Minggu, 13 Oktober 2013

Satu Peluru Senjata TNI AD Ini Bisa Menghancurkan Senayan

Main Battle Tank (MBT) Leopard RI terparkir kokoh di halaman pameran. (Foto-Agung Pambudhy/detikcom) 

Jakarta - Kehadiran empat unit kendaraan tempur Main Battle Tank Leopard di lapangan Monumen Nasional pekan lalu paling memantik perhatian pengunjung. Pengunjung pameran alat utama sistem persenjataan Tentara Nasional Indonesia berebut untuk berpose di samping tank buatan Jerman tersebut.

MBT Leopard adalah salah satu alutsista yang didatangkan untuk melengkapi senjata tempur Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. Nantinya sampai tahun 2015, total tank Leopard yang akan didatangkan adalah 169 unit.

Terdiri dari 119 tank canon untuk tempur dan 50 tank angkut yang membawa jembatan, tank perlengkapan, dan tank ambulan.

Tank Leopard senegaja didatangkan untuk memberikan efek deteren. “Ketika kita diskusi tentang pertempuran dan mengatakan MBT, orang sudah mikir. Dalam pertempuran darat, tank masih lawan tank,” kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan, Brigadir Jenderal Sisriadi kepada detikcom, Selasa (8/10) lalu.  

Selain tank, senjata TNI AD lainnya adalah 38 unit roket multi laras buatan Brasil. Barang yang baru mulai datang tahun depan ini, menurut Sisriadi, adalah yang terbaik di kelasnya. Menurut Sisriadi di beberapa medan pertempuran di Timur Tengah, roket ini paling ditakuti. Termasuk oleh orang NATO.

“(Roket ini) daya hancurnya luar biasa. Satu peluru bisa menghancurkan Senayan dan menembus baja 90 sentimeter,” kata dia.

Alutsista untuk TNI AD lainnya adalah meriam kaliber 155, buatan Prancis. Alat ini menurut Sisriadi termasuk senjata canggih. Senjata ini sudah menggunakan digital dan sound ranging radar untuk mengukur dan melacak meriam musuh. Jarak tembaknya pun bisa mencapai 40-50 kilometer

“Begitu musuh menembak kami tahu langsung musuhnya di mana. Kami tembak dan langsung kena musuh, setelah itu kami bisa langsung geser. Kalau manual mungkin bongkar pasang dulu dan baru jalan lagi, itu butuh 3 menit kalau prajuritnya jago-jago, jika tidak butuh enam menit, peluru musuh udah nyampe duluan,” papar Sisriadi.

Ada juga satu skuadron (12 unit) helikopter serang dan helikopter serbu buatan Eurocopter dari Eropa. Kementerian Pertahanan juga menjajaki untuk membeli 6 atau 8 unit Helikopter Apache buatan Amerika.

Helikopter tersebut akan digunakan untuk misi-misi tembakan, misalnya saat ada pertempuran darat maka helikopter akan digunakan untuk menyerang dari udara. Sementara Helikopter Serbu yang akan didatangkan yakni 16 unit Bell 412.

Detik.

Disayangkan, Gaji Pilot Pesawat Tempur Beda Jauh dengan Pilot Komersial

Jakarta - Seiring dengan pembaruan alat utama sistem senjata (Alutsista) Tentara Nasional Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat menyoroti perlunya diperhatikan penyesuaian kesejahteraan prajurit TNI.

Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat memandang harus ada perhatian khusus terhadap prajurit TNI yang punya risiko besar dalam menjalankan tugas negara tapi gajinya belum sesuai.

Sebagai contoh, anggota Komisi I DPR, Mardani Ali Sera, membandingkan gaji pilot pesawat tempur Sukhoi dengan pilot komersial maskapai penerbangan berbeda jauh. Padahal, dari risiko, tanggung jawab, dan jenis spesifikasi pesawat jelas pilot Sukhoi lebih besar.

Mardani mengaku tidak tahu persis berapa besarnya selisih gaji pesawat komersial dengan pilot jet tempur. Namun ia menyebut selisihnya lumayan jauh. "Mungkin selisih bedanya antara satu banding empat," ungkap dia kepada detikcom.

“Ya, bagaimana karena kemampuan kita baru segini. Kalau kenaikan gaji itu kan harus satu paket. Tidak bisa satu-satu divisi,” kata politikus PKS ini melanjutkan. "Pilot pesawat tempur itu ibaratnya milik dan mengabdi kepada negara."

Anggota Komisi I lainnya, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati atau Nuning juga mendorong perlunya dinaikkan kesejahteraan prajurit TNI, termasuk pilot pesawat tempur.

Politikus Partai Hanura ini mengakui standar penggajian antara orang pemerintah dengan swasta memang berbeda sehingga tidak bisa untuk dibandingkan begitu saja. Karena itu, menurutnya, perlu adanya apresiasi-apresiasi selain materi.

"Antara lain dengan karir karena mereka orang-orang pilihan," kata Nuning kepada detikcom, kemarin. Namun sayangnya, lanjut Nuning, sistem karir di TNI khususnya AU tidak memberikan apresiasi kepada penerbang tempur.

Dia menyebutkan untuk tahun ini, militer mendapat porsi anggaran sebesar tujuh persen dari total belanja pemerintah Rp 1.154,4 triliun. Alokasi ini menempatkan bidang pertahanan berada di posisi empat setelah pelayanan umum, ekonomi, serta pendidikan.

Karena itu, Nuning menekankan, hal ini harus diimbangi dengan pembagian anggaran yang seimbang di tubuh TNI antara alutsista, pendidikan, dan kesejahteraan prajurit.

Sabtu, 12 Oktober 2013

Ada Senapan Sig 552 Kopassus di Pameran Alutsista



Jakarta  – Senapan serbu Sig 552 Komando Pasukan Khusus (Kopassus) turut dipajang dalam pameran alat utama sistem persenjataan (alutsista) di pelataran Monumen Nasional Jakarta.

Sig 552 digunakan satuan tersebut karena mampu memberikan keakurasian yang tinggi.

Sig 522 dilengkapi dengan teknologi yang disebut aim point, alat penentu arah yang berfungsi untuk mengarahkan tembakan sehingga tepat sasaran.

“Pada layar kecil yang terdapat di bagian atas Sig 552, terdapat titik merah yang fungsinya untuk mengarahkan pembidik ke sasaran tembakan,” kata Sersan satu Ismael yang bertugas di stan Kopassus.

Kecanggihan senjata serbu Sig 552 menurut dia dapat dilihat dari beberapa aspek.

“Senjata dikatakan canggih jika memenuhi beberapa aspek, seperti aspek ergonomis, ekonomi, keamanan dan kemampuan senjata,” kata Ismael.

Dari aspek ergonomik, Sig 552 dirancang sesuai anatomi tubuh manusia sehingga ketika dipakai terasa nyaman.

“Sig 552 terasa nyaman saat posisi menembak meskipun tubuh penuh perlengkapan yag cukup berat seperti rompi, helm,  masker dan ransel,” jelas Ismael.

Selain mampu memberikan keakurasian yang tinggi, kemampuan Sig 552 terletak pada sistem penguncian kotak  peluru yang dapat mencengkeram peluru sehingga peluru tidak berjatuhan.

“Semakin banyak jumlah peluru, pada senapan lain, cengkeramannya kurang kuat sehingga sering berjatuhan. Sedangkan Sig 552 berbeda, semakin banyak jumlah peluru maka cengkramannya semakin kuat,” katanya lagi.

Dengan bobot 2,1 kg Sig 552 juga tahan terhadap macet (peluru tidak bisa ditembakkan).

Senjata buatan Jerman tersebut diperuntukkan saat tugas-tugas strategis terpilih.

“Senjata ini biasanya diperuntukkan seperti satuan 81 antiteror dalam menangani pembebasan sandera si Somalia,” ungkap Ismael.

Penumpang Helikopter Mi-17 TNI AD Selamat

Helikopter mi-17 TNI AD melakukan pendaratan darurat di Distrik Okbibab, Kabupaten Pegunungan Bintang. Sejumlah bagian pesawat mengalami kerusakan

Enam kru helikopter Mi-17 beserta 8 personel TNI dari Satgas 126, selamat saat terjadi insiden pendaratan darurat sekitar 600 meter arah barat Bandara Okbibab, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Jumat (11/10/2013).
Pada pukul 10.05 WIT, Helikopter TNI AD jenis MI-17 yang sedang melakukan penerbangan membawa bantuan logistik dari Bandara Sentani Jayapura menuju Bandara Okbibab, tiba-tiba hilang kendali dan harus melakukan pendaratan darurat.
Menurut Kepala Penerangan, Komando Daerah Militer XVII Cenderawasih, Kolonel Inf Lismer Lumban Siantar, kejadian berlangsung di Kampung Abnu Sibil, Distrik Okbibab, Kabupaten Pegunungan Bintang.
“Saat pesawat berada pada jarak 600 meter dari Bandara Okbibab, tiba-tiba terjadi perubahan cuaca mendadak. Heli hilang kendali setelah dihempas angin kencang. Beruntung pesawat bisa melakukan pendaratan darurat sehingga semua kru dan penumpang selamat,” jelas Lismer melalui pesan singkat.
Akibat insiden ini, beberapa bagian heli mengalami kerusakan.
Setelah berkoordinasi dengan anggota TNI setempat, beberapa saat kemudian anggota TNI dari Koramil Okbibab bersama anggota TNI Satgas 126 mendatangi lokasi kejadian. “Mereka langsung mengamankan pesawat dan mengangkut logistik TNI yang dibawa dari Jayapura,”  ujar Kolonel Lismer. (Kompas.com).

Kapal Selam Indonesia Dibangun PT PAL

Kapal Selam Changbogo Korea Selatan (Photo: MC2 Benjamin Stevens/United States Navy)

PT PAL Surabaya- Jawa Timur siap memproduksi kapal selam di dalam negeri, dimulai tahun 2015. Pembuatan kapal selam pesanan Kementerian Pertahanan ini merupakan bagian kerjasama dengan perusahaan kapal asal Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding & Marine Engineering (DSME).
“Tahun 2015 kita sudah mulai. Sekarang kita siapkan orang dan fasilitasnya,” ujar Direktur Utama PAL Firmansyah (8/10/2013).
Produksi kapal type DSME 209 ini dilakukan saat proses pembuatan 2 unit kapal selam di Korea Selatan. Saat ini PAL secara bertahap sedang menugaskan para karyawan mereka untuk belajar proses perencanaan hingga produksi kapal selam di Korea Selatan.
“Saat kapal selam 1 dan 2 dibangun di sana (Korsel). Orang kita belajar di sana untuk mempersiapkan kapal yang ke-3. Total ada 206 orang yang belajar. Kirimnya bertahap. Ada silabus pelajarannya dan itu semua karyawan PT PAL,” ujar Firmansyah.

Changbogo Class Submarine (Foto: alutsista)
Changbogo Class Submarine buatan DSME Korea Selatan (Foto: alutsista)

Selain mempersiakan para ahli di Indonesia, PAL juga membangun lokasi pembuatan dan perawatan kapal selam senilai US$ 150 juta (Rp 1,5 triliun) di Surabaya, Jawa Timur.
“Workshop atau tempat membangun section dalam negeri. Investasi di dalam negeri US$ 150 juta. Termasuk untuk peralatan, kapal selam kan perlu dirawat, perlu fasilitas sendiri. Selama ini perawatan ke luar negeri memakan biaya yang mahal,” sebutnya.
Ditargetkan pada tahun 2017, Indonesia telah memiliki kapal selam asli karya putra-putri Indonesia. “Tahun 2017 Indonesia sudah punya kapal selam buatan PAL,” ujar Firmansyah menutup pembicaraan.(detik.com)


Uji Tembak Tarantula

Blarrrr...!! Blarrrr...!! Meriam 90mm Cockerill menyalak dahsyat bersahut-sahutan. Gema suaranya terdengar hingga kejauhan. Demikianlah suasana pelatihan penembakan senjata utama panser Tarantula yang dilaksanakan Pusat Kesenjataan Kavaleri TNI-AD di kawasan Cipatat Bandung Jawa barat. Pelatihan ini sendiri melibatkan puluhan personel kavaleri dan 2 buah Panser Tarantula.
Layaknya pelatihan, puluhan amunisi juga disiapkan. Munisi yang digunakan untuk latihan adalah dari jenis HESH buatan Belgia. Satu persatu, calon awak Tarantula mencoba membidik sasaran lesan ukuran 4x4 meter yang diletakan sejauh 1 kilometer. Dari beberapa kali uji tembak, terlihat akurasi meriam Cockerill ini sangat baik. Beberapa tembakan mencetak skor bulls eye. Padahal, ini baru merupakan latihan pertama sehingga para awak belum terlalu terlatih. Selain itu, meriam cockerill MK-3 90mm LP ini cukup canggih. Ia dilengkapi dengan pengukur jarak laser serta penglihat malam. Namun, dalam pelatihan ini juga dilatihkan menembak tanpa laser range finder. Sehingga kemampuan awak kavaleri benar-benar teruji.
Dari pengamatan ARC, platform Tarantula rupanya cukup stabil. Ketika meriam ditembakan, hampir tidak ada tolak balik yang terjadi. Berbeda misalnya jika kita melihat penembakan AMX-13, dimana tubuh tank ikut berguncang. Buktinya, Instruktur bule tampak santai nangkring diatas Tarantula tanpa takut terjerembab ketika sesi penembakan berlangsung. Kecilnya recoil ini juga merupakan keunggulan dari meriam Cockerill MK-3. Sistem meriam 90mm Tarantula terpasang pada kubah yang dioperasikan oleh 2 awak, juru tembak (gunner) dan danran alias komandan kendaraan. Sementara, tipikal amunisi yang disediakan adalah APFSDS-T (Armor Piercing Fin Stabilised Discarding Sabot-Tracer), HEAT (High Explosive Anti Tank), HE-T, dan Canister (anti personil). Walaupun munisinya sudah tidak efektif untuk melawan tank modern, kanon 90 masih memiliki gigi untuk tugas-tugas pengamanan, penyekatan, dan dukungan tembakan, fungsi yang nantinya akan diemban oleh Tarantula.
Pelatihan penembakan ini merupakan rangkaian dari pelatihan awak ranpur sebelumnya. Dimana sebelumnya juga telah dilatihkan operasional radio, mengemudi dan akhirnya penembakan. Bukan hanya siang hari, pelatihan menembak juga akan dilakukan pada malam hari, serta juga pelatihan penembakan senjata co-axial. Setelah pelatihan lengkap, prajurit Kavaleri pun makin siap dan sigap mengamankan negeri menggunakan senjata kebanggaan mereka yang baru, Tarantula.
(all photo: Pussenkav TNI-AD)
ARC.

Ketika Semangat Kemandirian JK Berbuah Panser Anoa

Anak-anak berkeliling menumpang Panser Anoa produksi Pindad dalam Pameran Alutsista TNI AD di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2013). Pameran yang digelar dalam rangka HUT ke-68 TNI tersebut berlangsung dari 4-7 Oktober 2013. (Warta Kota/Alex Suban)

JAKARTA - Beberapa waktu lalu 3-7 Oktober 2013, Tentara Nasional Indonesia (TNI) menyelenggarakan pameran sistem persenjataannya.
Organisasi militer ini mempertunjukkan senjata-senjata sekaligus kendaraan miliknya tersebut dalam pameran alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang digelar di pelataran Tugu Monas Jakarta.
Di antara stan-stan yang  ada, stan TNI Angkatan Darat (TNI AD) cukup banyak mendapat perhatian. Salah satu kendaraan senjata yang paling menarik minat pengunjung adalah sebuah panser. Panser ANOA namanya. Yang khusus dalam acara ini adalah, para pengunjung ternyata bukan hanya dapat ‘melongo’ menyaksikan mobil baja ini. Mereka juga bisa ikut menaikinya, tentu bukan untuk diberangkatkan perang, tapi keliling Monas.
Namun yang menarik dan mengesankan dengan panser ini bukan hanya kekuatan atau kecanggihannya yang memang sudah seperti panser-panser buatan negara maju. Tapi adalah cerita dibalik baja-baja berjalan inilah yang jauh lebih menarik.
Ini semua diawali dari rasa gregetan-nya seorang Jusuf Kalla . Waktu itu tahun 2007 JK mencanangkan kebijakan kemandirian industri pertahanan. Ia gemas melihat alat persenjataan militer negeri ini kebanyakan impor, khususnya panser.
Dalam suatu kesempatan ceramah di Lemhanas beberapa waktu lalu, JK mengatakan “Masa (panser) yang seperti ini saja kita tidak bisa buat? Saya tanya pindad berapa biayanya. Katanya 7 milyar.”
Hitung-hitungan JK saat itu menunjukkan bahwa jika Indonesia impor, maka biayana adalah 1 juta dolar. 
“Itu ‘kan 10 miliar? Waktu itu saya tegaskan, kita bisa buat sendiri dengan kualitas yang sama bahkan lebih baik!” kata mantan Wapres ini.
Waktu itu beberapa pihak termasuk dari TNI meragukan ide JK ini. Bagaimana keahliannya, itulah yang menjadi sumber keraguan. Tapi JK tak kehilangan akal.
“Saya panggil semua yang ahli menghadap. Siapa ahli trek, siapa ahli bodi, siapa ahli baja, siapa ahli listrik, siapa ahli kaca, saya kumpulkan mereka di kantor. Saya katakan, ‘Hei, kalian orang hebat di negeri ini, saya minta anda semua buat sesuatu untuk bangsa ini. Saya tak mau bayar, tapi Anda bantu negeri,” kata JK.
Masalah lain kemudian muncul. Bagaimana pembiayaannya? Waktu itu PT Pindad sama sekali tak punya kesanggupan finansial untuk proyek ketahanan ini.
“Bagaimana uangnya? Mudah saja. Saya panggil bank-bank pemerintah lalu saya tegaskan, ‘Hei bank, kasih dia (PT Pindad) 500 miliar.’ Waktu itu mereka bertanya tentang bagaimana dasarnya. Saya bilang, ‘Kau butuh apa?’ Keputusan pemerintah. Mudah saja. Saya langsung minta Bappenas buat proyek ini, juga Kemenhan buat proyek ini. Selesai,”ujarnya.
Masalah ternyata tak berhenti di situ saja. Waktu itu, bank-bank pemerintah masih meragukan permintaan JK agar mereka mengucurkan dana pinjaman pada PT Pindad. Namanya bukan JK kalau kehabisan akal.
JK menceritakan, “Waktu itu mereka (Bank-bank) bilang, ‘Wapres, siapa yang akan menjamin (pembayaran pinjamannya)? Lalu saya jawab, Menteri Keuangan yang akan menjamin. Kita (pemerintah) akan bayar tahun depan. Beres.”kata JK.
Maka, cerita JK, datanglah mereka para ahli yang sudah ia kumpulkan secara keroyokan ke PT Pindad. Setelah melalui serangkaian proses dan tahapan,jadilah buat panser setengah harga impor yang lebih hebat.
Kini Panser ANOA terus jadi favorit TNI jadi bagian alutsistanya. Seperti dilaporkan Kantor Berita Antara, panser ANOA milik TNI ini memang lebih baik dari buatan luar negeri misalnya dengan Panser VAB buatan Prancis.
Salah satu pembeda Anoa dan VAB terletak pada plat baja yang digunakan untuk melindungi kaca anti peluru. Apabila musuh menembak bagian kaca, maka plat baja itu yang melindungi sehingga tidak pecah. VAB tidak memiliki perlengkapan seperti ini.
Selain itu, bagian kabin Anoa telah dilengkapi dengan CCTV (kamera pengawas), NVG (alat deteksi malam hari), dan pendingin udara. Dengan kelengkapan tersebut Anoa menjadi lebih nyaman dari pada VAB yang belum dilengkapi semua kelengkapan itu.
“Kita selama ini dibodohi saja. Oleh orang lain atau juga diri kita sendiri! Kita impor ini-itu karena merasa tak bisa mandiri. Soal proses pemberian proyek ke Pindad, apa yang salah? Tak ada yang salah. Cuma satu yang bisa buat panser. Peraturannya kalau cuma satu tak perlu tender. Apalagi lebih murah,” kata Wakil Presiden RI 2004-2009 ini.