di Pulau Natuna, pada Kamis 31 Oktober 2013 lalu.
Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia mengatakan,
latihan ini untuk membina kemampuan dan kekuatan TNI AU, agar lebih
siap siaga menghadapi kontijensi.
Latihan puncak TNI AU 2013 ini, melibatkan 21 pesawat tempur termasuk
EMB-314 Super Tucano yang baru tiba. Pesawat tempur yang terlibat:
empat F-16 Fighting Falcon dari Skadron Udara 3, enam Su-27/30 Sukhoi
(Skadron Udara 11), empat Hawk 109/209 (Skadron Udara 12), empat Hawk
109/209 (Skadron Udara 1) dan tiga EMB-314 Super Tucano (Skadron Udara
21).
Latihan ini mengambil skenario adanya serbuan militer negara lain
terhadap kepentingan dan kedaulatan Indonesia. TNI mengantisipasi dengan
menjaga kesiapsiagaan operasional, sistem kesenjataan dan personel.
Skadron dari Timur
Yang menjadi “bintang” saat itu boleh dibilang enam Sukhoi yang terbang
dari Lapangan Udara Hasanuddin di Makassar. Total ada 16 Sukhoi
bermarkas di Makassar, membentuk Skuadron Udara Tempur 11.
Pesawat tempur Sukhoi memiliki kapasitas bahan bakar penuh 12 ribu
liter untuk melakukan penerbangan selama 4 jam dan jika ditambah air
refueling bisa 8 jam, melesat dengan kecepatan 2,5 MACH.
Operasi Udara Angkasa Yudha 2013, Kepulauan Riau (photo: detik.com)
Operasi Udara Angkasa Yudha 2013, Kepulauan Riau (photo: detik.com)
Operasi Udara Angkasa Yudha 2013, Kepulauan Riau (photo: detik.com)
Latihan Operasi Udara Angkasa Yudha 2013 menjadi semacam kebangkitan
skadron tempur wilayah Timur Indonesia setelah lama kekuatannya bolong.
Pesawat tempur bercat dasar abu-abu terang bercampur loreng abu-abu tua
ini terdiri atas dua macam, yakni SU 27 SKM dan SU30MK2. Pembeda
utamanya adalah SU 27 hanya punya satu kursi pilot, sementara saudaranya
punya dua kursi pilot.
Saat VIVAnews mendatangi Markas Skuadron, Kamis 31 Oktober
2013, tampak hanya 10 Sukhoi terparkir. Enam lainnya sedang beroperasi
di Natuna. Di kantor dan gedung teknisi yang berada di samping pesawat
tempur diparkir, tampak sebuah spanduk besar terpampang bertuliskan,
“Siapkan pesawat sebaik-baiknya seolah-olah hari ini ada perang”.
Perang itu memang masih jauh. Tapi, personel di Skadron 11 berlatih
keras setiap hari, minimal 8 jam. Pesawat diistirahatkan meski tetap
siaga antara Jumat sampai Minggu saja. Pagi, sebelum memulai latihan (training air),
para petugas dan pilot terlebih dahulu apel siaga. Teknisi sudah
terbagi-bagi ke dalam beberapa bidang, selalu memastikan pesawat dalam
keadaan siaga penuh.
Rudal Sukhoi
Persenjataan terbaru yang terpasang di pesawat adalah kombinasi jenis Air to Air to Ground.
Sukhoi bisa menyergap di udara dengan daya jelajah jauh. Ia juga mampu
serang target di darat dengan peluru kendali atau bom pintar. Dia bisa
membawa rudal udara ke udara RVV-AE active radar homing, rudal udara ke permukaan KH- 29T(TE), KH-29L, KH-31P, KH-31A dan bom pintar jenis KAB 500Kr dan KAB-1500Kr.
Yang lebih asyik, Sukhoi SU 27SKM dan SU30 MK2 telah dilengkapi
instrumen isi ulang bahan bakar di udara. Jadi kemampuan jelajah
tempurnya kian jauh.
Jelas, kecanggihannya tidak kalah dengan F15 SG milik Singapura atau
Super Hornet milik Australia. Di udara, bisa ofensif, namun juga bisa
menghancurkan sasaran di laut dan darat. Sempurna untuk patroli udara
untuk menjaga kedaulatan wilayah dan menghancurkan sasaran strategis
musuh.
Minimum Essential Force
Dua pesawat Sukhoi tiba dari Rusia 4 September 2013, menggenapi skadron
Sukhoi di Makassar dengan komposisi lima unit Su-27 SKM dan sebelas unit
Su-30 MK.
Sukhoi ini menjadi andalan, karena di saat alutsista Indonesia mulai
menua tahun 1990-an, Amerika Serikat sebagai pemasok utama alutsista
Indonesia justru melakukan embargo, akibat pelanggaran hak asasi manusia
di zaman orde baru berkuasa. Itu sebabnya, saat menjadi Presiden pada
2001, Megawati Soekarnoputri melirik Rusia. Negeri beruang salju itu
dipilih sebagai alternatif mengganti armada yang menua.
Pada 2004, sejumlah Sukhoi pun mendarat di Lanud Iswahyudi, Madiun.
Megawati pun seperti mengulang sejarah ketika ayahnya, Soekarno,
membangun armada udara Indonesia dengan mengandalkan pesawat-pesawat
tempur buatan Uni Soviet.
Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menyatakan, pengalaman
embargo militer AS atas Indonesia pasca-1998 menjadi pelajaran untuk
tidak menggantungkan persenjataan pada satu negara saja. Kekuatan
pertahanan nasional akan dibangun dengan mengambil teknologi dari
berbagai negara. Tak lupa, industri strategis dalam negeri diperkuat,
seperti PT Dirgantara dan PT Pindad.
Rudal Krypton Kh-31 diusung Fighter Sukhoi Indonesia (photo: FB Jiwa Merah Putih)
Pembelian Pesawat
Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsekal Madya Hadi Tjahjanto,
menyatakan, pembelian pesawat dipatok sampai 2024. Total, ada 102
pesawat yang didatangkan, antara lain 16 unit Sukhoi, 24 unit F16 dari
Amerika Serikat, skadron T50 buatan Korea Selatan untuk menggantikan
Hawk buatan AS, 8 unit pesawat latih G120PP buatan Jerman, 16 unit
pesawat Supertucano buatan Brasil, 9 unit CN295 dari Spanyol, 4 unit
Hercules hibah dari Australia dan sejumlah helikopter Fennec dari
Prancis. “Semua Pesawat didatangkan secara bertahap,” kata Hadi.
Dari Rusia, selain membeli Sukhoi, Indonesia juga mendatangkan
kendaraan tempur laut dan amfibi, helikopter serang MI-35, helikopter
serbu MI-17 dan tak lupa, peluru kendali.
Sjafrie menyatakan, alutsista Rusia menjadi ‘idola’ karena menjawab kebutuhan
minimum essential force (MEF).
”Yang kedua, harganya kompatibel. Ketiga adalah dia tak punya prasyarat
politik,” kata mantan Kepala Pusat Penerangan TNI itu.
Anggaran modernisasi dan perawatan alutsista TNI sampai akhir tahun
2014 tercatat Rp 99 triliun, dan Kementerian Pertahanan masih
membutuhkan tambahan anggaran Rp 57 triliun. “Kami prioritaskan mencari
alutsista bergerak seperti pesawat temput dan tank. Sementara alutsista
yang tak bergerak seperti radar,” kata Menteri Pertahanan Purnomo
Yusgiantoro.
Dengan anggaran sebegitu besar kekuatan armada udara Indonesia baru akan mendekati
minimum essential force
yang dipatok sampai 2019. “Bagaimana kita bisa memiliki kemampuan
minimal agar kita bisa memiliki suatu daya pukul yang dahsyat dan juga
mobilitas yang tinggi,” kata Sjafrie.
Dari mana duit itu berasal? Angka lebih dari Rp 150 triliun itu salah
satunya didapatkan dengan pinjaman luar negeri US$ 6,5 miliar dolar.
”Jadi yang kita pergunakan kurang lebih 4 miliar dolar, artinya kurang
lebih Rp 41 triliun. Sisanya kita mesti jadikan semacam cadangan untuk
dipergunakan pada prioritas kedua. Sekarang prioritas pertama dulu,”
kata Sjafrie.
Radar Menyusul
Lima tahun ke depan, setelah armada udara tempur nyaris lengkap,
prioritas berikutnya penambahan Radar. Soal alat ini, Indonesia memang
gawat. Ada radar yang tidak berfungsi 24 jam. Tapi sekarang, ”radar
untuk kawasan barat sudah ter-
cover, secara kuantitas. Kemudian kawasan timur yang kemudian akan kita isi segera,” kata Sjafrie.
Kadispen TNI AU menambahkan, rencananya radar ini akan ditempatkan di
Singkawang, Kalimatan Barat; dan Tambolaka, Nusa Tenggara Timur.
(viva.co.id)
JKGR.